Proyek gasifikasi batubara untuk menghasilkan dimetil eter sebagai pengganti elpiji dimulai. Ketergantungan Indonesia terhadap impor elpiji dikurangi lewat proyek ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI, NINA SUSILO
·4 menit baca
MUARA ENIM, KOMPAS — Pemerintah secara resmi memulai proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME untuk menggantikan elpiji. Proyek hilirisasi batubara ini dibangun di Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Proyek ini ditargetkan memproduksi DME sebanyak 1,4 juta ton atau setara 1 juta ton elpiji per tahun.
Dimulainya proyek gasifikasi ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo, Senin (24/1/2022). Turut hadir dalam acara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Muhammad Yusuf Ateh, Gubernur Sumsel Herman Deru, dan Bupati Muara Enim Nasrun Umar.
”Untuk impor elpiji, dibutuhkan dana APBN Rp 80 triliun. Selain itu, masih ada kebutuhan subsidi elpiji yang nilainya Rp 60 triliun-Rp 70 triliun. Oleh karena itu, gasifikasi ini diperkirakan bisa mengurangi subsidi sekitar Rp 7 triliun per tahun. Jika semua impor elpiji bisa dihentikan dan digantikan DME, efisiensi APBN bisa mencapai Rp 60 triliun-Rp 70 triliun,” kata Presiden.
Pengurangan impor, ujar Presiden, juga akan memperbaiki neraca perdagangan nasional. Selain itu, lapangan kerja pun akan tercipta lewat proyek ini. Proyek gasifikasi batubara ini sebenarnya sudah diminta segera direalisasikan sejak enam tahun lalu. ”Ada yang nyaman dengan impor. Rutinitas terus, impor, impor, dan impor. Tidak berpikir negara dirugikan, rakyat dirugikan karena tidak terbuka lapangan kerja,” tutur Presiden.
Proyek gasifikasi batubara di Sumsel ini dikerjakan konsorsium yang terdiri dari PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan Air Products dari Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi. Untuk menghasilkan DME 1,4 juta ton per tahun, kebutuhan batubara yang disediakan Bukit Asam diperkirakan sebanyak 6 juta ton. Tanda tangan nota kesepahaman kerja sama investasi Air Products senilai 15 miliar dollar AS dilakukan akhir November 2021 di Dubai, Uni Emirat Arab. Proyek ini ditargetkan tuntas dalam 2,5 tahun.
”Pengerjaan konstruksi yang dilakukan Air Products akan menyediakan 12.000-13.000 lapangan kerja. Adapun di sisi hilir akan tercipta 11.000-12.000 lapangan kerja lainnya. Saat produksi sudah berlangsung, dibutuhkan sekitar 3.000 lapangan kerja,” ujar Bahlil.
Aspek manfaat
Terkait proyek gasifikasi batubara tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel Sumarjono Saragih mengatakan, hilirisasi batubara memang menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam pengelolaan bahan komoditas unggulan. Namun, penerapan ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi bisa mengurangi impor elpiji, tetapi di sisi lain batubara merupakan salah satu sumber energi kotor.
Selain itu, menurut Sumarjono, pihaknya berharap agar proyek hilirisasi ini melibatkan pengusaha lokal. Di sisi lain, program ini juga harus berdampak bagi masyarakat sekitar, baik terbukanya lapangan kerja maupun harga produk yang terjangkau bagi masyarakat. ”Jangan sampai hanya pengusaha itu-itu saja yang bisa mendapatkan dampaknya. Harus ada transparansi dalam hubungan kerja sama ini,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri menilai, program ini menandakan pemerintah belum serius beralih ke pemanfaatan sumber energi bersih. ”Padahal, saat ini adalah masa transisi untuk mulai menerapkan energi bersih dan tidak lagi menggunakan energi fosil,” katanya.
Mengenai proyek hilirisasi batubara ini, Hairul menduga upaya ini adalah untuk memanfaatkan sebesar-besarnya batubara di tengah mulai beralihnya sejumlah negara ke energi nonfosil yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Hairul berharap agar pemerintah bisa menjamin aktivitas proyek hilirisasi tidak membahayakan masyarakat sekitar, baik dari sisi kesehatan maupun lingkungan.
Sebelumnya, sejumlah pihak, tak terkecuali DPR, mengingatkan pemerintah untuk mengkaji betul keekonomian proyek gasifikasi batubara menjadi DME. Sebagai pengganti elpiji, harga jual DME adalah hal yang krusial sehingga idealnya tidak lebih mahal dari harga elpiji saat ini.
Menurut Ketua Komisi VII DPR dari Partai Nasdem Sugeng Suparwoto, gasifikasi batubara menjadi DME, mengutip sebuah kajian, akan ekonomis apabila harga batubara di bawah 18 dollar AS per ton dan harga minyak di atas 60 dollar AS per barel (Kompas, 8/12/2020). Harga batubara acuan periode Januari 2022 adalah 158,5 dollar AS per ton.
Kementerian ESDM melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sudah menguji coba penggunaan DME sebagai pengganti elpiji untuk skala rumah tangga. Ada tiga tipe pengujian, yaitu tabung gas yang berisi 100 persen DME, tabung berisi 50 persen DME dan 50 persen elpiji, serta tabung dengan komposisi 20 persen DME dan 80 persen elpiji. Pengujian dilakukan di Palembang, Sumsel, dan di DKI Jakarta sejak akhir 2019 hingga awal 2020.
Hasil uji terap menunjukkan, nyala api DME berwarna biru dan api mudah dinyalakan. Hanya saja, waktu memasak menggunakan DME 1,2 kali lebih lama dibandingkan menggunakan elpiji. Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak dan bisa menggantikan fungsi elpiji.