Pertumbuhan ekonomi di Sumsel pada triwulan II tahun 2022 sebesar 5,18 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan tercatat yang tertinggi di wilayah Sumatera.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi di Sumsel pada triwulan II tahun 2022 sebesar 5,18 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan tercatat yang tertinggi di wilayah Sumatera. Pengembangan investasi dan peningkatan produktivitas pertanian menjadi upaya untuk meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi pada periode selanjutnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan Zulkipli, Jumat (8/5/2022), di Palembang, mengatakan, pada triwulan II tahun 2022, pertumbuhan ekonomi di Sumsel melesat cukup signifikan, yakni 5,18 persen. Pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai menggeliatnya aktivitas di sejumlah sektor. ”Bahkan, pertumbuhan ekonomi di Sumsel adalah yang tertinggi di seluruh Sumatera,” ujar Zulkipli.
Beberapa sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain, akomodasi dan makan minum yang tumbuh 18,61 persen, transportasi dan pergudangan 14,09 persen, dan perdagangan yang tumbuh 12,01 persen. Sektor lain yang juga tumbuh adalah industri (6,80 persen), pertanian (4,83 persen), dan pertambangan (2,52 persen).
Zulkipli menuturkan, pertumbuhan ekonomi di Sumsel sudah mengalami tren kenaikan sejak triwulan III tahun 2021 dan terus mengalami kenaikan pada triwulan selanjutnya. Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya produksi sejumlah komoditas unggulan di Sumsel.
Komoditas itu seperti produksi gabah kering giling yang tumbuh 21,54 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy), produksi karet yang tumbuh 6,64 persen, minyak bumi yang tumbuh 0,26 persen persen, produksi batubara yang tumbuh 2,61 persen, dan ekspor industri pengolahan yang tumbuh 6,43 persen.
”Kondisi ini juga didukung dengan ekspor komoditas unggulan di Sumsel yang juga turut tumbuh,” ucapnya. Konsumsi rumah tangga juga tumbuh cukup signifikan, yakni 76,87 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menuturkan, pertumbuhan ekonomi regional harus dijaga dengan cara meningkatkan investasi di daerah yang dinilai potensial. Sumsel memiliki sektor yang bisa didorong, misalnya terkait pertanian, sektor energi, dan perkebunan. Adapun yang sedang berjalan saat ini, antara lain, proyek gasifikasi batubara, penanaman modal untuk energi baru-terbarukan, serta beragam bentuk hilirisasi industri.
Hanya saja yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara menawarkan potensi tersebut sehingga investor tertarik untuk berinvestasi di Sumsel. ”Harus ada etalase yang menarik untuk ditawarkan pada penanam modal dalam negeri maupun asing,” ujar Herman.
Karena itu, pihaknya sudah menawarkan ide tersebut untuk mengirimkan perwakilan daerah ke Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk menawarkan investasi yang ada di Sumsel. Dengan begitu akan lebih banyak tenaga kerja yang terserap sehingga pertumbuhan ekonomi di Sumsel akan terus berkembang dan angka kemiskinan pun menurun.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Bambang Pramono menuturkan, upaya peningkatan produktivitas lahan terus dilakukan dengan menambah jumlah penyuluh pertanian di sejumlah daerah sentra tanaman pangan di Sumsel.
Langkah ini penting agar produktivitas lahan pertanian di Sumsel dapat terus meningkat. Saat ini rata-rata produksi gabah kering giling (GKG) di Sumsel sekitar 6 ton per hektar. Jumlah ini masih jauh dari produktivitas lahan di wilayah Jawa yang sebesar 9 ton per hektar.
Bambang menuturkan, dalam dua tahun terakhir ada penurunan jumlah produksi gabah karena faktor perubahan iklim yang terjadi. ”Dalam dua tahun terakhir Sumsel dilanda kemarau basah yang membuat hujan terus mengguyur. Kondisi ini membuat sejumlah lahan tidak berproduksi maksimal karena tergenang air terutama yang ada di kawasan rawa,” ujarnya.
Analis Madya Sarana dan Prasarana Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian berpendapat, hilirisasi komoditas unggulan seperti sawit dan karet sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penyerapan dalam negeri. Bahkan, ungkap Rudi, Sumsel terbilang cukup siap untuk membangun pabrik minyak sawit mentah atau minyak makan merah. ”Dengan adanya hilirisasi industri di Sumsel, penyerapan komoditas akan lebih besar dan tentu akan berpengaruh pada harga,” ucapnya.