Asa Warga Indonesia Timur Terus Sejahtera dari Tol Laut
Pelayaran tol laut akan tetap beroperasi demi melayani warga di daerah yang tinggi disparitas harga barang. Kehadirannya juga mengungkit perekonomian warga setempat, yang selama ini komoditasnya sulit menembus pasar.
Oleh
Frans Pati Herin
·4 menit baca
Kehadiran tol laut menjadi harapan warga di timur Indonesia untuk sejahtera. Disparitas harga coba terus ditekan untuk memicu kesejahteraan warga.
Akhir Juli 2022, kapal tol laut dari Surabaya, Jawa Timur, menyinggahi Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Di antara ratusan ton barang yang diturunkan di pulau itu, 20 ton di antaranya pesanan Badan Usaha Milik Desa Abusur, yang akan dipasarkan kepada warga setempat.
Barang dimaksud dominan bahan kebutuhan pokok di antaranya beras, gula pasir, minyak, dan tepung terigu, yang diisi dalam sebuah peti kemas ukuran 20 kaki. ”Ongkos satu kontainer yang diangkut kapal tol laut Rp 7,5 juta. Kalau pakai kapal kargo swasta, harus bayar Rp 14 juta. Hampir dua kali lipat,” kata Friets Manaha, pengurus Badan Usaha Milik Desa Abusur.
Kapal tol laut merupakan angkutan yang disubsidi oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Perhubungan. Subsidi angkutan itu bertujuan menekan disparitas harga di daerah terpencil, pedalaman, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan. Harga barang di daerah itu biasanya sangat mahal apabila dibandingkan harga di daerah produksi.
Tol laut adalah program unggulan Presiden Joko Widodo yang mulai diterapkan setelah dilantik pada periode pertama pada Oktober 2014. Awal 2016, kebijakan tol laut langsung dieksekusi. Presiden Jokowi memahami penyebab kemahalan adalah tingginya ongkos angkutan yang tinggi lantaran jarak. Hingga kini, tol laut masih terus beroperasi dari sejumlah pelabuhan pangkalannya seperti Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.
Kini, setidaknya 186 rumah tangga di Desa Abusur menikmati manfaat tol laut. Mereka mendapat barang dengan harga lebih murah. Contohnya, satu karung beras medium dengan ukuran 20 kilogram, dapat dibeli dengan harga Rp 235.000. Di pasar atau toko di Kisar, harga beras dengan ukuran sama Rp 250.000. Bahkan, harga eceran sekitar Rp 15.000 per kg.
”Sejak 2020, dana desa digunakan untuk usaha jual beli menggunakan tol laut. Kami masih fokus barang kebutuhan pokok. Ke depan, kalau modal sudah cukup, kami akan tambah lagi untuk bahan bangunan dan barang penting lainnya. Kami berharap program ini masih terus dilanjutkan,” kata Friets.
Sementara beberapa pulau lain yang disinggahi tol laut, warganya memanfaatkan tidak hanya untuk pengiriman barang kebutuhan pokok dari Pulau Jawa. Saat kapal kembali, mereka menaikkan komoditas lokal, seperti kopra, jambu mente, rumput laut, dan ikan. Tujuannya agar mereka mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan menjual kepada pengepul lokal.
”Di Surabaya, harga kopra bisa sampai Rp 12.000 per kg. Kalau jual di Suamlaki (Kabupaten Kepulauan Tanimbar), sekitar Rp 6.000 per kg. Ada pengusaha yang bersedia kerja sama dengan petani untuk mengangkut kopra. Kami bisa dapat harga jual lebih tinggi, dan semakin bersemangat untuk kerja kopra,” ucap Mundus Sarbunan (45), petani kopra asal Pulau Selaru, sekitar 2 jam perjalanan dengan kapal laut dari Saumlaki.
Sejumlah pelabuhan di Maluku yang disinggahi kapal tol laut adalah Kisar, Moa, Tepa, Saumlaki, Larat, dan Namlea. Dari pelabuhan itu, barang yang diangkut kapal tol laut kemudian dibawa menggunakan kapal perintis atau perahu motor masyarakat ke pulau-pulau terdekat. Tak heran apabila harga barang kebutuhan di pulau lain masih tetap tinggi.
Di Pulau Wetar, harga beras medium dalam ukuran 20 kg sekitar Rp 300.000. Harga eceran mencapai Rp 18.000 per kg. Pulau berpenduduk lebih kurang 8.000 jiwa itu tidak disinggahi kapal tol laut lantaran belum memiliki fasilitas pelabuhan yang memadai. Barang yang masuk dibawa kapal kargo swasta atau kapal perintis. Masyarakat berharap jaringan tol laut bisa sampai ke sana.
Sebetulnya, angkutan pelayaran perintis membantu mobilitasi barang ke Pulau Wetar tapi diduga adanya permainan dari pengusaha lokal yang memonopoli ekonomi setempat sehingga harga barang tetap tinggi. Pemerintah daerah pun seakan tidak berdaya.
”Kalau harga pasarnya begitu, pemerintah juga kesulitan mengendalikan,” ujar Daud Pelabukni, Camat Wetar.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut di Kementerian Perhubungan Mugen Sartoto mengatakan, masukan itu akan diperhatikan. Masih akan dilakukan kajian terkait kebutuhan masyarakat, trayek dan kondisi sarana prasarana.
Akan tetapi, dia menyakinkan pelayaran tol laut akan tetap beroperasi demi melayani warga di daerah yang tinggi disparitas harga barang. Selain itu, kehadirannya juga mengungkit perekonomian warga setempat, yang selama ini komoditasnya sulit menembus pasar.
Menurut data Kementerian Perhubungan, secara nasional, pelabuhan yang disinggahi tol laut terus meningkat, yakni dari 2016 sebanyak 31 kini 2022 bertambah menjadi 130. Begitu pula jumlah armada yang dari semula enam unit kini menjadi 32 unit. Armada dimaksud semula melayani enam trayek, kini menjadi 33 trayek. Sementara itu, jumlah muatan yang dulunya 81.404 ton, pada tahun 2021 naik hingga 477.600 ton.
Mugen mendorong agar, pemerintah daerah dan masyarakat memanfaatkan program tol laut itu dengan baik agar harga barang kebutuhan dapat terjangkau dan akses pasar untuk komoditas pun terbuka. Harapan warga dari pulau-pulau lain agar bisa menikmati program tol laut tentu menjadi perhatian pemerintah ke depan.