Rabies di Flores-Lembata, antara Ada dan Tiada
Keberadaan anjing rabies di Flores-Lembata sangat mengancam keselamatan warga. Namun, kepedulian pemda setempat sangat rendah, bahkan tidak ada.
Gerombolan anjing sedang berburu seekor babi hutan di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Anjing biasanya untuk berburu, menjaga rumah, dan menambah ekonomi keluarga setelah dijual.
Pulau Flores dan Pulau Lembata di Nusa Tenggara Timur tak kunjung bebas dari penyakit rabies pada anjing peliharaan. Sebanyak 10 kabupaten di wilayah itu terpapar virus rabies, dengan jutaan kasus gigitan yang mengakibatkan lebih dari 300 kasus kematian. Bahkan, di Kabupaten Sikka ditetapkan kejadian luar biasa rabies. Kepedulian pemerintah menanggulangi kasus ini masih jauh dari harapan.
Timotius Gae (34), warga Desa Wolotolo, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Senin (1/8/2022), digigit anjing saat mengunjungi salah satu rumah warga di desa itu. Gae pun bergegas menuju Puskesmas Detusoko.
Ironisnya, di puskesmas itu tidak ada vaksin antirabies. Petugas puskesmas mengarahkan Gae ke Rumah Sakit Umum Daerah Ende, berjarak sekitar 50 kilometer dari rumahnya. Gae pun langsung berangkat ke RSUD Ende dan mendapat layanan suntik vaksin anti abies (VAR) di sana. Untung saja, rumah sakit masih punya stok VAR sehingga bisa mencegah dampak lebih buruk.
”Tidak bisa mendeteksi itu anjing rabies atau bukan. Tetapi imbauan petugas kesehatan, jika sudah digigit anjing, harus segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Saya tidak mengalami sakit atau gejala apa pun setelah gigitan itu karena langsung ditangani,” kata Gae.
Baca juga: Seorang Siswa di Ende Tewas Setelah Digigit Anjing Rabies, Ancam Pariwisata Flores
Kejadian serupa dialami Agus Hela (21), warga Desa Wolotolo Tengah, Kecamatan Detusoko, Ende. Saat melintas di depan rumah tetangga, sore itu, ia digigit anjing.
”Tiba-tiba seekor anjing betina menyergap dari arah belakang, menggigit bagian betis kaki. Satu gigitan, lukanya tidak seberapa tetapi terasa pedis dan sakit. Usai menggigit, anjing itu menghilang,” kata Hela.
Seperti halnya Gae, ia bergegas ke Puskesmas Detosuko, tetapi dirujuk ke RSUD Ende. Di rumah sakit, ia mendapatkan VAR dan dirawat inap selama tiga hari. Setelah dinyatakan sehat, Hela dibolehkan pulang ke desanya.
Petugas kesehatan Ende kemudian melakukan penyisiran terhadap anjing yang menggigit Hela. Hasil pemeriksaan menunjukkan anjing tersebut positif terpapar virus rabies.
Petugas laboratorium Dinas Peternakan dan Pertanian Ende, drh Petra Tae Lake, merilis, dari hasil pemeriksaan terhadap 11 anjing pada 16 Juli 2022, sejumlah 10 di antaranya terkonfirmasi positif rabies. Anjing itu diambil dari 10 desa berbeda, termasuk Wolotolo Tengah.
Baca juga: Rabies di Flores-Lembata Bisa Ditangani dengan Dana Desa
Tidak tertutup kemungkinan, ratusan anjing di desa yang diwakili sampel yang diperiksa itu juga terpapar rabies. Ini sangat berbahaya bagi keselamatan masyarakat di desa itu mengingat dampak paling fatal dari gigitan anjing rabies adalah kematian pada manusia.
Kepala Desa Wolotolo Fransiskus Desales Soba mengatakan, jumlah ternak anjing di desanya lebih dari 100 ekor. Setiap rumah tangga memiliki lebih dari 1 anjing peliharaan. Anjing-anjing ini berfungsisebagai hewan kesayangan, penjaga rumah, berburu, dan diperjualbelikan.
Harga anjing Rp 300.000-Rp 1 juta per ekor. Harga ini tergantung besar atau kecilnya anjing. Tetapi ada pula warga yang tidak bersedia menjual anjing kecuali dipelihara sebagai penjaga rumah, berburu, dan hewan kesayangan.
Baca juga: Keseruan Merawat Anjing Kesayangan
Ia berharap, Dinas Peternakan atau Kesehatan Ende bisa melakukan sosialisasi soal virus rabies yang sedang mewabah di desa-desa. Masyarakat juga diminta memvaksin anjing peliharaannya.
Pada awal 2019, petugas dinas peternakan dan kesehatan pernah melakukan sosialisasi soal itu. Sejak pandemi Covid-19, kegiatan itu tidak dilanjutkan lagi.
”Kalau boleh sosialisasi soal rabies ini dilakukan setiap tahun. Kami tidak tahu seberapa lama vaksin itu bekerja efektif dalam tubuh anjing, apakah selamanya atau hanya beberapa bulan,” katanya.
Ia juga berharap, petugas yang datang melakukan sosialisasi atau vaksinasi pada anjing dapat melapor ke desa jauh-jauh hari sehingga masyarakat bisa diingatkan oleh aparat desa. Sering kali terjadi petugas datang, anjing dan pemiliknya berada di kebun. Petugas pun kesulitan melakukan vaksinasi.
Menurut dia, mestinya setiap kecamatan ditempatkan pos kesehatan hewan, lengkap dengan vaksinasi antirabies dan vaksinasi hewan lain. Hal ini mengingat jumlah anjing di setiap kecamatan berkisar 500-1.000 ekor. Setiap keluarga memiliki lebih dari satu anjing.
Baca juga: Meningkat, Korban Tewas akibat Digigit Anjing di Sikka
Kini sedang mewabah demam babi Afrika yang melanda seluruh wilayah NTT. Ribuan ternak babi milik peternak mati sia-sia dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.
Sementara di Kabupaten Sikka, rabies pun terus menghantui masyarakat setempat. Meski kasus gigitan itu tidak terjadi secara rutin setiap hari, satu atau dua gigitan dalam satu bulan sangat mengganggu aktivitas keseharian masyarakat, terutama mereka yang tinggal jauh dari puskesmas atau faskes lainnya.
Sikka sejak 18 Juli 2022 mengumumkan kejadian luar biasa (KLB) rabies. Penetapan itu berdasarkan jumlah kasus kematian akibat gigitan anjing rabies lebih dari 50 persen. Januari-Juni, 2022 terdapat 22 kasus gigitan anjing rabies, dua korban meninggal dunia. Sementara stok vaksin hanya untuk kebutuhan dua bulan ke depan.
Penetapan KLB rabies itu ditandatangani Sekda Kabupaten Sikka Adrianus Parera. Surat keputusan itu antara lain menyebutkan, anjing merupakan penular utama rabies di Sikka. Pemilik anjing agar mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan masing-masing, tidak membawa masuk atau keluar anjing antardesa, kecamatan, atau antarkabupaten.
Baca juga: Sikka Darurat Rabies
Petugas kesehatan (kiri) mengecek identitas pasien anak yang digigit anjing sebelum diberi vaksin antirabies (VAR) di Puskesmas Beru, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Selasa (4/9/2018).
Masyarakat diimbau segera melapor kepada petugas kesehatan hewan di kecamatan terdekat atau bidang kesehatan hewan di dinas peternakan Sikka jika terjadi kasus gigitan anjing atau menemukan hewan penular rabies (HPR).
Anjing yang terjangkit rabies memperlihatkan perubahan perilaku seperti agresif, menggigit sembarang benda-benda sekitarnya, air liur keluar secara berlebihan, dan suka bersembunyi di tempat gelap. Jika tergigit, segera mungkin mencuci bekas gigitan itu dengan sabun di sumber air yang mengalir selama 15 menit, serta diperiksakan ke fasilitas kesehatan terdekat.
Sekretaris Forum Pencegahan Penyakit Rabies Flores-Lembata dr Asep Purnama mengatakan, sepanjang Januari–April 2022 terdapat 20.938 kasus gigitan anjing di Flores-Lembata. Sejumlah 19 orang yang menjadi korban gigitan anjing, bahkan meninggal karena tidak mendapat suntikan vaksin antirabies. Tahun 2021, total gigitan anjing 321.540 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 76 orang.
Tanpa kemauan
Rabies terdeteksi di Pulau Flores sejak Juli 1997 atau 25 tahun silam. Sayangnya, upaya penanganan belum optimal. Ada gagasan mengeliminasi anjing di sana, tetapi itu ditentang berbagai kalangan, termasuk masyarakat. Vaksinasi menjadi cara terbaik mengatasi rabies itu.
Baca juga: Pemda Perlu Dukung Melalui APBD
Tidak ada data resmi soal populasi anjing di 9 kabupaten di Flores-Lembata. Hitungan forum pencegahan rabies anjing di Flores-Lembata tahun 2019, ada sekitar 500.000 anjing di sembilan kabupaten itu. Jika populasimeningkat rata-rata 10.000 ekor per tahun per kabupaten, ada penambahan 90.000 anjing setiap tahun di pulau itu.
Di sisi lain, pengadaan vaksin antirabies pada anjing di setiap kabupaten sangat sedikit, bahkan boleh disebut tidak ada. Jumlahnya tak sebanding kenaikan populasi anjing. Kondisi paling memprihatinkan sejak pandemi Covid-19 sejak tiga tahun terakhir.
Direktur Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo menilai, pemda di Flores dan Lembata tidak punya kepedulian terhadap masalah rabies di daerahnya. Kasus rabies setiap tahun selaluada. Dinas kesehatan dan peternakan di sembilan kabupaten pun selalu dihadapkan dengan masalah rabies itu.
Kasus itu tidak hanya memprihantinkan, tapi juga mengkhawatirkan. Warga dan wisatawan selalu waswas manakala bertemu anjing apalagi jika sampai digigit.
”Kasus rabies ini ada.Sangat mengancam keselamatan warga, tetapi dianggap tidak ada. Ya, kasus itu pun antara ada dan tiada,” kata Minggo.
Baca juga: Kebutuhan Vaksin Antirabies Tinggi, Stok Terus Menipis
Petugas kesehatan hewan Dinas Pertanian Kabupaten Sikka (kanan) menyuntikkan vaksin antirabies pada anjing di Desa Watugong, Kecamatan Alok Timur, Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Rabu (5/9/2018).