Pendaftaran BBM Bersubsidi Lebih Rumit ketimbang Nilai Subsidi
Harga BBM bersubsidi naik, cara membeli pun harus daftar secara daring dengan ponsel pintar. Bagi sebagian warga Kabupaten dan Kota Kupang ini susah sekali karena mereka tak punya ponsel pintar, apalagi surat elektronik.
Mobil pikap dari Oekabiti, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, baru saja menurunkan hasil pertanian di Pasar Oeba, Kota Kupang. Mobil itu bergegas mengisi bahan bakar minyak bersubsidi di sebuah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di samping pasar itu.
Sang sopir kesulitan mengisi pertalite di SPBU itu karena belum mendaftar daring. Pemilik kendaraan lain pun menghadapi persoalan serupa. Mereka ramai-ramai menepikan kendaraan roda empat di rumah demi meluangkan waktu berjuang menaklukkan susahnya mendaftar daring untuk membeli bahan bakar. Padahal, mereka sudah cukup pusing dengan penurunan calon penumpang buntut penyesuaian tarif angkutan seiring harga bahan bakar minyak naik.
Stan pertalite di stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk umum (SPBU) Oeba, Kota Kupang, Senin (12/9/2022), itu cukup ramai. Maklum SPBU itu dekat pasar. Lebih dari 30 kendaraan antre mengisi BBM siang itu.
Tiba giliran Maksi Sonbe (43), sopir mobil pikap dari Oekabiti, Kabupaten Kupang. Iabaru saja menurunkan hasil pertanian hortikultura di Pasar Oeba, Kota Kupang.Ia kaget. Petugas SPBU menanyakan apakah dirinya sudah mendaftar untuk mendapatkan BBM bersubsidi atau belum. Sonbe dengan polos menjawab belum. Ia pun diminta menepikan kendaraan, kemudian menuju ke petugas SPBU lain.
”Di sana ada yang sudah menunggu untuk membantu mendaftar. Tetapi, petugas itu meminta sejumlah dokumen asli kendaraan pikap. Saya hanya bawa fotokopian surat kendaraaan. Kemudian disuruh pulang mendaftar sendiri di rumah dengan bantuan anak, atau bawa dokumenkendaraan pikap asli untuk didaftarkan di SPBU,” kata Sonbe menirukan.
Baca juga: Polisi Temukan BBM Bersubsidi di Timbun di Kota Kupang
Sonbe telah kehabisan pertalite di dalam tangki mobil pikap. Tidak mungkin ia bisa menempuh perjalanan sekitar 50 km pergi ke Oekabiti, kemudian pulang lagi. Ia diusulkan membeli pertamax senilai Rp 14.500 per liter. Sonbe mengikuti.
”Saya beli Rp 100.000, dapat 6 liter lebih pertamax. Sampai di sana, BBM itu kemungkinan pas habis. Nanti, ke Kota Kupang mendaftar, Pertamax ini tidak cukup. Mungkin saya ke salah satu SPBU di Oelamasi, Kabupaten Kupang. Jaraknya sekitar 25 km dari rumah. Tetapi, saya tidak punya ponsel Android,” kata Sonbe.
Pengalaman serupa dituturkan Geradus Bogar (51). Warga kelahiran Sikka, dengan KTP Kelurahan Naioni, Kota Kupang. Ia mengatakan mendapat informasi dari teman sesama sopir mengenai syarat mendaftar untuk mendapatkan pertalite bersubsidi. Harus bawa STNK asli, dan surat pajak terbaru, dan KTP asli.
Ia pun bergegas ke salah satu SPBU di Oepura, Kota Kupang. Namun, Bogar tak menyangka bahwa pendaftaran itu harus menggunakan ponsel pintar yang ia tak punya.
Setelah tiba di SPBU, Bogar terpaksa pulang lagi ke rumahnya, sekitar 30 km dari pinggiran Kelurahan Naioni. Ia tidak memiliki ponsel pintar atau Android. Ia meminjam ponsel anak sulungnya, Asni Bogar, yang masih duduk di bangkus SMA. Ponsel itu selama ini digunakan Asni untuk mengikuti sekolah secara daring.
Baca juga: Pasokan Berkurang, Harga Sayur Merangkak Naik
Orang kampung dipaksa memiliki barang-barang mewah, sementara makan minum saja sulit. Mengapa harus daftar dengan pesyarakatan yang rumit. Orang kampung disamakan dengan orang kota.
Ia pun balik ke SPBU. Tidak cukup sampai di situ. Ternyata, Bogar tidak memiliki e-mail pribadi. Ia diminta pulang untuk buat e-mail pribadi. Petugas itu mengingatkan agar jangan lupa nama surat elektronik (surel) dan kata kuncinya.
”Ini, istilah yang asing bagi beta. Ya, dengan hati jengkel saya pulang lagi ke rumah. Saya minta seorang guru SD di desa itu, Pak Agus, membantu membuatkan e-mail bagi saya,” katanya.
Bogar mengatakan belum juga paham soal surel itu. Ia meminta anak pertamanya ikut. Tiba di SPBU, anakitu membantu memproses pendaftaran BBM subsidi daring.
”Saya tidak punya Facebook atau media sosial lain. Saya hanya pakai ponsel jadul, untuk telepon dan SMS. Konsumen yang butuh sayur dan buah-buahan produksi beta, mereka telepon atau SMS saja,” katanya.
Pada akhirnya, di akhir kerumitan itu, petugas SPBU Oepura pun berhasil mendaftarkan pembelian BBM subsidi daring baginya. Bogar begitu gembira karena bakal mendapat harga BBM bersubsidi, jauh lebih murah dari pertamax.
Ia segera mengisi BBM bersubsidi pertalite senilai Rp 100.000. Akan tetapi, setelah meninggalkan SPBU, jarum pada panel penunjuk volume BBM di tangki kendaraannya tak tidak bergerak lebih jauh. Hitungan Bogar, dengan uang Rp 100.000 itu, setidaknya penunjuk volumen BBM itu naik dua strip. Ternyata kini hanya satu strip.
Baca juga: Harga BBM Naik, Nelayan Makin Sulit Melaut
Ia pun balik ke SPBU. Setelah parkir mobil pikap di luar deretan antrean, ia menghampiri petugas SPBU, ”Berapa harga pertalite subsidi yang didaftar secara online,” katanya.
Petugas itu pun menjawab, ”Rp 10.000 per liter.” Bogar masih tidak percaya. Ia pun bertanya ke konsumen lain yang sedang antre mengisi BBM bersubsidi pertalite. Mendapat jawaban yang sama, ia pun dengan kesal hati meninggalkan SPBU itu.
Ayah tiga anak ini mengatakan, harga BBM pertalite bersubsidi itu hampir sama dengan pertamax Rp 14.500, beda cuma Rp 4.500 per liter. Ia berjuang mendaftarkan BBM bersubsidi itu secara daring dengan harapan bisa mendapatkan BBM di bawah Rp 10.000 per liter.
”Saya tadinya rencana mau beli ponsel pintar untuk mendaftar BBM subsidi ini. Saya batal beli. Lebih baik beli pertalite di Pertamini yang tidak butuh daftar segala. Bedanya cuma Rp 1.500–Rp 2.000 per liter,” kata Bogar.
Mantan TKI Malaysia pada 2016-2019 ini mengaku, jika dirinya tahu harga pertalite bersubsidi Rp 10.000 per liter, ia tidak perlu repot-repot mendaftar. ”Jika hasil panen sawi, kol, tomat, terong, dan cabe masih bisa diangkut dengan sepeda motor, ya pakai sepeda motor saja, kecuali musim hujan,” kata Bogar lagi.
Baca juga: Harga Bahan Kebutuhan Pokok di Kota Kupang Relatif Stabil
Suami dari Silvia ini mengaku, butuh waktu tiga hari mengurus pendaftaran BBM bersubsidi ini. Ia terpaksa meninggalkan tanaman hortikultura tidak disiram, demikian pula ternak sapi delapan ekor di hutan.
”Jika ada penjelasan secara rinci oleh petugas di SPBU soal harga BBM di Pertamini, di SPBU seperti pertamax, pertalite, dan solar, saya memilih beli pertalitedi Pertamini. Di Pertamini tidak perlu daftar. Jumlah stasiun Pertamini pun cukup banyak di jalan-jalan di Kota Kuapang. Pertalite di SPBU ini daftarnya repot sekali,” kata pria jebolan kelas V SD ini.
Ganti sepeda motor
Martina Kireng (48), PNS di Kabupaten Kupang, yang berdomisili di Kota Kupang, mengatakan tidak berani lagi membawa mobil ke kantor di Oelamasi, 45 km dari Kota Kupang. Selain harga pertalite bersubsidi naik, ia juga harus mendaftar secara daring. Ia tidak peduli dengan sistem daftar ini.
Perempuan bujangan ini mengaku lebih memilih menggunakan sepeda motoragar tidak perlu mendaftar daring. Lagi pula, sepeda motor cukup dua liter senilai Rp 20.000, ia sudah bisa pergi-pulang empat kali dari rumah di Kota Kupang ke kantornya di Oelamasi.
”Kita daftar pakai identitas pribadi lagi. KTP, STNK, surat pajak, dan nomor polisi kendaraan roda empat. Semua menggunakan identitas diri. Belum lagi BPJS Kesehatan, STNK, pajak, keanggotaan sebagai PNS, Surat Izin Mengemudi, tabungan di Bank, KTP, dan lain-lain. Semuanya pakai identitas diri secara daring. Sekarang data-data pribadi kita banyak yang diretas,” kata Kireng.
Baca juga: Pengawasan BBM Bersubsidi diperketat
Kendaraan roda empat miliknya pun hanya digunakan saat bepergian pada radius di bawah 10 km, seperti ke tempat ibadah atau tempat terdekat.
”Saya beli pertamax. Meski Rp 14.500 per liter, lebih irit dan mesin mobil tetap terawat, dibanding pertalite. Mendaftar terlalu ribet,” kata Kireng.
Usaha meredup
Yosep Lado (54), pemilik lima unit kendaraan roda empat dengan bahan bakar jenis pertalite. Kendaraan itu selama ini digunakan sebagai travel rute Kupang-Atambua dan Kupang–Kefamenanu. Ia mengaku, dengan adanya kenaikan harga BBM itu, ia terpaksa mengistirahatkan tiga unit kendaraan.
Alasan menghentikan ketiga unit kendaraan mobil itu karena penumpang berkurang. Sebagian besar pelanggan mobil travel selama ini memilih menggunakan bus umum yang tarifnya relatif lebih murah dibanding travel.
Ia menunggu situasi di lapangan. Jika animo masyarakat untuk bepergian ke Atambua dan Kefamenanu dengan mobil travel meningkat, tiga unit kendaraannya akan dioperasikan.
Baca juga: Sopir Angkot Berharap Subsidi BBM Tepat Sasaran
Lado mengaku, kenaikan harga BBM turut menurunkan gairah atau semangat berusaha para pengusaha di bidang transportasi darat dan laut di NTT. Dengan tidak mengoperasikan tiga unit travel mobil Toyota Avanza dan Mitsubishi Expander miliknya, ia pun menghentikan sementara para sopir utama dan sopir cadangan.
”Memang ada penyesuaian tarif angkutan baru. Tetapi, itu tidak membantu kondisi ekonomi masyarakat. Enam sopir dan sopir cadangan saya istirahatkan dulu. Nanti, kalau situasi sudah normal, mereka saya panggil kerja lagi,” kata Lado.
Pemprov NTT bekerja sama dengan Pemkot Kupangmenerjunkan sejumlah petugas ke setiap SPBU untuk membantu masyarakat agar bisa mendaftar untuk dapat mengakses BBM bersubsidi. Namun, itu pun tidak banyak membantu karena sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, seperti surel dan ponsel pintar.
”Orang kampung dipaksa memiliki barang-barang mewah, sementara makan minum saja sulit. Mengapa harus daftar dengan pesyarakatan yang rumit. Orang kampung disamakan dengan orang kota,” kata Lado.