Berulang Kali Ditindak, Angkutan Batubara di Jambi Terus Membandel
Meski telah dikenai sanksi penghentian sementara, sebagian perusahaan batubara dan transportir kembali melanggar. Sejak Agustus, penerapan sanksi tak pernah dilakukan lagi meskipun pelanggaran masih terus berulang.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Meski telah berulang kali dilarang dan ditindak, angkutan batubara masih saja bandel melanggar aturan jam operasional. Larangan melintas di jalan umum pada pukul 06.00-18.00 WIB terus dilanggar.
Kepala Kepolisian Resor Batanghari Ajun Komisaris Besar Hasan mengatakan, pelanggaran yang terus berulang telah sangat meresahkan masyarakat. Hampir setiap hari teguran maupun penindakan tilang dilakukan, tetapi angkutan batubara terus nekat melintas. Pelaporan pada Kementerian ESDM perihal pemegang IUP dan jasa transportir batubara yang bandel juga telah dilakukan, tetapi hasilnya memberi efek jera pada perusahaan.
Minggu (11/9/2022), sebanyak 13 angkutan batubara kembali digelandang ke markas Polres Batanghari. ”Seluruh angkutan batubara yang melanggar ini kami tahan di polres selama sebulan. Tidak bisa beroperasi,” kata Hasan.
Setiap hari, lanjut Hasan, banyak warga mengeluh dan melaporkan keresahan terkait berbagai pelanggaran dalam pengangkutan hasil tambang batubara dari mulut tambang menuju Pelabuhan Talang Dukuh. Angkutan yang bandel umumnya berasal dari mulut-mulut tambang di wilayah Kotoboyo, Batanghari.
”Masyarakat sudah sangat resah. Setiap hari muncul laporan kepada kami soal angkutan batubara yang melintas siang hari, atau terjadi kecelakaan disebabkan angkutan batubara,” katanya.
Sebagaimana diatur Menteri Energi Sumber Daya Mineral dan juga Gubernur Jambi, seluruh pemegang izin usaha pertambangan, izin usaha jasa pertambangan, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara harus mematuhi ketentuan jam operasional. Isinya, distribusi hasil tambang dari mulut tambang menuju pelabuhan hanya boleh melintasi jalan negara dari pukul 18.00 hingga 06.00 WIB. Pagi hingga sore hari, angkutan batubara dilarang melintas.
Pemegang izin yang melanggar akan dikenai sanksi penghentian operasional sementara waktu hingga pencabutan izin.
Pelanggaran atas aturan tersebut dikenakan bagi para pemegang izin usaha berupa peringatan, denda administratif, hingga pembekuan dan pencabutan izin. Seluruh aturan ini telah berlaku April lalu dalam Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM Nomor 4E Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor untuk Kegiatan Pengangkutan Mineral dan Batubara di Provinsi Jambi. Surat edaran serupa dikeluarkan Gubernur Jambi Al Haris, April lalu, mengatur hal yang sama.
Namun, seluruh aturan cenderung diabaikan. Sejumlah perusahaan IUP diketahui sengaja membiarkan angkutan-angkutannya tetap melintas pada siang ini. ”Temuan ini kami laporkan ke Polda Jambi untuk selanjutnya diteruskan ke Kementerian ESDM,” katanya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menegaskan, para pemegang izin harus menaati aturan terkait jam operasional, kebijakan afiliasi, hingga larangan membeli bahan bakar minyak bersubsidi bagi angkutan batubara.
”Pemegang izin yang melanggar akan dikenai sanksi penghentian operasional sementara waktu hingga pencabutan izin,” katanya.
Hasilnya, sepanjang Juni 2022, sebanyak 34 pemegang IUP dan jasa transportir dikenai sanksi penghentian sementara oleh Kementerian ESDM. Namun, sepuluh perusahaan di antaranya malah mengulang pelanggaran sehingga dikenai lagi sanksi penghentian sementara kedua. Sejak Agustus, penerapan sanksi tak pernah diterapkan lagi meskipun pelanggaran masih terus berulang.
Warga Muara Tembesi, Hasman, meminta negara tegas bersikap. Tak mungkin menyerahkan sepenuhnya persoalan itu pada tindak tilang. Pemerintah harus berani bersikap tegas kepada perusahaan yang terus-menerus melanggar.
”Sebab, itu sudah sangat mengganggu kepentingan masyarakat umum,” katanya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batanghari Henry Jumiral sebelumnya melayangkan surat kepada sembilan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Batanghari. Dalam suratnya, Hendry menyebut hasil pengawasan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan mengenai kegiatan pertambangan batubara di areal kerja sembilan perusahaan tadi, khususnya pada kegiatan penumpukan (stockpile) belum memiliki legalitas. Di antaranya belum ada izin lokasi dan izin lingkungan.