Air Minum Kemasan Galon di Enam Daerah Terkontaminasi Bisphenol-A
Air minum kemasan galon berbahan polikarbonat tercemar Bisphenol-A atau BPA, zat kimia pengeras plastik, yang digunakan untuk memproduksi galon. Dibutuhkan pengawasan produk dan perbaikan sistem demi keamanan.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga membawa galon air untuk diisi ulang di Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/6/2022). Kandungan Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang. Regulasi pelabelan BPA telah diserahkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan. Pelabelan tersebut adalah sebagian dari upaya perlindungan pemerintah atas kesehatan masyarakat.
MEDAN, KOMPAS — Balai Pengawas Obat dan Makanan menemukan kandungan Bisphenol-A atau BPAdalam air minum dalam kemasan polikarbonat di enam daerah melebihi ambang batas yang ditentukan, 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, pada periode 2021-2022. Daerah itu adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Di Medan, ditemukan kandungan BPA dalam air di galon 0,9 ppm per liter.
BPA adalah zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi galon. Paparan berlebih terbukti menganggu sistem tubuh. BPA yang bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon esterogen, sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular, kanker, diabetes, obesitas, penyakit ginjal, serta gangguan perkembangan otak, khususnya tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan dan perbaikan sistem agar lebih 85 juta konsumen tidak terpapar penyakit degeneratif di masa depan.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan Martin Suhendri dalam sarasehan bertema ”Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan Bisphenol A (BPA) pada Air Minum dalam Kemasan (AMDK)”, di Medan, Senin (12/9/2022), mengatakan, cakupan ketersediaan air bersih perpipaan pada 2021 baru 20,69 persen. Hal itu membuat penggunaan air galon masih menjadi kebutuhan banyak warga. Oleh karena itu, penyebaran butuh pengawasan intensif.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan Martin Suhendri
Hasil uji migrasi BPA pada AMDK yang melebihi 0,6 ppm, kata dia, menunjukkan 3,4 persen di antaranya ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Sementara hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan, 0,05-0,6 ppm, menyebutkan 46,97 persen di sarana distribusi dan peredaran serta 30,19 persen di sarana produksi. Adapun uji kandungan BPA pada AMDK melebihi 0,01 ppm, 5 persen di sarana produksi serta 8,6 persen di sarana distribusi dan peredarannya.
Proses pascaproduksi, seperti transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang yang tidak sesuai prosedur, diduga menyebabkan kandungan BPA dalam kemasan galon polikarbonat bermigrasi dalam air. Sebagai contoh, kata dia, galon yang terkena panas atau dibanting-banting.
”Awalnya kandungnya BPA-nya zero, tetapi di lapangan meningkat karena penanganan yang kurang baik,” kata Martin.
Sejauh ini, batas BPA 0,6 ppm pada kemasan plastik polikarbonat ditetapkan dalam Peraturan BPOM Nomor 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan persyaratan batas migrasi BPA pada kemasan plastik polikarbonat di Uni Eropa (2018) yang ditetapkan 0,05 ppm.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya merevisi peraturan BPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, dengan wajib mencantumkan peringatan ”simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” pada kemasan. AMDK yang menggunakan kemasan polikarbonat juga wajib mencantumkan tulisan “berpotensi mengandung BPA”.
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
Para akademisi di Medan membubuhkan tanda tangan untuk mendukung pelebelan bisphenol A pada air minum dalam kemasan, Senin, (12/9/2022).
Dr Evi Naria dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara mengatakan, saat ini, jumlah konsumen air galon mencapai 85 juta. Produksi air minum mencapai 21 miliar liter per tahun dan sebanyak 22 persen diantaranya diproduksi dalam galon. Sejauh ini, 96,4 persen bahan galon adalah polikarbonat tapi kemasan yang bebas BPA baru 3,6 persen.
Sebenarnya, kata dia, jika terminum, sistem ekskresi tubuh akan mengeluarkan BPA dalam waktu 6 jam. Hanya saja, orang minum bisa setiap jam sehingga kandungan BPA terakumulasi. Apalagi, BPA secara cepat dapat diserap sistem pencernaan dan meniru struktur dan fungsi hormon esterogen. Akibatnya, dapat memengaruhi proses tumbuh seperti perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi dan reproduksi, hingga kesuburan.
Selain itu, kandungan BPA berlebih bisa menganggu fungsi hati, kekebalan tubuh, dan otak. Kelompok populasi beresiko tinggi adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kini, banyak negara melarang penggunaan BPA , seperti Perancis, Negara Bagian California di Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, Australia, dan Swedia.
Menurut Evi, untuk mengendalikan BPA, pihaknya merekomendasikan sejumlah pengendalian. Dia menyebut, dibutuhkan regulasi, edukasi, dan studi tentang BPA. Selain itu, diperlukan prosedur operasi standar penanganan produk, pelabelan produk, pemeriksaan kode daur ulang pada wadah plastik, hingga penghindaran produk dari paparan suhu tinggi. Penyimpanan pada suhu 23 derajat Celcius selama 24 jam membuktikan kadar BPA dalam air 0 ppm.
Warga membeli air minum dalam galon di salah satu toko di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (13/1/2022).
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Nia Umar mengatakan, bayi yang diberi makan secara artifisial dapat menelan BPA dosis ganda dari migrasi botol susu dan lapisan timah kaleng susu bubuk. Namun, banyak ibu belum tahu BPA, apalagi dampaknya.
“Ibu-ibu sudah memiliki banyak tantangan sehingga perlu bantuan pemerintah untuk menyadarkan mereka yang tidak paham dan melindungi mereka jangan sampai tahu-tahu sudah terkontaminasi,” kata Nia. Dia menambahkan, BPA adalah polusi yang tidak terlihat sehingga perlu diatur tegas.
Ketua Ombudsman RI Sumut Abyadi Siregar mengatakan, perlindungan masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Pengawasan terus menerus harus dilakukan. UU Keamanan Pangan sudah mengatur perlindungan pangan bagi warga sehingga ada risiko hukum yang semestinya ditanggung produsen.
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
Leiman, Direktur CV Himudo, produsen air dalam kemasan di Medan, Senin, (12/9/2022).
Sejumlah pelaku usaha yang hadir dalam sarasehan itu mendukung langkah yang dilakukan pemerintah untuk menekan dampak BPA. Direktur CV Himudo, salah satu produsen air minum dalam galon di Medan, Leiman mengatakan, perlu dicari solusi terbaik untuk melindungi masyarakat.
”Kami sudah memproteksi dengan due diligence atau uji kelayakan dalam pemakaian galon dengan mewajibkan pihak ketiga yang memproduksi galon mengeluarkan certificate of analysis dan sertifikat BPA free. Kami juga menggunakan galon grade A, bukan produk recycle,”kata Leiman.
Menurut Leiman, pelaku usaha dan para pakar perlu duduk bersama untuk mencari tahu apa penyebabnya dan memelajari bagaimana penanganan pascaproduksi. ”Kami, misalnya, selalu mengalasi produk air kemasan kami dengan karpet,” kata Leiman.
Terkait pelabelan, pihaknya meminta kajian mendalam. Dia juga berharap isi ulang air kemasan juga perlu disertakan dalam kebijakan itu.
Sales Manager PT Tirta Alpin Makmur William mendukung apa pun peraturan pemerintah. Namun, selama ini, tidak pernah ada himbauan terkait BPA itu pada pelaku usaha.
Ke depan, idealnya, perlu dilakukan sistem transportasi tertutup pada AMDK sehingga produk tidak terpapar sinar matahari. Selain itu, penting memberi lapisan penutup pada kemasan dan memberi informasi pada konsumen untuk merawat air dengan baik.