Tiga Kabupaten di Kalteng Tetapkan Status Tanggap Darurat Banjir
Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir kian mudah direndam banjir. Dari lima kabupaten yang terendam, tiga di antaranya menetapkan status tanggap darurat banjir. Dua lainnya sudah menetapkan lebih dulu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Tiga kabupaten di Kalimantan Tengah yang terdampak banjir menetapkan status tanggap darurat. Banjir bisa bertambah buruk jika hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terus mengguyur wilayah di Kalimantan Tengah.
Banjir di Kalimantan Tengah terjadi di lima kabupaten meliputi Kabupaten Seruyan, Sukamara, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Katingan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Alpius Patanan mengungkapkan, dari lima kabupaten tersebut, tiga kabupaten menetapkan status tanggap darurat bencana banjir. Ketiganya adalah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Sukamara.
Dua kabupaten lain, Katingan dan Seruyan, sudah menetapkan status tanggap darurat bencana dan sudah habis masa waktunya. Banjir sempat surut, tetapi kini banjir kembali menggenangi dua wilayah tersebut.
”Di Kabupaten Kotawaringin Timur, banjir berangsur surut di beberapa wilayah yang sebelumnya terendam banjir cukup parah,” ungkap Alpius, Jumat (30/9/2022).
Alpius menjelaskan, data yang dikumpulkan petugasnya di lapangan tersebut merupakan data pada Kamis malam, sedangkan pada Jumat pagi belum ada data yang masuk. ”Petugas masih berada di lokasi untuk mengumpulkan data,” ungkapnya.
Di Kabupaten Katingan, pemerintah bakal kembali menetapkan status tanggap darurat sesuai situasi di lapangan. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Katingan Roby menuturkan, masa tanggap darurat bencana sudah selesai dilaksanakan selama 14 hari, sesuai perkiraan banjir surut total. Namun, sejak Kamis pagi air kembali naik karena Sungai Katingan meluap.
”Kalau hujan terus ditambah hujan di hulu sungai, maka potensi air kembali naik jadi besar. Kami masih terus memantau,” kata Roby.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait prediksi cuaca. Menurut BMKG, di sebagian besar wilayah Kabupaten Katingan masih terus dilanda hujan selama bulan September.
Banjir di Katingan, kata Roby, melanda dua kecamatan, yakni Kecamatan Tasik Payawan dan Kecamatan Kamipang. Akses jalan ke beberapa wilayah desa tertutup air dengan ketinggian air maksimal 10 sentimeter.
”Ada potensi beberapa hari ke depan (banjir) akan bisa menggenangi dataran rendah dan wilayah bantaran Sungai Katingan,” ungkap Roby.
Dua kali setahun
Menurut Roby, sampai saat ini belum ada warga yang mengungsi akibat banjir tersebut. Warga, karena terlalu sering dilanda banjir, biasanya membuat panggung di tengah rumah untuk tempat tidur dan menyimpan barang elektronik.
Banjir di Katingan, lanjut Roby, sudah terjadi dua kali tahun ini. Banjir pertama terjadi pada Agustus. Banjir terjadi lagi pada pertengahan September.
Banyak faktor penyebab banjir. Selain curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi karena alih fungsi hutan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Katingan seperti pertambahan penduduk yang diikuti lahan untuk tempat tinggal, berkebun atau berladang, lalu pembangunan jalan, pembangunan sarana dan prasarana publik, hingga pertambangan masyarakat, perkebunan besar, HPH atau perusahaan kayu, dan kian dangkalnya DAS Katingan.
”Tapi, itu semua sebatas asumsi sederhana yang masih perlu kajian lagi untuk melihat (faktor) mana yang lebih berpengaruh,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Bayu Herinata mengungkapkan, banjir yang terjadi di Katingan bukan hanya disebabkan satu faktor. Jika merujuk ke laporan BMKG tahun 2022, pada bulan ini seharusnya masuk dalam puncak musim kemarau. Namun, kenyataannya sebaliknya.
”Selain itu, kondisi daya dukung alam yang masuk kategori kritis di DAS Katingan. Ini perlu upaya pemerintah untuk melihat lagi upaya mitigasinya,” ungkap Bayu.
Selain daya dukung dan daya tampung lingkungan, lanjut Bayu, faktor lainnya bisa dikaitkan dengan konteks perubahan iklim. Banjir menjadi bukti perubahan iklim kian nyata.
”Bentuk-bentuk perubahan iklim itu sudah dirasakan dampaknya, khususnya di daerah-daerah yang terpengaruh perubahan iklim terutama di daerah hulu, di mana seharusnya mereka menjadi wilayah tangkapan air, sehingga bisa mendukung daerah-daerah di bawahnya,” ungkap Bayu.
Bayu melihat banjir terus berulang dan kian buruk. Selain banjir yang meluas, dampaknya juga akan meluas hingga ke urusan sosial dan ekonomi masyarakat.