Dipersoalkan Pengiriman Ternak Sapi Kecil dari NTT
Pengiriman ternak sapi dengan bobot 110-130 kg dari NTT ke provinsi lain dipersoalkan. Sapi itu harusnya dikirim berbobot lebih dari 275 kg per ekor.
Sapi dari NTT sedang dimuat di dalam kapal tol laut KM Camara Nusantara III di pelabuhan Tenau Kupang, Senin (30/7/2018). Sejak Januari-Juli kapal tol laut sudah mengangkut 46.000 ekor sapi dari NTT dari total kuota 70.000 ekor.
KUPANG, KOMPAS
—
Pengiriman sapi berusia muda dari Nusa Tenggara Timur ke Kalimantan dan DKI Jakarta dengan bobot 110-130 kilogram per ekor dipersoalkan. Mestinya bobot sapi yang dikirim itu sesuai ketentuan pemerintah, yakni di atas 275 kg per ekor.
Sekretaris Himpunan Pedagang Ternak Sapi dan Kerbau Nusa Tenggara Timur (NTT) Daniel Go, di Kupang, Kamis (22/9/2022), mengatakan, pengiriman ternak sapi berbobot 110-130 atau sapi kecil dari NTT ke Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan DKI Jakarta dilakukan sejak 2015.
Padahal, kesepakatan antara pemerintah, pengusaha, dan peternak,bobot sapi yang dikirim harus lebih dari 275 kg per ekor.
Menurut dia, tidak semua sapi yang dikirim itu berbobot 110-130 kg. Ada yang sesuai ketentuan. Namun, banyak pihak mempersoalkan sapi kecil itu, termasuk pengusaha. ”Jika populasi ternak sapi di NTT tersedia seperti yang diklaim pemda, tentu pengusaha tidak mengirim ternak kecil seperti itu,” kata Daniel.
Selama ini pengusaha kesulitan mendapatkan ternak di tingkat petani, sementara kapal ternak yang keluar dari NTT harus membawa ternak. Terpaksa ternak yang dengan bobot yang belum layak dikirim pun diantarpulaukan.
Baca juga : Pakan Alami Cegah Sapi NTT dari Ancaman Penyakit
Tidak ada perusahaan peternakan di NTT berbasis industri. Semua ternak milik masyarakat. Data ternak yang disampaikan pemda provinsi dan kabupaten/kota pun patut dipertanyakan. Jika data ternak sapi di NTT itu sampai1,3 juta ekor atau 2 juta ekor untuk semua jenis ternak besar, patut dipertanyakan.
Daniel juga mempertanyakan keberadaan sapi-sapi itu. Pengusaha selalu kesulitan mendapatkan sapi di tangan petani. Kerbau bahkan tidak ada lagi di daratan Timor.
”Kerbau masih ditemukan 100-an ekor di Sumba, tetapi harganya sampai Rp 15 juta per ekor. Kerbau di Sumba diprioritaskan untuk mas kawin, bukan untuk dagang,” ujarnya.
Vinsen Nurak (56), peternak di Timor Tengah Utara, mengatakan, perlu ketegasan pemda melarang pengusaha mengirim ternak berbobot di bawah 275 kg ke luar NTT. Sapi berbobot 110-130 kg per ekor itu diselipkan di antara sapi berbobot di atas 275 kg.
Jika di dalam kapal ternak ada 500 ekor sapi yang dikirim,sekitar 350 ekor sapi kecil.
Baca juga : Panen Perdana Jagung dan Sosialisasi Pencegahan PMK di Belu
Keuntungan yang didapatkan dari pengusaha lokal di NTT dari pengusaha di Kalimantan Rp 10,7 juta per ekor-Rp 11,7 juta per ekor. Pihak yang paling dirugikan adalah peternak. Mestinya sapi-sapi itu dibesarkan terlebih dahulu oleh peternak, kemudian dijual. Bukan pengusaha di luar NTT yang menggemukkan lagi.
”Ada propaganda dan pemaksaan dari pengusaha lokal, di samping keterdesakan ekonomi peternak dan kesulitan pakan. Kondisi ini mendorong peternak menjual sapi sebelum mencapai bobot yang ditetapkan. Ketentuan bobot dari pemda ini harus ditegakkan lagi,” kata Nurak.
Kerbau masih ditemukan 100-an ekor di Sumba, tetapi harganya sampai Rp 15 juta per ekor. Kerbau di Sumba diprioritaskan untuk mas kawin, bukan untuk dagang (Daniel Go).
Persoalan lain yang dihadapi peternak saat ini adalah harga sapi hidup sebelumnya Rp 40.000-Rp 45.000 per kg, sejak muncul penyakit mulut dan kuku (PMK) di Pulau Jawa, Mei 2022, semua sapi di NTT yang hendak diberangkatkan harus di-swab terlebih dahulu.
Biaya swab itu pun dibebankan ke peternak sehingga harga jual sapi hidup pun turun dari Rp 45.000 per kg sampai Rp 30.000 per kg.
Posisi lemah
Ia menilai, peternak dan petani selalu berada pada posisi yang lemahterkait sebuah kebijakan pemerintah. ”Jika ada ketentuan swab PMK terhadap setiap ternak yang hendak dikirim, biaya swab Rp 10.000 per ekor harusnya dibebankan ke pihak lain, bukan peternak,” katanya.
Baca juga : Ribuan Perempuan di NTT Dilatih Membuat Pakan Ternak
Ketua kelompok tani
Data jutaan ekor sapi di NTT itu didapat dari mana dan dari tahun ke tahun data yang dipajang tidak berubah meski tanpa fakta di lapangan. ”Sebagai peternak, saya tidak pernah didatangi petugas dari instansi teknis pemerintah atau BPS mencatat jumlah ternak yang ada di sini,” kata Aluman.
Jika populasi ternak sapi di NTT tahun 2022 mencapai 1,3 juta ekor, mengapa kuota pengiriman sapi dari NTT hanya Rp 62.000 ekor. Kuota itu pun sudah selesai per Agustus 2022. Pemda harus segera mengeluarkan kuota tambahan sehingga tidak terjadi penyelundupan ternak keluar NTT.
Kebutuhan hidup petani mendesak: biaya anak sekolah, makan minum, biaya kesehatan, dan urusan sosial, seperti adat istiadat. Mereka harus menjual sapi peliharaan untuk mencukupi kebutuhan itu.
Baca juga : Padang Penggembalaan Ternak di Pulau Timor Terus Menyempit