Operasi katarak oleh Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menjangkau mereka yang tak mampu di ujung negeri. Bertahun-tahun hampir tidak bisa melihat karena terhalang katarak, puluhan warga kini bisa menikmati lagi dunia.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
FRANSISKUS PATI HERIN
Petugas menuntun pasien masuk ke ruang operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (16/9/2022). Masuk mengunakan tongkat, setelah operasi pasien keluar tanpa bantuan tongkat.
Sembari dituntun dokter, Lasarus Sila yang berjalan dengan bantuan tongkat masuk ke dalam poliklinik di Desa Humusu Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Jumat (16/9/2022) pagi. Bertahun-tahun lamanya, pria 75 tahun itu nyaris tak bisa melihat lantaran terhalang katarak yang menjalar di bola matanya.
Kurang lebih 15 menit Lasarus selesai menjalani operasi katarak yang dilakukan dokter spesialis mata. Ia kemudian keluar ruangan dengan mata tertutup lensa bening. Langkahnya tak lagi gontai, tanpa tongkat, dan tak perlu dituntun. Sambil merunduk, ia terus berjalan menuju tempat duduk.
Tanpa bicara, Lasarus yang kelilingi keluarganya itu menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Isak tangis pun tak terbendung. ”Saya sedih,” ujarnya. Sedih yang ia maksudkan adalah rasa haru bahagia lantaran kini ia sudah bisa melihat lagi.
Anaknya meminta ia berhenti menangis sebab itu bisa mengganggu proses pemulihan pascaoperasi. Lasarus tetap menangis. Ia baru berhenti setelah ditenangkan dokter Andreas Sofiandi yang memimpin operasi katarak itu.
”Terima kasih, Pak dokter,” ujarnya dengan suara lirih.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Lasarus Sila (75) menangis haru lantaran kembali bisa melihat setelah mengikuti operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (16/9/2022). Kegiatan bakti sosial di perbatasan antara Indonesia dan Timor-Leste itu digelar Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas yang didukung sejumlah pihak termasuk dokter dari Himpunan Bersatu Teguh.
Belasan tahun Lasarus mengalami gangguan penglihatan hingga nyaris buta. Ia pasrah. Pensiunan aparatur sipil negara golongan rendah itu belum sempat melakukan operasi katarak lantaran tak memiliki cukup uang. Untuk satu kali operasi katarak, rumah sakit di NTT mematok biaya hingga Rp 4 juta.
Lama menunggu, datang kabar bahwa akan digelar operasi katarak gratis bagi masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara yang berpusat di Desa Humusu Wini. Desa itu berbatasan langsung dengan Distrik Oeccuse, Timor Leste. Jarak Humusu Wini dengan Kota Kupang, ibu kota NTT, sekitar 245 kilometer dengan waktu tempuh perjalanan darat sekitar 6 jam.
Jumat pagi, Lasarus diantar anaknya dari rumah mereka di Kelurahan Kefamenanu Selatan ke Humusu Wini dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam. Setelah melewati pemeriksaan kesehatan berupa tekanan darah, kadar gula darah, dan pemeriksaan fisik pada mata, Lasarus dinyatakan boleh dioperasi. Kini, ia berangsur bisa melihat lagi.
Perjuangan untuk mengikuti operasi katarak juga dilakukan diikuti Yasinta Mamulak (65) dari Desa Lurasik. Ia bersama beberapa orang menggunakan mobil bak terbuka dengan waktu tempuh ke Humusu Winu selama hampir 3 jam. Mereka baru tiba pada Jumat siang. Lolos pemeriksaan, Yasinta langsung menjalani tindakan operasi.
FRANSISKUS PATI HERIN
Pemeriksaan mata secara fisik sebelum operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (16/9/2022). Hasil pemeriksaan menentukan layak atau tidak dilakukan operasi.
Seperti halnya Lasarus, Yasinta juga mengalami gangguan penglihatan selama lebih dari 10 tahun. Namun, petani itu tidak punya cukup uang untuk biaya operasi katarak.
”Makan saja susah, apalagi bayar rumah sakit. Selama ini saya pasrah saja. Kalau tidak ada operasi ini, mungkin saya tidak bisa lagi melihat untuk selamanya,” kata Yasinta.
Dokter Andreas yang juga Ketua Himpunan Bersatu Teguh itu menuturkan, banyak pasien mengalami penglihatan yang sudah parah lantaran terlambat penanganan. Kondisi itu ia temukan saat membantu operasi katarak di berbagai wilayah Indonesia selama hampir 20 tahun terakhir. Desa Humusu Wini merupakan tempat keempat di NTT yang pernah ia datangi.
Menurutnya, penyebab katarak, antara lain, faktor usia, benturan, dan genetik. Selain itu, juga pola hidup yang tidak sehat.
”Ada yang sering terpapar asap karena mereka masak dan tidur di dalam ruangan yang sama. Belum lagi faktor gizi makanan juga ikut berpengaruh,” ujarnya.
Berharap ada lagi
Operasi kali ini melibatkan lima dokter mata dibantu sejumlah asisten. Hampir semua pasien rata-rata berusia di atas 60 tahun.
Bakti sosial operasi katarak itu digelar Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) selama dua hari, Jumat dan Sabtu. Dari target semula 70 orang, hingga selasai kegiatan, sebanyak 83 pasien terbantu. Di luar itu masih banyak yang tidak bisa menjalani operasi lantaran terkendala kondisi kesehatan. Mereka yang gagal operasi ini berharap ada kesempatan berikutnya.
FRANSISKUS PATI HERIN
Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menggelar operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (16/9/2022). Sumber dana dari yayasan itu adalah para pembaca Kompas.
Menurut Manajer Eksekutif Yayasan DKK Anung Wendyartaka, DKK telah menggelar operasi katarak di berbagai wilayah Indonesia dengan jumlah pasien lebih dari 10.000 orang. Khusus Provinsi NTT dan NTB sebagai daerah dengan penderita katarak terbanyak, kegiatan serupa sudah berlangsung beberapa kali.
Dalam buku berjudul Talang Peduli Indonesia dikatakan, Yayasan DKK mengelola dana yang bersumber dari para pembaca Kompas untuk digunakan dalam berbagai misi kemanusiaan. Selain bakti sosial seperti operasi katarak, Yayasan DKK juga hadir dalam penanggulangan bencana mulai dari tanggap darurat hingga rekonstruksi.
Dokter Theresia Mulowato, Kepala Bidang Pelayanan RSUD Kefamenanu, menuturkan, masih banyak orang yang ingin mendaftar, tetapi dibatasi lantaran waktu pelaksanaan operasi yang berlangsung hanya dua hari. ”Kepala desa dari kampung-kampung menelepon untuk daftar masyarakat mereka, tapi tidak bisa lagi,” katanya.
Dengan asumsi jumlah penderita katarak itu sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk, diperkirakan penderita katarak di Timor Tengah Utara mendekati 5.000 orang. Sayangnya, rumah sakit di ibu kota kabupaten belum bisa melayani operasi katarak lantaran tidak tersedia peralatan yang memadai. Dokter spesialis mata juga tidak ada.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Menteri Sosial Tri Rismaharini menandatangani prasasti peresmian gedung Community Center di Desa Humusu Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (17/9/2022). Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas ikut berpartisipasi dalam pembangunan gedung di perbatasan Indonesia dan Timor Leste itu.
Bagi penderita katarak yang ingin sembuh, mereka harus pergi ke Kota Kupang untuk menjalani operasi dengan biaya yang tidak sedikit. Selain membayar biaya operasi, mereka juga harus menyiapkan biaya tambahan untuk transportasi dan akomodasi di Kupang. Sementara banyak penderita katarak berasal dari keluarga kurang mampu.
Daerah itu merupakan salah satu lumbung kemiskinan di NTT. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Maret 2022 lalu, jumlah penduduk miskin di NTT sebanyak 1.131.620 jiwa atau 20,05 persen dari total jumlah penduduk.
”Makanya operasi gratis seperti ini adalah kesempatan bagi mereka,” ucap Theresia.
Mewakili semua pasien, Theresia menyampaikan terima kasih atas pelaksanaan operasi katarak yang menjangkau masyarakat miskin hingga ke ujung negeri. Mereka yang sudah lama buta kini bisa melihat kembali.