Semua Kemasan Plastik Rentan Picu Penyakit Berbahaya
Penggunaan kemasan plastik untuk menyimpan makanan dan minuman tidak dianjurkan karena berpotensi terpapar penyakit degeneratif. Hal itu juga rentan terjadi pada air minum kemasan dalam galon.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penggunaan kemasan plastik untuk menyimpan makanan dan minuman tidak dianjurkan karena berpotensi terpapar penyakit degeneratif. Ironisnya, plastik masih dianggap sebagai alternatif kemasan yang mudah didapatkan.
Dosen Pengemasan dan Penyimpanan Pangan dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Souvia Rahimah, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022), menyatakan, kemasan plastik masih mudah didapatkan sehingga kerap menjadi alternatif pengemasan makanan dan minuman. Padahal, dalam plastik terdapat berbagai senyawa kimia yang akan bereaksi dalam kondisi tertentu, seperti terkena panas atau asam.
Salah satu senyawa kimia yang harus diwaspadai adalah Bisphenol A (BPA) yang biasanya dijumpai di makanan dan minuman berkemasan plastik, seperti air galon. Zat kimia ini bisa memberikan dampak buruk bagi tubuh, mulai dari mengganggu kinerja organ tubuh hingga berbagai penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker.
Khusus BPA, lanjut Souvia, penelitian menunjukkan, adanya senyawa kimia ini dapat mengganggu sistem reproduksi tubuh, baik perempuan maupun laki-laki. BPA bahkan berpotensi menyebabkan penyakit degeneratif yang berdampak pada penurunan fungsi jaringan dan organ tubuh.
”Senyawa BPA itu umumnya keluar karena reaksi panas. Kalau BPA sudah keluar dan bercampur, itu tidak mungkin bisa dihilangkan kecuali dengan tindakan di laboratorium. Tidak mungkin rumah tangga menggunakan itu,” papar Souvia.
Meski memberikan dampak buruk bagi kesehatan, masyarakat belum merasakannya secara langsung karena efek sampingnya baru muncul 10-20 tahun kemudian. Souvia berujar, jika hal tersebut terjadi, biaya pengobatan dan perawatan karena penyakit yang diderita itu sangat tinggi sehingga bisa merugikan masyarakat.
Menurut Souvia, hal ini perlu menjadi pertimbangan dari masyarakat hingga pembuat kebijakan untuk lebih bijak dalam menggunakan plastik. Apalagi, salah satu alasan plastik masih sering digunakan karena harga yang murah dan mudah didapatkan.
”Kalau dihitung-hitung dari sisi ekonomi, secara keseluruhan, memang kemasan plastik masih menjanjikan. Selain mudah dan murah, plastik bisa didaur ulang. Namun, jika dihitung dengan biaya pengobatan dan perawatan penderita penyakit akibat plastik ini, negara dan masyarakat justru lebih dirugikan,” ujarnya.
ALIF ICHWAN
Pedagang gelas plastik dan tempat makanan styrofoam melayani pembeli. Bahan plastik dan styrofoam mengandung bahan berbahaya bagi manusia juga lingkungan. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta sedang menyiapkan peraturan gubernur (pergub) mengenai larangan penggunaan kantong plastik. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung pergub tersebut dan meminta larangan diperluas, tak hanya soal plastik.
Karena itu, Souvia mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan matang-matang dalam menggunakan plastik. Salah satunya ialah menghindari kemasan plastik untuk makanan panas dan mengandung asam. Hal ini perlu diperhatikan karena plastik sangat reaktif.
”Memang susah untuk melarang. Setidaknya harus ada edukasi dan memberikan pandangan kepada masyarakat, lalu mereka dipersilakan untuk memilih,” ujarnya.
Untuk pemangku kebijakan, Souvia berharap adanya regulasi yang jelas dalam penggunaan plastik. Hal ini dilakukan agar plastik yang tersebar di masyarakat lebih terkendali dan dipastikan aman untuk digunakan.
”Yang paling penting itu regulasi yang tegas, seperti izin edar dan registrasi lainnya oleh pemerintah. Harus ada sertifikasi untuk memastikan keamanannya,” papar Souvia.
Khusus untuk kemasan air galon dan minuman lainnya, Souvia berpendapat, penggunaan air matang yang dimasak terlebih dahulu lebih dianjurkan. Selain itu, dia juga berharap pemerintah menyediakan saluran air bersih siap minum yang langsung dinikmati masyarakat.
Sebelumnya, pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kedokteran Unpad, Irvan Afriandi, menyatakan, kebersihan air dari warga perlu diperhatikan karena menjadi kebutuhan hidup yang utama. Karena itu, kepastian atas kebersihan dan keamanan air perlu dipastikan sejak dari sumbernya.
Hal ini, ujar Irvan, berlaku bagi minuman kemasan hingga sumber air lainnya. Semua itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan warga.
”Masyarakat perlu memiliki akses air bersih dan terlindungi dari pencemaran. Nasib masyarakat itu ditentukan di mana mereka berada serta dengan struktur yang baik dan terkendali, kebutuhan dasar seperti air bersih bagi masyarakat itu dapat terpenuhi,” ujarnya.