Kemiskinan dan Lingkungan Buruk Picu Kasus Tengkes di Palembang
Pemerintah Kota Palembang menemukan 72 kasus risiko tengkes dalam empat kategori yang perlu segera diintervensi. Tengkes di Kota Palembang erat kaitannya dengan faktor ekonomi, lingkungan, dan pernikahan dini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, menemukan 72 kasus risiko tengkes dalam empat kategori yang perlu segera diintervensi. Dari hasil identifikasi itu, tengkes di Kota Palembang erat kaitannya dengan faktor ekonomi, lingkungan, dan pernikahan dini.
Hal ini terkuak dalam pertemuan identifikasi kasus tengkes di Palembang, Rabu (28/9/2022). Kasus tersebut ditemukan oleh tim pendamping keluarga yang tersebar di 18 kecamatan se-Kota Palembang.
Anggota Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting Sumatera Selatan, Muhammad Husein, mengatakan, penemuan kasus tengkes ini merupakan upaya untuk menanggulangi kasus tengkes di Kota Palembang demi tercapainya target 14 persen prevalensi tengkes pada tahun 2024.
Kasus tengkes yang ditemukan itu masuk dalam empat kategori, yakni calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan risiko tengkes pada bayi usia di bawah dua tahun (baduta) dan bayi di bawah lima tahun (balita).
Beberapa kasus yang cukup mencolok dan perlu diintervensi segera adalah adanya calon pengantin yang masih di bawah umur, bahkan ada yang berusia 15 tahun, dan ada calon pengantin yang tidak bekerja.
Adapun untuk ibu menyusui, banyak dari mereka yang tidak melakukannya dengan optimal karena permasalahan gizi. Belum lagi kasus ibu yang masih hamil ketika usianya 52 tahun. ”Kondisi ini tentu akan sangat berisiko. Jika tidak segera ditangani akan mengancam angka tengkes di Palembang,” ucap Husein.
Ekonomi lemah
Ada beberapa penyebab masih adanya kasus tengkes di Kota Palembang, mulai dari faktor ekonomi. Sebagian besar kasus tengkes terjadi pada keluarga dengan kondisi ekonomi lemah. Di beberapa daerah ditemukan kasus tengkes pada keluarga yang suaminya hanya bekerja sebagai pemungut barang bekas.
Kasus lain, kurang memadainya kondisi lingkungan tempat mereka tinggal. Kasus tengkes ditemukan di daerah yang belum teraliri air bersih atau sarana sanitasinya belum memadai. Adapun untuk kasus anak balita atau baduta yang mengalami risiko tengkes, hal itu terjadi karena terpapar penyakit lain, seperti tuberkulosis, dan tinggal dekat dengan perokok aktif.
Permasalahan lain yang ditemukan ialah terkait administrasi sehingga banyak keluarga yang berisiko tengkes tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. ”Banyak keluarga yang anaknya berisiko tengkes tidak ke posyandu karena minder,” ujarnya.
Husein berharap temuan kasus tengkes di lapangan dapat segera tertangani dengan beragam cara, misalnya bantuan pemberian makanan tambahan bagi anak baduta dan balita karena di 1.000 hari pertama kehidupan, pasokan pangan yang cukup wajib tersedia.
Adapun calon pengantin yang masih berusia dini diharapkan menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Selain itu, pembangunan infrastruktur agar kondisi sanitasi berjalan baik juga perlu segera dilakukan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Palembang Altur Febriansyah menyebutkan, hasil dari identifikasi ini akan segera dicatat dalam rencana tindak lanjut yang kemudian akan diserahkan kepada semua lembaga terkait, seperti dinas sosial, dinas pekerjaan umum, dan dinas kesehatan.
”Karena setiap dinas tersebut sudah memiliki anggaran untuk penanggulangan tengkes,” ucapnya.
Intervensi harus terus dilakukan agar risiko tengkes dapat diredam dan target prevalensi angka tengkes sebesar 14 persen pada tahun 2024 dapat tercapai. Namun, diperlukan peran dari semua pihak, mulai dari pihak swasta, tim pendamping keluarga, posyandu, puskesmas, sampai pemangku kepentingan terkait di segala lini dari tingkat rukun tetangga, hingga tingkat pemerintah kota.
”Saat ini, prevalensi tengkes di Palembang berada pada angka 16,1 persen. Dengan identifikasi kasus tengkes ini, diharapkan jumlah kasus tengkes dapat segera ditekan,” kata Altur.
Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sumsel Desliana menuturkan, dibutuhkan kolaborasi antar-instansi agar kasus tengkes ini dapat diredam. Pihaknya sudah menerjunkan sekitar 980 pendamping keluarga untuk memberikan laporan secara berkelanjutan serta memberikan pemahaman kepada keluarga yang didampingi agar risiko tengkes dapat segera diantisipasi.
”Karena waktu kita tidak banyak lagi, yakni tinggal dua tahun lagi. Karena itu, perlu komitmen bersama agar stunting di Palembang dapat ditekan,” ujarnya.