Siapa Pun Rentan Jadi Peretas Sekaligus Korban ”Bjorka”
Siapa saja bisa menjadi pelaku sekaligus korban peretasan data. Berhati-hati saat berselancar di media sosial bisa menjadi pintu mitigasi utama mencegah dampak buruk praktik itu.
Tuduhan sebagai Bjorka, akun yang diduga membobol data pemerintah, membuat Muhamad Said Fikriansyah (17) kalut. Anak putus sekolah asal Cirebon, Jawa Barat, ini diganggu di dunia maya dan nyata. Padahal, ia hanyalah warga biasa yang juga rentan mengalami peretasan.
Dua malam terakhir, Arif, sapaan Said, sulit tertidur. Akun Instagramnya diserbu ratusan pesan dari warganet. Sebagian besar pesannya berisi tudingan bahwa dirinya adalah orang di balik Bjorka, akun yang diduga meretas data dan dokumen pemerintah, termasuk beberapa menteri.
”Semalam saya belum makan. Saya minta ditemenin teman. Kalau sendirian, kepikiran (tuduhan itu) lagi,” ucapnya, Kamis (15/9/2022), di Desa Klayan, Kecamatan Gunung Jati. Kegalauannya bermula saat akun Instagram volt_anonym menuduhnya sebagai Bjorka, Selasa (13/9).
Padahal, foto pria yang disebut Bjorka tidak mirip dengan Arif. Alamat dan foto rumah Bjorka yang beredar di medsos juga berbeda dengan kediamannya. Kabar yang tersiar, ia tinggal di perumahan elite. Padahal, rumah Arif di dalam lorong yang hanya muat satu sepeda motor.
”Saya bukan Bjorka. Saya juga enggak tahu kenapa di-tag sama akun itu (volt_anonym). Saya juga enggak kenal. Saya sampai bertanya dalam hati. Kok gini,ya?” ujarnya. Arif juga menampik tudingan bahwa dirinya pernah membobol data dari Komisi Pemilihan Umum dua tahun lalu.
Baca Juga: Tuduhan ”Bjorka” terhadap Remaja Cirebon dan Rentannya Peretasan
Ia mengakui pernah bergabung dalam Raid Forums, situs forum diskusi soal pembobolan data internet. Siapa pun bisa masuk ke wadah itu meski tak mengerti tentang peretasan, seperti Arif. Ia curiga dituduh sebagai Bjorka karena ada di grup itu. Belakangan, forum itu tak bisa diakses.
Alih-alih menjelma hacker, Arif justru jadi korban peretasan. Ia sempat kesulitan mengakses Instagramnya sekitar 4 jam. Nama akunnya juga bergonta-ganti. Hingga kemarin, setidaknya tujuh kali akunnya nyaris dibobol. Ia juga menerima pesan e-mail dari orang tak dikenal.
Di sisi lain, pengikutnya terus bertambah sejak dituduh sebagai Bjorka. Pengikutnya melonjak dari sekitar 23.000-an akun menjadi lebih 25.100 akun. Ada juga seorang pengacara yang menawarkan bantuan hukum. Seorang publik figur pun ingin mengundangnya untuk klarifikasi.
”Bro, saya ongkosin ke Jakarta buat klarifikasi, yuk,” begitu kata orang itu.
Akan tetapi, Arif belum menggubrisnya. Baginya, banyak follower bukan yang utama. Justru Arif cemas ketika data pribadinya, seperti alamat, nama orangtua, hingga nomor telepon, beredar luas di medsos.
Baca Juga: Gelombang Peretasan Data Pribadi Sinyal untuk Darurat Kedaulatan Siber
Terganggu
Entah siapa yang mengumbar kabar itu. Namun, ia merasa terganggu di dunia maya dan nyata. Di sejumlah media daring, nama dan fotonya disandingkan dengan Bjorka. Bahkan, ada yang menulis ia sebagai tersangka peretasan. Arif pun sempat menolak kedatangan awak media.
Akan tetapi, Arif membutuhkan ruang klarifikasi. Kepada sejumlah media, ia mengaku tak mengerti soal peretasan.
Rasanya, tidak ada hacker yang memakai nama asli di akun Instagram yang tidak terkunci seperti dirinya. Laptopnya sudah dijual dan komputernya rusak dua bulan lalu.
Sehari-hari, ia cuma belajar edit video dan bikin animasi pakai HP seharga Rp 4 jutaan. Untuk komunikasi dan aktif di medsos, ia menggunakan ponsel bekas berkapasitas RAM kecil seharga ratusan ribu rupiah. Ia memastikan tidak punya akun Twitter seperti Bjorka yang sering mencuit.
Sejak sekolah dasar, Arif kecil sudah akrab dengan gawai dan gim. Hubungannya dengan dunia desain kian lekat saat ia masuk jurusan teknik komputer jaringan sebuah SMK di Cirebon. Ia bahkan diminta membuat film. Namun, baru setahun, ia putus sekolah. ”Ya, pegal aja,” alasannya.
Ia juga tidak ingin memberatkan ekonomi orangtuanya. Ayahnya seorang office boy di sebuah bank, sedangkan ibunya asisten rumah tangga. Saban hari keduanya pulang sore atau maghrib. Tiga bulan terakhir, Arif melanjutkan pendidikan menengah atas melalui paket C.
”Intinya saya bukan Bjorka. Tuduhan ini sangat mengganggu saya. Pesan saya, masyarakat juga harus waspada (jadi korban peretasan),” ucapnya. Belakangan, seluruh unggahan di akun volt_anonym, yang sempat menudingnya sebagai Bjorka, hilang. Foto profilnya juga lenyap.
”Sebenarnya ada rencana mau lapor polisi soal (tuduhan) ini. Namun, sekarang saya mau menenangkan diri dulu,” ujar Arif yang kini sudah mulai menikmati makanan. Malam kemarin, ia belum makan. Ayahnya, Nana Supriatna (42), juga bersyukur anaknya tidak terlalu kalut lagi.
”Saya juga tidak boleh stres karena punya penyakit asam lambung. Sekarang juga masih pengobatan. Dulu, saya jual dua sepeda motor dan tanah untuk biaya pengobatan,” kata Nana yang menjadi ojek daring saat malam. Ia berharap anaknya tak lagi dapat tudingan tak berdasar.
Baca Juga: Dituding sebagai Bjorka, Pemuda Asal Cirebon Bakal Lapor Polisi
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon Kota Ajun Komisaris Perida Apriani mengatakan, pihaknya telah menemui keluarga Arif.
”Dia minta perlindungan karena merasa takut. Sejauh ini kami belum menemukan fakta-fakta (Bjorka) ke yang bersangkutan,” ucapnya.
Meski demikian, pihaknya bakal berkoodinasi dengan Subdit Cyber Polda Jabar untuk mendalami tudingan sebagai Bjorka terhadap Arif. Perida juga berkomitmen menangani kasus peretasan terhadap Arif jika yang bersangkutan melapor ke polisi.
Di tengah tuduhan itu, akun Instagram Ayu Lestari, seorang perempuan jurnalis Cirebon, diduga nyaris diretas setelah meliput kasus Arif.
”Tadi pagi, sekitar pukul 09.50, pas mau buka IG, ternyata akun saya sudah keluar. Padahal, biasanya, langsung masuk ke beranda,” ucapnya.
Dugaan pembobolan akun itu tampak dari tiga laporan yang mencoba masuk ke Instagramnya. Dua perangkat yang mencoba meminta akses masuk itu berasal dari Depok, Jabar. Ia juga mendeteksi sebuah perangkat dari Sulawesi Selatan yang ingin masuk ke akunnya.
”Di pemberitahuan itu ada dua opsi, yaitu ini bukan saya dan ini adalah saya. Saya klik pilihan ini bukan saya. Setelah itu, saya langsung ganti kata sandi,” ujar Riri, sapaannya. Jurnalis media daring ini baru kali pertama mengalami peretasan.
Riri tidak tahu mengapa dirinya nyaris menjadi korban peretasan. ”Mungkin karena efek dari upload (unggah) video klarifikasi Arif. Kan, aku coba kasih tahu ke pengguna medsos di follower aku bahwa dia ini hanya korban, bukan Bjorka,” ujarnya.
Selain menulis beritanya, Riri juga mengunggah informasi itu ke Youtube dan media sosialnya pada Rabu (14/9) sekitar pukul 15.00. Hingga Kamis siang, videonya telah ditonton lebih dari 210.000 kali. Videonya juga mendapatkan lebih dari 1.500 komentar.
Baginya, upaya permbobolan akunnya merupakan ancaman. ”Karena ini data pribadi aku dan semua data dan kerjaan ada di hp (hand phone) saya. Ke depan mungkin harus lebih hati-hati upload konten,” ucap Riri yang tidak berencana melaporkan upaya peretasan itu ke polisi.
Jadi korban
Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Kabupaten Cirebon Ahmad Rofahan menilai, upaya peretasan terhadap Arif dan Riri menunjukkan siapa pun bisa menjadi korban peretasan. ”Pembobolan data bisa menimpa siapa saja. Data ini sangat sensitif,” ucapnya.
Sepanjang 2021, Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) mencatat 193 insiden serangan digital yang dilaporkan. Adapun korban serangan digital secara berturut-turut adalah 50 orang dari kalangan aktivis, 34 warga sipil, 27 mahasiswa, 25 jurnalis dan media, 17 lembaga pemerintah, 12 pegawai swasta, dan 10 organisasi masyarakat sipil (Kompas, 22/4/2022).
Rofahan menuturkan, data bisa diperjualbelikan dan menjadi jalan masuk kriminalitas, seperti penipuan hingga kekerasan seksual. Sayangnya, literasi digital di masyarakat belum optimal. Masih banyak warga yang mengunggah data pribadinya atau orang lain tanpa tahu risikonya.
Data pribadi Arif yang diumbar di medsos menjadi contoh. ”Kita memang penasaran siapa hacker (Bjorka). Namun, kalau kita ikut menyebar data orang (Arif), apa bedanya kita dengan hacker?” ujarnya. Sepertinya, siapa pun bisa menjelma Bjorka sekaligus menjadi korbannya.
Baca Juga: Kemenkominfo dan BSSN Saling Lempar soal Peretasan Bjorka