Masih Kurang, Pemkot Padang Ajukan Tambahan Selter Tsunami ke BNPB
Tiga selter tsunami yang ada di Padang belum cukup dan belum merata untuk menampung pengungsi saat terjadi gempa bumi dan tsunami.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, mengajukan permohonan tambahan selter tsunami kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Sejauh ini, tiga selter tsunami yang ada di Padang belum cukup dan belum merata untuk menampung pengungsi saat bencana.
Wali Kota Padang Hendri Septa, dalam rangkaian kegiatan peringatan 13 tahun Gempa Padang 2009, Jumat (30/9/2022), mengatakan, beberapa waktu lalu, pemkot mengajukan permohonan tambahan selter ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) beberapa waktu lalu dan direspons baik.
”Tambahan selter diusulkan ke Kepala BNPB di pusat. Nanti diperjuangkan pada tahun anggaran 2023. Kami butuh selter dua-tiga titik lagi. Namun, berapa pun nanti diberikan, kami usahakan membangunnya,” kata Hendri.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Endrizal menambahkan, idealnya Padang punya minimal delapan selter. Sejauh ini, selter baru ada di tiga titik, yaitu dua di Kecamatan Koto Tangah dan satu di Kecamatan Padang Utara. Daya tampung selter tersebut 5.000 orang.
Artinya, ada empat kecamatan lainnya di kawasan pesisir Padang belum punya selter tsunami, yaitu Padang Barat, Padang Selatan, Bungus Teluk Kabung, dan Lubuk Begalung.
”Idealnya ada tambahan lima lagi. Kami sudah usulkan kepada pemerintah pusat melalui BNPB. Selter yang sudah ada tiga, idealnya delapanlah minimal sehingga tiap-tiap kecamatan minimal punya satu selter,” kata Endrizal.
Endrizal mengakui, selter yang ada memang belum optimal penggunaannya akibat terbatasnya anggaran karena Covid-19 dua tahun terakhir. ”Untuk tahun anggaran 2023, kami optimalkan lagi,” ujarnya.
Deputi V Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Zaherman Muabezi mengatakan, BNPB akan merespons permintaan itu. Walakin, permintaan tidak bisa langsung dipenuhi, tetapi mesti dibahas di pemerintah pusat, antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan BNPB.
”Kami lihat nanti bagaimana. Kalau itu disetujui, secepatnya akan kami laksanakan. Itu dilaksanakan kedeputian pencegahan,” kata Zaherman.
Sementara itu, Direktur Peringatan Dini BNPB Afrial Rosa menambahkan, sebelumnya BNPB sudah membangun dua selter di Padang dan menyerahkan asetnya ke Pemkot Padang. Namun, pengoperasian selter tersebut belum optimal.
”Tadi disampaikan selter tidak termanfaatkan dengan baik. Harus ada upaya pemkot untuk bisa mengoperasikan selter yang ada dengan baik. Bisa digunakan untuk kegiatan sosial politik masyarakat dan olahraga sehingga selter terpelihara dan kemudian bisa dijadikan salah satu alternatif evakuasi. Apa pun bisa dimanfaatkan. Silakan dialokasikan anggaran untuk perawatan dan sebagainya,” katanya.
Afrial melanjutkan, membangun selter baru perlu usaha besar. Maka, memanfaatkan bangunan yang sudah ada, seperti kampus, sekolah, dan hotel, bisa menjadi alternatif. BNPB bersama Pemkot Padang mengupayakan itu dengan menilai gedung mana saja yang bisa dijadikan selter.
”Langkah itu akan menjadi lebih penting daripada kita membangun selter baru. Setelah dinilai dan layak, diberikan label bahwa bangunan ini bisa dijadikan selter evakuasi saat bencana,” ujarnya.
Dalam kegiatan itu, BMKG menyerahkan sertifikat penghargaan kepada dua kelurahan, yaitu Purus di Padang Utara dan Lolong Belanti di Padang Barat sebagai desa siaga tsunami tingkat nasional. Kedua kelurahan juga menyerahkan dokumen kepada BMKG untuk diajukan kepada UNESCO sebagai desa siaga tsunami tingkat internasioal.
”BMKG akan menyerahkan dokumen ini kepada UNESCO untuk nanti dinilai, sebuah apresiasi bagi dua kelurahan ini bisa menyiapkan dokumen hanya dalam waktu dua bulan,” kata Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG.
Dwikorita melanjutkan, ada 12 indikator yang mesti dipenuhi desa siaga tsunami, antara lain yang berkaitan dengan kesiapsiagaan masyarakat hingga infrastruktur. Walakin, yang paling utama adalah manusianya.
”Elemen masyarakat diharapkan mengetahui mitigasi bencana dengan baik. Pun dengan kesiapan infrastruktur, aturan, hinga penjagaan (monitor peringatan dini) yang dilakukan 24 jam dalam tujuh hari,” ujarnya.
Kota Padang merupakan salah satu daerah pesisir di Sumbar berisiko diguncang gempa dan tsunami. Megathrust segmen Mentawai-Siberut di perairan barat Sumbar masih menyimpan potensi gempa bermagnitudo 8,9. Mitigasi bencana diperlukan untuk menekan jumlah korban dan kerusakan.
Gempa pada 30 September 2009 berkekuatan M 7,6 mengguncang Padang, Padang Pariaman, dan daerah lainnya di Sumbar. Pusat gempa yang terjadi pukul 17.16 berada di laut sekitar 50 km barat laut Kota Padang.
Data Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak PB) menyebutkan, jumlah korban jiwa akibat gempa mencapai 1.117 orang yang tersebar di tiga kota dan empat kabupaten di Sumbar. Adapun korban luka berat 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sementara itu, 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan.