Setelah Diserang KKB di Pegunungan Bintang, 10 Pekerja Jalan Trans-Papua Dievakuasi
Aparat kepolisian menyelamatkan 10 pekerja jalan Trans-Papua dari aksi teror KKB di daerah pedalaman Pegunungan Bintang. Para pelaku membakar enam alat berat sehingga pembangunan jalan di daerah tersebut terhambat.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Aparat kepolisian mengevakuasi 10 pekerja jalan Trans-Papua dari PT DHR di Kampung Mangabib, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Selasa (13/9/2022). Sehari sebelumnya, kelompok kriminal bersenjata membakar enam alat berat milik perusahaan tersebut dan melepaskan tembakan kepada para pekerja.
Sebelumnya, kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Nason Mimin membakar lima alat ekskavator dan satu alat buldozer sekitar pukul 20.00 WIT. PT DHR menggunakan enam alat tersebut untuk membangun Jalan Trans-Papua di Pegunungan Bintang.
Kelompok Nason juga melepaskan sebanyak enam kali tembakan di lokasi pembakaran enam alat berat. Sebanyak 24 pekerja berhasil melarikan diri. Sementara 10 pekerja lainnya masih bersembunyi di sekitar lokasi kejadian.
Kepala Polres Pegunungan Bintang Ajun Komisaris Besar Cahyo Sukarnito saat dihubungi dari Jayapura mengatakan, tiga tim diterjunkan ke Kampung Mangabib untuk menyelamatkan 10 pekerja PT DHR. Perjalanan dari Oksibil, ibu kota Pegunungan Bintang, ke kampung tersebut memakan waktu sekitar 4 jam.
Cahyo menuturkan, tim membawa 10 pekerja melalui jalur darat dan berhasil tiba di Oksibil pukul 15.25 WIT. Para pekerja pun langsung menjalani pemeriksaan kesehatan di Markas Polres Pegunungan Bintang. Identitas 10 pekerja itu adalah Yohanis Tandi, Vian Bontong, Asun, Renol, Herman Polo, Gerson, Jhopan, Dares, Dirmin, dan Cristian Palembangan.
”Kondisi para pekerja baik-baik saja setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. Hanya terdapat beberapa orang yang mengalami lecet di kaki saat bersembunyi,” kata Cahyo.
Ia menambahkan, para pekerja kini telah kembali ke tempat permukiman yang disiapkan perusahaannya di Kampung Dabolding, Distrik Kalomdol. Kini, situasi di seluruh wilayah Pegunungan Bintang disebut cenderung aman.
”Pembangunan jalan di lokasi tersebut terpaksa dihentikan demi keselamatan pekerja. Selain itu, perusahaan belum dapat melanjutkan pembangunan jalan karena kehilangan enam alat berat yang dibakar kelompok itu,” ujarnya.
Kepala Satuan Kerja Wilayah V Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wamena Ovide Mangontan mengakui terjadi pembakaran alat berat untuk pengerjaan salah satu ruas jalan di Pegunungan Bintang. Ruas tersebut bagian dari jalan Trans-Papua rute Oksibil-Towe Hitam.
Jalan Trans-Papua dengan ruas Oksibil-Towe Hitam sepanjang 10,30 kilometer. Ruas jalan ini akan menghubungkan Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Keerom.
”Saat ini pekerjaan Jalan Trans-Papua untuk sementara dihentikan demi keselamatan para pekerja. Kami masih menunggu informasi kondisi terkini dari pihak keamanan sebelum pengerjaan ruas jalan tersebut kembali dilanjutkan,” kata Ovide.
Juru Bicara Jaringan Damai Papua Yan Christian Warinussy menyesalkan pembakaran terhadap fasilitas publik di Papua yang terus terjadi akhir-akhir ini. Ia menilai, perbuatan pelaku telah melanggar hak asasi manusia, khususnya masyarakat di daerah terisolasi yang sangat membutuhkan fasilitas publik.
Sebelumnya, KKB pimpinan Undius Kogoya membakar barak tempat tinggal milik pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Intan Jaya. Kelompok itu juga terlibat kontak tembak dengan aparat TNI Polri pada 16 Agustus 2022. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Kelompok ini juga membakar satu truk milik PT Putra Dewa Paniai di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, pada 20 Agustus 2022. Truk ini berfungsi mengangkut material pembangunan puskesmas di distrik tersebut. ”Seharusnya KKB atau kelompok lainnya tidak boleh menargetkan fasilitas publik dalam aksinya. Perbuatan mereka akan berdampak besar hilangnya pelayanan publik bagi masyarakat setempat,” ucap Yan.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka Sebby Sambom menegaskan, pihaknya tidak hanya menargetkan aparat keamanan dan warga yang bersembunyi di balik tugasnya sebagai intelijen, tetapi juga fasilitas publik. Aksi ini sebagai wujud penolakan segala program pembangunan oleh Pemerintah Indonesia sembari terus menyerukan referendum bagi Papua.