Puan Minta Tanam Padi Dua Kali Setahun, Petani Sebut untuk Sekali Tanam Pun Pupuk Tak Cukup
Petani di Toba keluhkan krisis pupuk yang membuat produksi padi anjlok bahkan sering gagal panen. Untuk sekali tanam dalam setahun pun, pupuk kurang. Petani menanggapi Ketua DPR Puan Maharani yang meminta tanam dua kali.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
BALIGE, KOMPAS — Warga di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, mengeluhkan krisis pupuk yang membuat produksi padi mereka anjlok bahkan sering gagal panen dalam beberapa tahun ini. Hal itu disampaikan petani saat menanggapi permintaan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Puan Maharani yang meminta petani menanam padi dua kali dalam setahun. Untuk sekali tanam pun, pupuk bersubsidi tidak cukup.
”Saya sudah keliling dari Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, hingga Toba. Semua petani mengeluhkan masalah pupuk mulai dari petani cabai, jagung, padi, bawang, dan kopi. Masalah pupuk ini akan saya bawa ke Jakarta,” kata Puan dalam kunjungan kerja ke Desa Baruara, Kecamatan Balige, Toba, Jumat (2/9/2022).
Dalam kunjungannya ke Toba, Puan meminta petani agar menanam padi dua kali dalam setahun karena sebagian besar petani di kawasan Danau Toba menanam padi masih sekali dalam setahun. Ia pun membagikan bibit padi yang bisa dipanen lebih cepat. Peningkatan produksi pangan disebut sangat penting untuk menjaga pasokan dan harga pangan di tengah tekanan inflasi.
Puan mengatakan, ia akan meminta langsung kepada pemerintah agar persoalan krisis pupuk diatasi. Program tanam padi dua kali setahun akan sulit dilakukan jika pasokan pupuk bersubsidi tidak cukup dan pupuk nonsubsidi harganya melambung tinggi.
Puan pun mendorong pemerintah agar mencari alternatif, seperti membangun pabrik pupuk organik. Menurut Puan, pupuk organik ini bisa menutupi sebagian kekurangan pupuk bersubsidi yang terjadi saat ini.
Ronal Tambunan (53), Ketua Kelompok Tani Bersatu dari Desa Baruara, mengatakan, krisis pupuk yang terjadi di kawasan Danau Toba sangat memukul petani. Apalagi, sebagian besar penduduk di sana bergantung pada pertanian. Menurut Ronal, mereka akan sangat sulit menanam padi dua kali setahun jika masih terjadi krisis pupuk.
”Jangankan untuk tanam dua kali, untuk tanam sekali setahun pun, kami kekurangan pupuk. Sementara pupuk nonsubsidi harganya selangit,” kata Ronal.
Ronal menyebut, krisis pupuk yang dihadapi petani dari waktu ke waktu semakin dalam sehingga membuat produksi padi mereka terus menurun. Padahal, Kabupaten Toba merupakan salah satu sentra penghasil padi di Sumut. ”Kami sebut krisis pupuk karena pasokan pupuk bersubsidi tidak cukup, datang tidak tepat waktu, dan pupuk nonsubsidi harganya sangat mahal,” katanya.
Jangankan untuk tanam dua kali, untuk tanam sekali setahun pun, kami kekurangan pupuk. Sementara pupuk nonsubsidi harganya selangit.
Setiap keluarga di kawasan Danau Toba rata-rata mempunyai setengah hektar sawah dengan kebutuhan pupuk urea sekitar 250 kilogram (lima karung) untuk sekali tanam. Sementara setiap keluarga hanya bisa mendapat sekitar dua karung pupuk bersubsidi setahun dengan harga Rp 125.000 per karung. Mereka pun harus membeli tiga karung pupuk urea nonsubsidi yang harganya sekitar Rp 500.000 per karung.
”Itu baru satu jenis pupuk saja. Kami pun harus memakai beberapa jenis pupuk lainnya, seperti NPK, SP-36, ZA, KCL, dan lainnya. Belum lagi untuk tanaman lain, seperti jagung dan sayur-sayuran,” kata Ronal.
Kepala Desa Hinalang Bagasan Andi Jonson Siahaan mengatakan, di desa mereka bahkan sering sekali petani gagal panen karena pupuk untuk sawahnya tidak cukup atau terlambat mendapat pupuk. Petani pun tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi yang harganya terus meroket. ”Penyaluran pupuk bersubsidi ini juga harus diawasi lebih ketat karena kami tahu banyak peruntukannya yang diselewengkan,” kata Andi.
Bupati Toba Poltak Sitorus mengatakan, masalah krisis pupuk sudah bertahun-tahun dikeluhkan masyarakat. Selain itu, alat dan mesin pertanian mereka juga masih sangat terbatas. Dua hal itu menjadi persoalan untuk melaksanakan program Tanam Dua Kali Panen Dua Kali.
Dari 17.000 hektar sawah di Kabupaten Toba, kata Poltak, sekitar 16.350 hektar mendapat pengairan dari sistem irigasi. Namun, hanya sekitar 5.000 hektar yang bisa ditanam dua kali dalam setahun. ”Pupuk yang didapat masyarakat sangat terbatas, hanya cukup untuk 30 persen dari kebutuhan sekali tanam,” kata Poltak.