Tuduhan ”Bjorka” terhadap Remaja Cirebon dan Rentannya Peretasan
Peretasan data bisa mengincar siapa saja. Arif dan keluarga yang tidak tahu apa-apa sudah menjadi korbannya. Dia dituduh Bjorka yang menghebohkan Indonesia.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
Nama Muhamad Said Fikriansyah (17), remaja asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tiba-tiba viral di media sosial. Anak putus sekolah ini dituding sebagai orang di balik akun Bjorka yang mengklaim meretas data pemerintah. Alih-alih jadi hacker, ia justru jadi korban peretasan itu sendiri.
Getaran gawai berkali-kali itu membangunkan Arif, sapaan Said, dari tidurnya pagi itu, Selasa (13/9/2022). Akun Instagram-nya, @muhammadsaidfikriansyah, diserbu berbagai pesan. Isinya, menuduh dirinya sebagai Bjorka yang kerap meretas data pribadi sejumlah menteri.
”Ada yang berkata kasar,” ucap Arif saat ditemui di Desa Klayan, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon, Rabu (14/9/2022) petang. Saking banyaknya, ia sampai tak tahu berapa pesan yang masuk. Jelasnya, kegaduhan itu dimulai sejak akun Instagram volt_anonym menuduhnya sebagai Bjorka.
Padahal, foto pria yang disebut Bjorka tidak mirip dengan Arif. Alamat dan foto rumah ”Bjorka” yang beredar di medsos juga berbeda dengan rumahnya. Kabar yang tersiar, ia tinggal di perumahan elite. Padahal, rumah Arif di dalam lorong yang hanya muat satu sepeda motor.
”Saya bukan Bjorka. Saya juga enggak tahu kenapa di-tag sama akun itu (volt_anonym). Saya enggak kenal. Saya sampai bertanya dalam hati. Kok gini, ya?” ujarnya.
Ia bahkan sempat kesulitan mengakses Instagram-nya sekitar 4 jam. Nama akunnya juga bergonta-ganti.
”Sampai sekarang juga masih ada yang mau bobol IG (Instagram) saya. Sudah tujuh kali,” ucapnya sambil menunjukkan e-mail-nya yang berisi kesalahan kata sandi. Di sisi lain, pengikutnya terus bertambah dari sekitar 23.000-an akun menjadi lebih 24.700 akun.
Ada juga seorang publik figur yang mengiriminya pesan dan mengundangnya untuk memberi klarifikasi. ”Bro, saya ongkosin ke Jakarta buat klarifikasi, yuk,” begitu kata orang itu.
Akan tetapi, Arif belum menggubrisnya. Baginya, banyak follower bukan yang utama. Justru Arif cemas ketika data pribadinya, seperti alamat dan identitas, beredar di medsos.
Entah siapa yang membocorkannya. Namun, ia merasa terganggu di dunia maya dan nyata. Di sejumlah media daring, namanya disebut sebagai Bjorka. Bahkan, ada yang menulis, ia sebagai tersangka peretasan. Arif pun sempat menolak kunjungan awak media. Warga ikut berdatangan.
”Kalau data pribadi tersebar, pasti tidak bisa dihapus lagi. Media seharusnya jangan langsung men-justice,” ujarnya. Arif mencoba melaporkan peretasan yang menimpanya kepada akun Instagram Humas Polres Cirebon Kota. Namun, hingga kini belum ada respons.
Arif mengaku tak mengerti soal peretasan. Rasanya tidak ada hacker yang memakai nama asli di akun Instagram yang tidak terkunci seperti dirinya.
Sehari-hari, ia cuma belajar edit video dan bikin animasi pakai HP seharga Rp 4 jutaan. Laptopnya sudah dijual dan komputernya kini juga rusak.
Sejak sekolah dasar, Arif kecil sudah akrab dengan gawai dan gim. Hubungannya dengan dunia desain kian lekat saat ia masuk jurusan teknik komputer jaringan sebuah SMK di Cirebon. Ia bahkan diminta bikin film. Namun, baru setahun, ia putus sekolah. ”Ya, pegal aja,” alasannya.
Ia juga tidak ingin memberatkan ekonomi orangtuanya. Ayahnya seorang office boy di sebuah bank, sedangkan ibunya asisten rumah tangga.
Saban hari keduanya pulang sore atau magrib. Tiga bulan terakhir, Arif melanjutkan pendidikan menengah atas melalui paket C.
Arif juga ingin fokus menghasilkan rupiah sebagai editor video dan pembuat animasi. Ia berharap bisa mengganti gawainya yang berkapasitas 3 Ram.
Ponsel untuk komunikasi dan medsos itu lelet. Ayahnya membelikan ponel bekas tersebut hanya seharga ratusan ribu rupiah.
”Intinya saya bukan Bjorka. Tuduhan ini sangat mengganggu saya. Pesan saya, masyarakat juga harus waspada (jadi korban peretasan),” ucapnya.
Ayahnya, Nana Supriatna (42), tidak bisa tidur ketika anaknya dituding sebagai peretas. Padahal, ia punya penyakit asam lambung yang rentan kambuh saat stres.
”Sekarang saya juga masih pengobatan. Dulu, saya jual dua sepeda motor dan tanah untuk biaya pengobatan,” katanya.
Nana belum memberitahu soal masalah yang menimpa anaknya kepada istrinya. Ia khawatir, sang istri kaget. Kini, ia dan keluarga berharap anaknya tak lagi diganggu dengan tudingan tak berdasar. Nana yang juga pengendara ojek daring hanya ingin berusaha hidup tenang dan aman.
Niti, Ketua RT 008 RW 002 Desa Klayan, juga tak percaya isu Arif sebagai peretas data pemerintah. ”Anaknya jarang keluar. Paling kalau ke sini beli minum saja terus pulang. Dia juga sedang sekolah paket C,” ucap Niti, yang baru tahu soal tudingan terhadap Arif itu.
Saat dikonfirmasi terkait akun Bjorka adalah warga Klayan, Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar belum bisa memastikan. ”Kami selidiki dulu, ya,” tulisnya singkat.
Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Kabupaten Cirebon Ahmad Rofahan menilai, Arif jadi korban peretasan. ”Kita memang penasaran siapa hacker (Bjorka). Tapi, kalau kita ikut menyebar data orang (Arif). Apa bedanya kita dengan hacker?” ujarnya.
Menurut dia, data pribadi sangat sensitif karena bisa diperjual-belikan. Bahkan, data itu bisa jadi jalan masuk kriminalitas, seperti penipuan.
”Pembobolan data pribadi itu bisa menimpa siapa saja. Jadi, kita harus menjaga data kita sendiri. Literasi digital juga perlu dilakukan,” ujarnya.
Di Indonesia, peretasan bisa menimpa warga hingga sejumlah menteri. Di dunia, menurut laporan Global Data Breach Stats (Surfshark) triwulan III-2022, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang paling banyak mengalami peretasan data setelah Rusia dan Perancis.
Menurut Rofahan, selain perlindungan dari pemerintah, pembobolan data pribadi juga bisa dimulai dari hal kecil. Misalnya, menyobek alamat pribadi di bingkisan belanja daring hingga tidaka mengunggah foto identitas, termasuk kartu vaksin Covid-19.
Ingat, peretasan mengincar siapa saja. Arif dan keluarga yang tidak tahu apa-apa sudah menjadi korbannya.