Penguatan produk lokal menjadi salah satu cara untuk menjaga momentum positif perbaikan ekonomi nasional pacapandemi. Hal ini antara lain dilakukan dengan mendorong kemudahan masuknya produk lokal ke dalam e-katalog.
JAKARTA, KOMPAS – Momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang positif, sebagaimana tergambar di dalam kuartal II 2022, sebesar 5,44 persen, dapat dijaga dengan optimalisasi penggunaan produk dalam negeri yang diproduksi oleh usaha mikro kecil dan menengah serta koperasi. Optimalisasi produk lokal di daerah-daerah akan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional, dan mendorong pembukaan lapangan kerja.
Peran pemerintah daerah dalam mendorong penggunaan produk dalam negeri (PDN) atau produk lokal sangat penting. Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan secara khusus dalam penggunaan produk lokal ini dalam berbagai kesempatan. Melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 juga diatur agar 40 persen belanja pemerintah digunakan untuk produk UMK dan koperasi.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi kebijakan ini. Salah satunya dengan kemudahan pendaftaran di e-katalog yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kini, pendaftaran produk UKM dan koperasi di e-katalog pemerintah maupun e-katalog lokal dapat dilakukan hanya dengan dua tahapan, dari yang sebelumnya delapan hingga sembilan tahapan. Produk cukup didaftarkan di dalam e-katalog dan dapat langsung ditayangkan, tanpa melalui verifikasi dan birokrasi administratif lain.
Di dalam diskusi Kompas Collaboration Forum (KCF) City Leaders Community #APEKSInergi bertajuk “Mengoptimalkan Pemanfaatan Produk Lokal demi Pemulihan Ekonomi dan Antisipasi Resesi, yang digelar Harian Kompas bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Sabtu (3/9/2022), di Kota Bogor, Jawa Barat, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno menyebutkan, pemerintah akan terus mengakselerasi penggunaan produk lokal. Ekosistem pengembangan UMKM sebagai penghasil produk lokal akan dikembangkan, dan dipastikan bagaimana produk mereka dapat masuk ke dalam e-katalog untuk dikurasi dan diakselerasi.
“Tidak hanya berhenti di sini, sebab ini perlu keberlanjutan. Pemerintah akan memberikan stimulus-stimulus,” katanya, yang menambahkan, pemerintah akan “all out”, dan mendampingi pemerintah daerah, termasuk kota-kota di Tanah Air dalam bimbingan teknis pemanfaatan e-katalog.
Pemkot juga diminta agar tidak ragu-ragu dalam menggunakan e-katalog dalam pemanfaatan produk lokal. Sebab, pemerintah telah mengeluarkan payung hukum, yakni Instruksi Presiden Nomor 2/2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Sandiaga menekankan, kebijakan penggunaan produk lokal juga dilakukan oleh banyak negara lain di dunia, seperti China dan Amerika Serikat, untuk mendorong ekonomi dalam negeri.
Ketua LKPP Azwar Anas yang juga hadir dalam diskusi itu mengatakan, pemkot kini tidak perlu bingung lagi untuk mendaftarkan produknya ke dalam e-katalog pemerintah maupun e-katalog lokal. Sebab, tahapannya kini dipermudah, dan tidak ada lagi negosiasi harga. “Harga kini mengikuti rata-rata pasar. Kalau ada harga yang lebih tinggi dari harga pasar, produk itu akan dibekukan,” katanya.
Saat ini, LKPP juga membekukan sekitar 13.000 produk impor di dalam e-katalog. Untuk memudahkan pembayaran, pemerintah pada Oktober, tahun ini, juga akan meluncurkan kartu kredit pemerintah. Selama ini, kendala dalam pembelian barang/jasa produk UMKM dan koperasi ialah harus dibayar tunai secepat mungkin. Adapun pengaturan anggaran daerah tidak memungkinkan itu dilakukan. Pengadaan kartu kredit pemerintah ini, menurut Anas, akan menjadi solusi pembayaran bagi pemerintah daerah dalam menggunakan produk lokal.
Penggunaan produk lokal pun secara nyata mendukung pertumbuhan ekonomi. Jika transaksi produk lokal mencapai Rp 400 triliun saja, lanjut Anas, dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi sekitar 1,71 persen. Saat ini, pemerintah menargetkan nilai transaksi produk lokal mencapai Rp 600 triliun.
Pemerintah juga akan menerapkan mekanisme reward and punishment dalam optimalisasi produk lokal oleh pemerintah daerah. Anas mengatakan, saat ini ada lebih dari Rp 1.200 triliun belanja pemerintah yang dapat menjadi peluang pasar bagi produk lokal UMKM dan koperasi.
Perlu roadmap
Ketua Apeksi yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, akselerasi kebijakan pusat itu perlu dilakukan di daerah. Kota-kota di Indonesia yang tergabung di dalam Apeksi siap mengawal kebijakan itu. Ia mencontohkan Bogor yang mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) mengenakan pakaian Sunda setiap Kamis, dan batik setiap Jumat. Namun, ada usulan juga agar Selasa dapat mengenakan pakaian kasual yang merupakan produk lokal. Jika 8.000 ASN di Kota Bogor, misalnya, mengenakan produk lokal dari kaki sampai ujung kepala, ia memperkirakan akan ada transaksi sedikitnya Rp 3,5 miliar.
Namun, untuk memungkinkan hal ini, menurut Bima, harus ada peta jalan yang jelas dan dikawal bersama dari hulu ke hilir dalam penguatan produk dalam negeri. “PR kita adalah punya roadmap TKDN (tingkat komponen dalam negeri), mulai dari perencanaan, penganggaran, dan evaluasi peraturan-peraturan kepala daerah,” katanya.
Sejumlah wali kota mengatakan masih perlu sosialisasi mengenai produk dalam negeri ini. Spesifikasi produk yang belum sesuai ketentuan juga dikhawatirkan mneyalahi aturan. “LKPP bisa memfasilitasi regulasi untuk mmebentengi kondisi seperti MOU LKPP dengan Kapolri atau Kejaksaan, karena kami khawatir melanggar aturan,” kata Helldy Agustian, Wali Kota Cilegon.
Wali Kota Tarakan Khairul mengatakan, sosialisasi mengenai produk dalam negeri dan keharusan 40 persen anggaran untuk belanja produk lokal harus lebih dimasifkan. Sebab, belum semua daerah memahami hal itu. Di Tarakan sendiri, sebagian besar produk yang telah masuk ke dalam e-katalog baru berupa produk makanan, sedangkan untuk produk lain belum. Ada sekitar 1.000 produk lokal Tarakan yang ada di e-katalog.
Wali Kota Singkawang Tjhai Cui Mie mengatakan, digitalisasi produk lokal terus dilakukan. Mereka membuat platform digital yang memuat informasi tentang produk, harga, termasuk lokasi pembelian produk-produk lokal dari Singkawang. Bahkan ia pun menerapkan penggunaan produk lokal untuk seragam pegawai, yakni Batik Tidayu untuk Kamis dan Batik Nasional setiap Jumat.
Namun demikain, ia mengakui produk-produk lokal Singkawang belum optimal ada di e-katalog pemerintah. Oleh sebab itu, Tjhai pun menegaskan komitmennya untuk meningkatkan penetrasi produk-produk lokal ke e-katalog agar pasar produk-produk tersebut semakin luas dan tidak hanya dikonsumsi oleh Pemkot Singkawang.
"Kami akan meningkatkan tim agar bisa memasukkan lebih banyak produk kami ke LKPP," ucapnya.
Atasi hambatan
Dihubungi terpisah, Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman menilai, ada beberapa hambatan yang mengakibatkan penggunaan produk lokal masih belum optimal. Pertama, pola pikir pemda terhadap produk lokal yang terkadang kualitasnya kalah dibanding produk impor. Hal ini justru menghambat berkembangnya produk lokal karena tidak maksimal diserap oleh pasar, bahkan oleh pemdanya sendiri.
Selanjutnya, legalitas produk yang diproduksi pengusaha lokal seringkali belum tuntas. Ada sebagian pelaku usaha yang enggan mengurus perizinan sehingga mereka tidak bisa memasarkan produknya melalui e-katalog.
Sementara dari sisi kebijakan belum mengatur terlalu tegas, teruama kebijakan keuangan daerah karena masih sebatas imbauan sebab implementasinya akan lebih baik jika diatur dalam kebijakan. Pemerintah pusat perlu memberikan insentif bagi pemda yang menyerap APBD untuk 40 persen hingga 60 persen produk lokal sehingga pemda akan berlomba-lomba menggunakan produk lokal agar mendapat tambahan insentif. "Pemda akan lebih berinovasi menyerap produk lokal jika mendapatkan insentif," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengingatkan agar Pemda turut membantu meningkatkan kapasitas pelaku usaha lokal. Pendampingan sejak produksi hingga pemasaran harus diberikan agar memberikan produknya memiliki nilai tambah. Selain itu, kualitas produk yang baik akan membantu pelaku usaha bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat.