Vonis Bupati Bogor Nonaktif Ade Yasin Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin divonis empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan. Dia dianggap terlibat dalam penyuapan petugas Badan Pemeriksa Keuangan agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin divonis empat tahun penjara karena didakwa terlibat menyuap petugas Badan Pemeriksa Keuangan. Lewat kuasa hukumnya, Ade mengajukan banding. Pendukung Ade juga melemparkan botol hingga berteriak di ruang persidangan setelah hakim menjatuhkan vonis.
Sidang putusan Ade Yasin berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/9/2022). Dalam sidang ini, Ade tidak dihadirkan secara langsung. Dia menyaksikan sidang melalui daring dengan didampingi tim kuasa hukumnya dari Rumah Tahanan Perempuan Kelas II A Bandung.
Persidangan yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga sekitar pukul 15.00 ini dipimpin ketua majelis hakim Hera Kartiningsih. Dalam sidang tersebut, Hera menyatakan, perbuatan Ade Yasin tidak sejalan dengan komitmen negara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
Hera menyatakan, Ade terlibat dalam penyuapan terhadap sejumlah petugas Badan Pemeriksa Keuangan Kantor Wilayah Jabar. Aksi ini dilakukan agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2021 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Uang yang diberikan kepada petugas tersebut mencapai Rp 1,9 miliar dan diserahkan dalam beberapa tahap dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022. Tujuannya agar sejumlah temuan yang berpengaruh negatif terhadap penilaian bisa diubah atau ditiadakan.
Akibat perbuatannya, Ade dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
”Ade Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan untuk melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan, dan berupa pencabutan hak untuk dipilih lima tahun setelah menjalani pidana pokok,” ujar Hera sambil mengetuk palu.
Vonis hakim ini lebih berat dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK selama tiga tahun penjara. Namun, tuntutan lainnya, seperti denda hingga terjerat pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun, sesuai dengan tuntutan JPU.
Menurut Hera, Ade terlibat dalam penyuapan tersebut karena dianggap menjadi sumber inisiatif dari pejabat untuk menyuap petugas BPK agar mendapatkan opini WTP. Ade pun dinilai tidak mengakui perbuatannya karena merasa opini WTP itu tidak menguntungkan bagi dia.
Padahal, ujar Hera, penilaian tersebut dilakukan agar mendukung pemerintahan yang bebas KKN karena ada pengawasan. Ade memberikan keterangan berbelit-belit, tidak menyesali, dan justru tidak mengakui perbuatannya sehingga tindakan tersebut memberatkannya.
”Sebagai bupati, terdakwa seharusnya memberikan suri teladan yang baik untuk mendukung pemberantasan korupsi sehingga majelis hakim memandang sudah cukup adil terhadap pidana yang dilakukan. Ini bukan balas dendam, tetapi pendidikan dan pembinaan agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Hera.
Setelah vonis dijatuhkan, simpatisan Ade Yasin yang mengikuti jalannya persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung memaki, melemparkan botol, hingga berteriak di ruang persidangan setelah hakim menjatuhkan vonis. Kuasa hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, merespons putusan tersebut dengan mengajukan banding.
”Pernyataan majelis hakim ini melebihi pernyataan JPU, 100 persen fakta persidangan dikesampingkan. Maka, hari ini kami tekankan, kami akan banding,” ujar Dinalara.