Sumut Antisipasi Inflasi yang Meroket Setelah Kenaikan Harga BBM
Sumut mengantisipasi kenaikan harga bahan pokok yang bertahan tinggi setelah kenaikan harga BBM. Penyaluran BLT dan percepatan belanja pemerintah menjadi instrumen menggerakkan ekonomi daerah di tengah tekanan inflasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sumatera Utara mengantisipasi kenaikan harga bahan pokok yang masih bertahan tinggi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak. Bantuan langsung tunai dan percepatan belanja pemerintah pun diharapkan menjadi instrumen menggerakkan ekonomi daerah di tengah tekanan inflasi yang meroket.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, di Medan, Senin (12/9/2022), mengatakan, sudah bertemu DPRD Sumut untuk mengambil langkah cepat mengatasi tekanan yang dialami masyarakat akibat kenaikan harga bahan pokok dan energi. ”Harga bahan pokok dan energi memang sedang naik. Sumut masih mengalami inflasi 5,62 persen (secara tahunan hingga Juli),” kata Edy.
Menurut Edy, pembagian bantuan langsung tunai (BLT) yang sedang dilakukan pemerintah diharapkan bisa membantu masyarakat kelompok miskin, pekerja berpenghasilan rendah, dan pekerja sektor transportasi umum. Pemerintah Provinsi Sumut pun akan membagikan BLT untuk pekerja sektor transportasi umum dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil APBD Sumut.
Edy juga mengatakan telah melapor ke DPRD Sumut untuk memaksimalkan penggunaan APBD Sumut bagi bantuan sosial usaha mikro, kecil, dan menengah. Ia pun meminta jajarannya mengalihkan sebagian anggaran perjalanan dinas dan anggaran rapat. ”Ini kami himpun untuk keperluan masyarakat sehingga rakyat yang terdampak bisa sedikit terbantu,” kata Edy.
Sementara itu, sejumlah organisasi mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut dan Kantor DPRD Sumut, Senin. Mereka meminta pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM dan mengendalikan harga bahan pokok yang melambung tinggi.
Puluhan orang dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut pun berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumut. Mereka menyampaikan aspirasi dengan berorasi dan membentangkan spanduk. Massa aksi juga membakar ban.
”Kami menolak kenaikan harga BBM, kenaikan tarif listrik, dan meminta pemerintah mengendalikan harga bahan pokok,” kata koordinator aksi UIN Sumut, Rizky Munthe. Massa aksi yang terdiri atas sekitar 100 orang pun bubar setelah membakar ban.
Sementara itu, harga bahan pokok di sejumlah pasar masih tinggi. Harga daging ayam ras masih bertahan sekitar Rp 35.000 per kilogram, telur ayam Rp 1.800 per butir, dan cabai merah Rp 90.000 per kilogram. Namun, harga minyak goreng kemasan mulai mengalami penurunan dari sekitar Rp 23.000 menjadi Rp 17.000 per liter. Harga minyak goreng curah pun turun dari Rp 12.000 menjadi Rp 10.000 per liter.
Susilowati (45), pemilik warung makanan di Jalan Airlangga, Medan, mengatakan, harga bahan pokok yang melambung tinggi sangat memukul usahanya. ”Modal harian kami bertambah, tetapi enggak bisa naikkan harga karena pelanggan mengeluh semua,” kata Wati.
Wati menyebut, sejak harga bahan pokok naik, omzetnya menurun hampir 50 persen. Ia biasa menjual lontong dan makanan lain dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per porsi. Jika menaikkan harga, omzetnya bisa menurun lebih dalam karena sebagian pelanggannya adalah pekerja kantoran yang terdampak kenaikan harga bahan pokok dan BBM.