Dua Mantan Santri Ditetapkan sebagai Tersangka, Penyidik Dalami Dugaan Kelalaian Pesantren
Dua mantan santri Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, ditetapkan tersangka kasus penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya AM (17). Penyidik juga mendalami kelalaian pesantren.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
PONOROGO, KOMPAS — Dua mantan santri Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya AM (17), santri di pesantren tersebut. Penyidik juga mendalami peran pesantren dalam kasus kriminal ini untuk mengetahui adanya unsur kelalaian.
Kepala Polda Jatim Irjen Nico Afinta mengatakan, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Polres Ponorogo, serta Bupati Ponorogo.
Dalam pertemuan itu, mereka mendiskusikan dua hal yakni terkait dengan proses penyidikan dan mekanisme edukasi serta upaya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren.
Adapun terkait dengan penyidikan yang tengah berjalan, pihaknya telah mengumpulkan alat bukti, memeriksa saksi-saksi, dan menetapkan dua tersangka pelaku penganiayaan atau kekerasan terhadap korban AM.
“Tersangka berinisial MF (18) dan IH (17) merupakan santri Pesantren Modern Darussalam Gontor. Saat ini keduanya telah dikeluarkan dari pesantren,” ujar Nico, Senin (12/9/2022).
Dia menambahkan, penyidik terus mengumpulkan barang bukti untuk mengetahui apakah ada indikasi keterlibatan pihak lain selain kedua tersangka. Pihaknya juga sudah melakukan ekshumasi atau otopsi yang menjadi bahan kelengkapan penyidikan.
Selain itu, pihak keluarga korban juga berencana datang ke Ponorogo. Kesempatan itu akan dimanfaatkan oleh penyidik untuk meminta informasi yang diperlukan guna melengkapi alat bukti.
Nico mengatakan, dalam penyidikan yang tengah berjalan saat ini, penyidik mendalami bagaimana tanggung jawab pondok terkait dengan kejadian kekerasan santri tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, korban santri AM meninggal pada 22 Agustus 2022.
Tersangka berinisial MF (18) dan IH (17) merupakan santri Pesantren Modern Darussalam Gontor. Saat ini keduanya telah dikeluarkan dari pesantren (Nico Afinta).
Namun, pihak Pesantren Modern Darussalam Gontor baru melaporkan ke kepolisian tentang kejadian kekerasan yang menyebabkan meninggalnya santri AM pada 5 September 2022. Artinya, ada jarak atau jeda waktu yang cukup lama, yakni dua minggu.
Nico mengatakan, akan mendalami apa saja upaya yang dilakukan oleh pondok pesantren dan apa yang dilakukan oleh pengasuhnya.
”Surat administrasi apa saja yang sudah dikeluarkan (oleh pesantren) sehingga akan melengkapi penyidikan yang sedang berjalan dan dikaitkan dengan dugaan apakah mereka menghalang-halangi penyidikan atau berupaya menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Menurut dia, sesuai dengan prosedur penanganan orang yang meninggal, harus diketahui penyebabnya dan siapa yang melakukan. Penyidik mengharapkan kerja sama dengan semua pihak sehingga masalah ini bisa menjadi terang dan proses penegakan hukum berjalan semestinya.
Pencegahan
Selain membahas tentang perkembangan penanganan secara hukum, pertemuan yang berlangsung di Ponorogo itu juga membicarakan tentang mekanisme edukasi dan pencegahan supaya hal serupa tidak terjadi kembali khususnya di lembaga pendidikan yang ada di wilayah Jatim.
Polda Jatim akan berupaya membangun kerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait lainnya dengan cara membentuk satgas perlindungan perempuan dan anak.
Satgas diperkuat oleh sejumlah institusi lintas sektor seperti dinas sosial, Kementerian Agama, dinas pemberdayaan perempuan dan anak, serta lembaga swadaya masyarakat.
”Dalam satgas ini kami mengedepankan kemudahan memberikan informasi. Caranya menyebarkan nomor telepon yang bisa dihubungi setiap waktu (hotline) sehingga korban kekerasan bisa segera melapor dan kepolisian bisa segera menindaklanjuti laporan tersebut,” ucap Nico.
Polda Jatim mengharapkan setiap lembaga pendidikan mematuhi prinsip perlindungan terhadap anak dalam hak memperoleh pendidikan tanpa kekerasan. Hal ini bisa dibentuk atau didapatkan dengan peran aktif dari lembaga pendidikan, orangtua wali murid, ataupun anak-anak yang tengah mengikuti pendidikan.
Nico menambahkan, pola hubungan senior dan yunior juga harus mendapat perhatian serius dalam sistem pengasuhan, terutama di pesantren, sehingga anak-anak bisa memperoleh pendidikan yang wajar tanpa ada tekanan atau kekerasan.
Menurut dia, pendidikan tanpa kekerasan penting untuk mencetak anak-anak yang berilmu pengetahuan dan punya akhlak baik agar kelak berguna bagi bangsa dan negara.
Kepala Polres Ponorogo Ajun Komisaris Besar Polisi Catur Cahyono Wibowo mengataka, kasus kekerasan terhadap santri AM bermula saat korban bersama dua temannya menjadi panitia dalam perkemahan Kamis-Jumat (11-12 Agustus 2022) dan berlanjut 18-19 Agustus.
Setelah acara pada 20 Agustus 2022, korban AM dan dua temannya mengembalikan perlengkapan perkemahan yang dipinjam dari bagian perlengkapan organisasi kepramukaan di Gontor. Selanjutnya pada 21 Agustus korban bersama temannya dipanggil oleh bagian perlengkapan karena ada peralatan yang belum dikembalikan.
Korban AM mendapat kekerasan pada 22 Agustus bersama dengan dua korban lainnya. Adapun pelaku sebanyak dua orang yang merupakan santri senior. Korban AM sempat dilarikan ke IGD Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, tetapi nyawanya tidak tertolong.
”Kedua pelaku dijerat Pasal 80 Ayat 3 juncto Pasal 76 C UU tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 Ayat 2 ke 3 Huruf e KUHP. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara,” ujar Catur.