Konflik dengan Perusahaan Makam Mewah, Masyarakat di Deli Serdang Lapor ke Ombudsman
Puluhan warga Desa Rambung Baru, Deli Serdang, melaporkan dugaan malaadministrasi ke Ombudsman Sumut atas penanganan konflik agraria yang mereka hadapi. Lahan warga diduga diserobot perusahaan penyedia permakaman mewah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Puluhan warga Desa Rambung Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, melaporkan dugaan malaadministrasi ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut atas penanganan konflik agraria. Warga menyebut, lahan mereka diserobot perusahaan penyedia permakaman mewah.
”Kami sudah turun-temurun mengelola lahan kami di Desa Rambung Baru. Kami juga mempunyai alas hak berupa surat keputusan camat dan surat keputusan kepala desa. Namun, sejak 2015, lahan kami diambil oleh PT NMN untuk dimanfaatkan sebagai permakaman mewah,” kata Tenang Tarigan (50), di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Medan, Rabu (31/8/2022).
Tenang mengatakan, warga melaporkan dugaan malaadministrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Deli Serdang atas penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang dinilai tidak sesuai prosedur. Mereka juga melaporkan Polda Sumut karena tidak memproses laporan warga atas dugaan penyerobotan lahan sejak 2018.
Menurut Tenang, konflik lahan antara masyarakat dan PT NMN terjadi sejak perusahaan itu masuk ke desa mereka pada 2015. Ketika itu, PT NMN mendapat SHGB dari Kantor Pertanahan Deli Serdang dengan luas lahan 75 hektar. ”Namun, sebanyak 20 hektar di antaranya masih dikuasai lima orang warga desa kami,” kata Tenang.
Tenang mengatakan, PT NMN mendapat SHGB berdasarkan 63 akta jual-beli. Namun, warga menyebut tidak mengenal 63 orang yang melakukan jual-beli tanah dengan PT NMN itu. ”Mereka bukan warga desa kami. Kami tidak mengenal nama-nama yang melakukan jual beli dengan PT NMN itu,” kata Tenang.
Tenang mengatakan, PT NMN menggugat secara perdata lima orang warga yang menguasai 20 hektar lahan sengketa itu. Gugatan perusahaan itu menang di tingkat pertama dan banding. ”Saat ini, kami menunggu putusan kasasi,” kata Tenang.
Mberngap Sinuhaji (52), warga Desa Rambung Baru, lainnya mengatakan, masyarakat di desa itu semuanya merupakan petani. Karena itu, mereka akan memperjuangkan lahan itu karena sudah turun-temurun dikelola masyarakat. ”Kami tidak pernah menjual lahan pertanian, tetapi tiba-tiba sudah diterbitkan sertifikatnya untuk perusahaan,” kata Mberngap.
Mberngap mengatakan, mereka juga sudah membuat pengaduan ke DPRD Sumut. Mereka pun sudah mengikuti beberapa kali rapat dengar pendapat.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, akan menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut. Ombudsman pun berfokus pada bagaimana proses penerbitan SHGB dilakukan apakah sesuai prosedur atau tidak. ”Kami akan minta keterangan dari Kantor Pertanahan Deli Serdang yang menerbitkan sertifikat itu,” kata Abyadi.
Selain itu, kata Abyadi, mereka juga akan meminta klarifikasi ke Polda Sumut mengapa pengaduan masyarakat tidak ditindaklanjuti. Apalagi, laporan dugaan penyerobotan lahan itu sudah empat tahun disampaikan.
”Harusnya dari Polda Sumut memberitahukan ke masyarakat tindak lanjut dari laporan mereka itu. Kalau memang tidak memenuhi unsur, harus disampaikan secara transparan. Kalau memenuhi unsur, harus ditindaklanjuti. Jangan didiamkan seperti sekarang,” kata Abyadi.
Staf Divisi Studi dan Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Audo Sinaga mengatakan, mendampingi warga untuk melaporkan adanya dugaan malaadministrasi atas penerbitan SHGB. Menurut Audo, ada dugaan penerbitan SHGB itu tidak sesuai prosedur karena akta jual-beli dilakukan dengan masyarakat yang justru tidak menguasai lahan itu.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, akan memeriksa laporan masyarakat ke Polda Sumut dan akan segera menindaklanjutinya. Kompas pun mencoba menghubungi nomor telepon perusahaan PT NMN, tetapi belum terhubung.