Diperlukan Kebijakan Konkret untuk Dorong Produk Lokal
Kebijakan konkret yang dapat mendorong penggunaan produk lokal dibutuhkan sehingga ada mekanisme pendorong bagi pemerintah daerah ataupun lembaga untuk benar-benar menyerap produk lokal.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan konkret dan indikator penilaian kinerja pemerintahan yang jelas menjadi salah satu cara mengakselerasi penggunaan produk lokal melalui anggaran pemerintah pusat ataupun daerah. Mekanisme reward and punishment juga dapat dilakukan untuk mengawal penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini penting untuk memastikan optimalisasi produk lokal itu betul-betul terasa dampaknya.
Pemerintah saat ini melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga telah memudahkan pendaftaran produk lokal ke dalam e-katalog pemerintah ataupun lokal. Solusi pembayaran melalui kartu kredit pemerintah juga dirancang untuk memudahkan pembayaran produk lokal yang dihasilkan oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi. Di samping itu, ada pendampingan rutin yang dilakukan setiap hari dari LKPP kepada pemerintah daerah untuk pendaftaran e-katalog.
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi, Senin (5/9/2022), mengatakan, upaya mendorong produk lokal itu harus diwujudkan ke dalam kebijakan yang konkret. Kalau perlu, ada aturan ketat yang menyatakan sekian persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) digunakan untuk membeli produk lokal.
”Payung hukum yang konkret mengatur secara teknis, misalnya, dalam peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengharuskan alokasi anggaran untuk produk lokal sekian persen, dan itu nantinya dapat dievaluasi. Kemendagri sebagai pembina pemerintah daerah juga dapat menjadikan alokasi anggaran untuk produk lokal itu sebagai indikator mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah,” katanya.
Dengan payung hukum yang jelas itu, menurut Badiul, akselerasi dalam optimalisasi penggunaan produk lokal dapat lebih dilakukan. Sekalipun hasil dari upaya ini tidak dapat seketika dirasakan, dukungan konkret pada produk lokal akan berdampak signifikan pada perbaikan ekonomi lokal ataupun nasional. ”Kebijakan ini seharusnya juga tidak berlaku hanya untuk pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat,” ucapnya.
Berdasarkan pengalaman selama ini, UMKM dan produknya menyumbang besar bagi perekonomian nasional. Belajar dari krisis ekonomi 1998, penopang perekonomian paling kuat adalah UMKM. Artinya, kebijakan pemerintah untuk mendorong produk lokal hasil UMKM dan koperasi sudah tepat.
Di sisi lain, mekanisme reward and punishment dapat juga dilakukan untuk mengakselerasi kebijakan pro produk lokal. Pemerintah pun memiliki skema dana insentif daerah (DID) yang diberikan kepada daerah atas kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintah, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat. Skema ini dapat digunakan untuk memicu daerah berlomba-lomba memakai produk lokal.
”Pemerintah memiliki tolok ukur mana daerah yang optimal menggunakan produk lokal, dan mana yang tidak. Hal itu akan berdampak pada besaran DID yang diberikan. Kebijakan ini lebih konkret, dan ada indikator untuk menjalankan mekanisme reward and punishment,” kata Badiul Hadi.
Selaras dengan kebijakan pemerintah mengatur kembali subsidi bahan bakar minyak (BBM), lanjut Badiul, ada bantalan sosial sekitar Rp 24 triliun yang seharusnya dapat juga didorong untuk dialokasikan kepada optimalisasi produk lokal.
Upaya perbaikan
Dalam diskusi City Leaders Community-Kompas Collaboration Forum (KCF) bertajuk ”Mengoptimalkan Pemanfaatan Produk Lokal demi Pemulihan Ekonomi dan Antisipasi Resesi”, yang merupakan kerja sama antara harian Kompas dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Sabtu (3/9/2022), sejumlah kepala daerah masih mengeluhkan pendaftaran produk lokal ke e-katalog yang dikelola LKPP.
Wali Kota Pangkal Pinang Maulan Aklil, misalnya, mengaku belum mengetahui prosedur dan persyaratan produk pelaku usaha lokal di e-katalog. Padahal, Maulan ingin produk-produk lokal di wilayahnya bisa masuk ke e-katalog. ”Ke depan, kami akan mencoba berkoordinasi dengan LKPP agar lebih banyak produk-produk lokal kami yang masuk ke e-katalog. Kota Pangkal Pinang itu (kota) perdagangan, jasa, dan industri, jadi pasarnya bagus,” katanya.
Terkait hal ini, Ketua LKPP Abdullah Azwar Anas menuturkan, pihaknya berupaya menyederhanakan mekanisme pendaftaran produk lokal dalam e-katalog. Upaya itu diwujudkan dengan adanya pemangkasan sejumlah prosedur. Setiap harinya, LKPP melakukan sosialisasi terkait optimalisasi penggunaan e-katalog melalui rapat daring.
Selain itu, LKPP juga membuka kanal konsultasi gratis yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah. Jika diperlukan, petugas dari LKPP siap datang ke daerah-daerah untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan e-katalog.
”Semula, prosedur pendaftaran ada delapan tahap, kini dipangkas jadi dua tahap sehingga tidak ada lagi penumpukan di LKPP karena ada proses negosiasi sudah tidak ada, tinggal mengikuti harga sesuai mekanisme pasar saja,” ujar Anas.
Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie mengatakan, Pemkot Singkawang mendukung peningkatan konsumsi produk lokal. Oleh sebab itu, pihaknya akan mengakselerasi produk-produk Singkawang agar masuk ke e-katalog sehingga bisa dipasarkan lebih luas. Melalui program tersebut, penggunaan produk dalam negeri tidak akan sekadar slogan, tetapi ada langkah nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Pemkot Singkawang mendukung upaya LKPP menjemput bola dan memberikan pendampingan bagi pemda yang ingin memasukkan produk-produk ke e-katalog. Langkah itu akan mempermudah pemda dan pelaku usaha lokal untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Bahkan ada potensi peningkatan investasi jika produk-produk yang dipasarkan melalui e-katalog mendapatkan pasar yang lebih luas.
Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan, pihaknya akan memanfaatkan pemangkasan prosedur yang dilakukan LKPP untuk menambah jumlah produk lokal yang masuk dalam e-katalog. Jaya Negara juga akan mendorong pelaku usaha, khususnya pelaku usaha makanan yang selama ini enggan masuk e-katalog LKPP karena proses pembayaran yang memerlukan waktu lama.
”Penjual makanan itu rata-rata butuh fresh money yang segera untuk keperluan produksi selanjutnya. Kalau masuk e-katalog, kadang-kadang, uang hasil penjualan itu baru mereka terima sebulan atau dua bulan setelah produknya terjual,” ucapnya.
Soal ini, Anas mengatakan, pemerintah pada Oktober mendatang akan meluncurkan Kartu Kredit Pemerintah Domestik untuk mempercepat dan memudahkan pembayaran kepada pelaku usaha. Dengan adanya kartu kredit tersebut, pelaku usaha langsung bisa menerima pembayaran setelah produknya dibeli. Kondisi itu akan membuat perputaran uang di masyarakat lebih cepat. ”Kartu Kredit Pemerintah Domestik ini akan dipegang oleh para Pejabat Pembuat Komitmen. Mulai Oktober, mudah-mudahan sudah bisa dipakai di semua daerah,” kata mantan Bupati Banyuwangi ini.