Surabaya Gelar Operasi Pasar untuk Kendalikan Harga Telur
Pemerintah Kota Surabaya berusaha mengendalikan lonjakan harga telur melalui operasi pasar dengan harapan tidak terjadi kelangkaan komoditas dan tidak memengaruhi konsumsi masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, mulai mengadakan operasi pasar untuk mengendalikan lonjakan harga telur ayam, Jumat (26/8/2022). Operasi pasar digelar secara bergilir dengan target menjangkau 31 kecamatan atau seluruh wilayah ibu kota Jawa Timur ini.
Pada Jumat, operasi pasar dilaksanakan di Kecamatan Gubeng dan Kecamatan Tegalsari. Di setiap kecamatan, ada pasokan 100 kilogram (kg) telur ayam ras. Sasaran operasi pasar ialah masyarakat berpenghasilan rendah yang terdampak kenaikan harga telur.
Berdasarkan catatan pemerintah, rata-rata harga telur di Surabaya Rp 29.500 per kg. Namun, harga di pasar-pasar tradisional sudah menembus Rp 31.000-Rp 32.000 per kg. Pekan-pekan sebelumnya, harga telur Rp 27.000-Rp 28.000 per Kg. Harga telur terkerek karena kenaikan harga pakan.
”Dengan operasi pasar, masyarakat dapat membeli telur dengan harga Rp 28.000 per kg,” kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Kota Surabaya Fauzie Mustaqiem Yos. Operasi pasar diharapkan menekan tren fluktuasi harga telur akibat kenaikan harga pakan. Harga telur diupayakan stabil dengan target di kisaran Rp 27.000-Rp 28.000 per kg.
Fauzie melanjutkan, dalam operasi pasar ini, bukan hanya komoditas telur yang dijual. Pemerintah juga menyediakan minyak goreng, gula, beras, dan bahan pangan beku. Komoditas itu disediakan karena termasuk yang rawan terdampak fluktuasi harga.
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, operasi pasar menjadi salah satu cara untuk pengendalian harga komoditas yang sedang melonjak. Operasi ditempuh setelah pemerintah berkoordinasi dengan sentra penghasil di daerah-daerah lain di Jatim. Untuk telur, sentra berada di Blitar, Malang, dan Kediri.
Eri melanjutkan, koordinasi dengan daerah penghasil memotong rantai distribusi penyaluran suatu komoditas. Harga yang didapat diharapkan lebih rendah karena intervensi terhadap rantai distribusi.
Namun, kebijakan operasi perlu spesifik karena komoditas yang dihadirkan terbatas. Karena itu, sasaran operasi pasar ini adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan mengalami penurunan kualitas hidup akibat kenaikan harga bahan pangan.
Eri mengatakan, operasi pasar akan dilakukan secara bergiliran di suatu kecamatan. Tujuannya, tidak ada komoditas yang diborong untuk ditimbun. Dalam suatu operasi, satu keluarga dibatasi membeli 1 kg telur. ”Harapannya, dengan operasi pasar, harga telur bisa turun dan kembali dapat dijangkau oleh masyarakat,” katanya.
Sutinah, pengelola warung nasi di Ketintang, mengatakan, operasi pasar sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tidak dalam kategori berpenghasilan rendah dan atau pengelola usaha mikro dan kecil makanan minuman. Harga yang stabil akan menjamin keberlangsungan usaha. ”Tidak mudah begitu saja menaikkan harga lauk, misalnya telur yang sedang mahal,” katanya.
Pembeli mungkin berpindah ke lauk lain, misalnya tahu, tempe, atau potongan ikan yang lebih terjangkau. Pembeli terkadang juga kurang sreg jika ukuran lauk telur dikurangi meski memahami komoditas tersebut sedang mengalami lonjakan harga.