Dana Kemanusiaan Kompas ikut terlibat dalam memajukan daerah yang berbatasan langsung dengan negara Timor-Leste.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KEFAMENANU, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan Indonesia yang dekat dengan negara Timor-Leste terus dilakukan. Tak hanya pemerintah, sejumlah pihak, termasuk lembaga amal dan kemanusiaan, ikut terlibat memajukan beranda negeri. Kerja kolaboratif ini diharapkan menjadi inspirasi lahirnya gerakan di daerah lain dengan melibatkan semakin banyak pihak.
Kolaborasi dimaksud terwujud dengan peresmian sejumlah infrastruktur di Desa Humusu Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini pada Sabtu (17/9/2022). Desa Humusu Wini berbatasan langsung dengan Distrik Oeccuse, daerah enklave negara Timor-Leste.
Infrastruktur yang diresmikan, antara lain, satu unit poliklinik, satu unit community center, dan 20 rumah bantuan sosial. Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK), yang sumber dananya dari pembaca Kompas, ikut berpartisipasi dalam pembangunan itu. Sehari sebelum peresmian, DKK secara khusus melaksanakan bakti sosial operasi katarak bagi 83 orang, melampaui target 70 orang.
Risma menuturkan, ide kolaborasi dengan pemerintah itu muncul ketika dirinya datang ke Humusu Wini untuk meninjau kondisi dampak Badai Seroja pada April 2021. Setahun kemudian, ia lalu mengajak sejumlah pihak datang ke sana pada Maret 2022 untuk menentukan apa saja yang akan dibangun. ”Dan, hari ini saya datang lagi ketiga kalinya untuk peresmian,” ujarnya.
Risma berkali-kali menyampaikan terima kasih kepada sejumlah pihak yang mau bekerja sama untuk memajukan perbatasan. ”Saya percaya, dengan kita bersama-sama dan bergotong-royong, permasalahan kita seberat apa pun, kita bisa menyelesaikannya. Sekali lagi kalau kita bergandeng tangan, tidak ada yang tidak mungkin kita bisa selesaikan,” katanya.
Menurut Risma, poliklinik yang dibangun itu nantinya akan digunakan untuk pelayanan kesehatan warga setempat. Ia memahami, layanan kesehatan bagi warga perbatasan masih harus terus ditingkatkan. Rumah sakit terdekat dengan Humusu Wini berada di Kefamenanu, ibu kota kabupaten. Waktu tempuh ke sana sekitar 1,5 jam.
Sekali lagi, kalau kita bergandeng tangan, tidak ada yang tidak mungkin kita bisa selesaikan.
Sementara Comunity Center disiapkan untuk tempat belajar anak-anak. Akan disediakan perpustakaan dan jaringan internet. Risma berharap anak-anak perbatasan bisa belajar demi meraih mimpi. Di tempat itu juga para ibu penenun bisa mengajarkan generasi muda untuk menenun.
Adapun rumah bantuan sosial diperuntukkan bagi keluarga kurang mampu, yang rumah mereka rusak besar akibat badai Seroja pada April 2021. Rumah berukuran 36 meter persegi itu sudah dilengkapi dengan perabot sehingga siap digunakan. Bahkan, kepada pemilik rumah diberikan tiga kambing untuk dipelihara.
Ketua Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas Tomy Trinugroho mengatakan, Yayasan DKK merasa gembira karena dapat ikut menyalurkan bantuan pembaca Kompas untuk membantu penyelenggaraan operasi katarak di NTT. ”Kami juga merasa senang karena bisa terlibat dalam pembangunan hunian bagi korban badai Seroja dan pusat pembelajaran. Semoga semua bantuan sungguh-sungguh berguna bagi masyarakat,” katanya.
Dalam buku berjudul Dana Kemanusiaan Kompas, Talang Peduli Indonesia dikatakan, cikal bakal berdirinya Yayasan DKK itu ketika harian Kompas membuka dompet bencana alam untuk membantu korban letusan Gunung Galunggung pada April 1982.
Sementara itu, Bupati Timor Tengah Utara Juandi David dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam program pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di perbatasan. Hal ini menunjukkan perhatian yang besar untuk memajukan daerah tersebut.
”Ini membuktikan bahwa paradigma pembangunan sekarang ini tidak lagi Jawa sentris, tetapi sudah menjadi Indonesia sentris. Banyak hal yang kami petik dari kerja kolaborasi seperti ini. Ini menginspirasi kami di daerah untuk berjuang memajukan daerah kami,” katanya.
Imelda Bana (29), penerima bantuan rumah, menuturkan, ketika badai Seroja melanda, rumahnya ambruk. Rumah lama dengan dinding gewang dan atap daun kini dibangun baru dengan dinding bata yang dirancang tahan terhadap gempa dan banjir. Rumah baru itu dibangun dengan biaya sekitar Rp 170 juta.