Mengubah Sungai agar Tidak Lagi Kumuh
Sungai, atau tukad di Bali, ibarat pembuluh darah yang mengalirkan air dari hulu sampai muara. Sungai, yang bersih dan terawat, juga menjadi ruang publik warga Kota Denpasar.
Sederet gambar menghiasi dinding tembok di Gang II Jalan Supiori, Banjar Sebelanga, Desa Dauh Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar. Gambar di dinding, atau mural, tersebut menjadi penyemangat warga untuk menjaga dan merawat Tukad Beling, sungai kecil yang mengalir di sepanjang gang yang padat permukiman.
Mural bertema lingkungan hidup itu dapat dilihat baik dari Jalan Supiori maupun saat melintasi gang yang tidak begitu lebar. Di antara lukisan dinding itu terselip kata-kata seperti ”Jagalah Alam, maka Alam Akan Menjaga Kita”, ”Jagalah Tumbuhan dan Hewan”, dan ”Ayo Lakukan 3R”. Mural tersebut seakan menguatkan keberadaan taman yang berada di pinggir saluran irigasi aliran Tukad Baru, yang disebut warga setempat sebagai Tukad Beling.
”Mural itu kami buat pada masa Covid-19 tahun 2021,” kata Kepala Dusun Banjar Sebelanga I Made Sutawan (38). Lelaki ramah itu menambahkan, lukisan dinding atau mural itu dinikmati warga dua banjar berbeda di kiri dan di kanan Tukad Beling meskipun mural berada di wilayah Banjar Sebelanga. ”Kami juga membuat taman untuk menambah keasrian Tukad Beling yang sudah kami bersihkan,” ujar Sutawan lebih lanjut.
Tukad Beling adalah saluran irigasi, yang menjadi nadi bagi area persawahan. Tukad atau sungai itu tidak lebar atau dalam tetapi lebih besar dari selokan. Sebelum 2019, Tukad Beling terabaikan. Sungai kecil itu dipenuhi sampah dan dikotori limbah dari rumah. Debit airnya terkadang kecil, tetapi biasanya mengalir sehingga sampah pun terkumpul di ujung kali, yang berada di batas wilayah Banjar Sebelanga yang termasuk wilayah Denpasar Barat dengan banjar lainnya di Kecamatan Denpasar Selatan.
Menurut Sutawan, sebelum Tukad Beling dibersihkan dan dibenahi, sampah yang terkumpul di hilir Tukad Beling rata-rata mencapai satu truk setiap dua harinya. Adapun kapasitas truk sampah berkisar empat meter kubik sampai lima meter kubik. Ditemui Rabu (27/7/2022), Sutawan mengungkapkan, sampah itu tidak hanya berasal dari permukiman di sekitar Tukad Beling, tetapi sampah juga dibuang warga saat melintas.
”Pertengahan 2019, antara Juni dan Juli, pemuda banjar berencana mengadakan lomba memancing untuk meramaikan HUT 17 Agustus,” kata Sutawan. Bersama para pemuda di Banjar Sebelanga, warga banjar tersebut bekerja bakti membersihkan Tukad Beling. Kegiatan bersih-bersih saluran irigasi itu diikuti warga Banjar Pekandelan, yang bertetangga dengan Banjar Sebelanga.
”Karena kami di Banjar Pekandelan berdampingan dengan Tukad Beling,” ujar Made Kawi (49), warga Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat.
Kawi menuturkan, dirinya juga merasa prihatin dan sekaligus khawatir dengan kondisi Tukad Beling saat belum dibersihkan dan masih dikotori sampah. Selain jorok dan tidak elok, sungai yang dipenuhi sampah juga rawan menjadi sarang nyamuk. ”Ketika Tukad Beling dibersihkan, kami juga ikut dan merasa senang,” ujar Kawi menambahkan.
Baca juga: Semangat Merawat Nadi Kehidupan
Agar aliran sungai tidak lagi dijadikan tempat pembuangan sampah ataupun limbah, Sutawan bersama warga lain memasang jaring di beberapa titik di sepanjang aliran Tukad Beling. Mereka juga melepaskan bibit nila merah, nila hitam, dan patin di sungai kecil. Warga juga menempatkan pot berikut tanaman, umumnya melati air (Echinodorus palaefolius), di tengah sungai tersebut. Untuk menambah keindahan dan sekaligus menjadi penanda keberadaan Tukad Beling, warga membuat jembatan bambu.
”Setelah sungainya lebih bersih dan banyak ikan, kami justru batal mengadakan lomba memancing untuk 17 Agustusan karena kami tidak ingin merusak sungainya,” kata Sutawan. Menurut Sutawan, Tukad Beling yang dibersihkan, ditata, dan diperindah menjadi menarik perhatian orang, baik warga setempat maupun para pelintas. Tukad Beling juga semakin dikenal karena sering dijadikan lokasi berfoto.
Ikon
Baca juga: Denpasar, Jantung Pariwisata Bali
Aktivitas warga di sekitar Tukad Beling itu mendapat perhatian dari kalangan pemerintah. Akhir November 2021, Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara bersama Komandan Kodim 1611 Badung (saat itu) Kolonel Inf Made Alit Yudana dan komunitas peduli lingkungan di Denpasar berkumpul di Tukad Beling Banjar Sebelanga. Mereka menebar bibit ikan di Tukad Beling dan juga Tukad Wang Bige di Pemogan, Denpasar Selatan.
Keterangan dari Pemkot Denpasar menyebutkan, Wali Kota Denpasar Jaya Negara mengapresiasi pembersihan dan penataan Tukad Beling dan Tukad Wang Bige sebagai kesadaran dan upaya menciptakan sungai bersih di Kota Denpasar. Jaya Negara juga menyatakan dukungannya terhadap masyarakat yang peduli lingkungan.
Kota Denpasar memiliki sejumlah tukad, atau sungai, yang masih mengalirkan air, antara lain Tukad Badung, Tukad Oongan, Tukad Tagtag, Tukad Punggawa, dan Tukad Rangda. Salah satu tukad di Kota Denpasar yang menunjukkan transformasi adalah Tukad Badung, sungai yang mengalir di antara Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, Kota Denpasar, hingga ke area persawahan di Panjer ataupun Sanur. Tukad Badung dengan taman di sekitarnya bahkan dikenal dengan sebutan Taman Korea setelah ditata dan diperindah.
Tukad Badung dilengkapi jalan setapak yang memungkinkan warga berjalan-jalan di tepi sungai dan bangku serta dihias lampu warna-warni. Kawasan sungai itu dipercantik sehingga disebut-sebut menyerupai sungai di Seoul, Korea Selatan, yakni Sungai Cheonggyocheon. Revitalisasi kawasan Tukad Badung dimulai 2017 di masa kepemimpinan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra.
Karena keberadaan Tukad Badung dan tamannya yang menjadi ikonik, I Wayan Sugiarta (20) bersama kawan-kawannya berencana menjadikan kawasan Tukad Badung itu sebagai salah satu lokasi dari perekaman video. Ketika ditemui di Taman Kota Sewaka Dharma, Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Selasa (26/7/2022), Sugiarta bersama tiga temannya sedang mengerjakan video singkat untuk proyek iklan layanan masyarakat. ”Tukad Badung dengan Taman Koreanya bagus sebagai latar. Kami berencana mengambil gambar di dekat jembatan Tukad Badung,” kata Sugiarta.
Transformasi sungai bersih juga terjadi Tukad Bindu di Desa Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur. Tukad Bindu, yang juga saluran irigasi, itu dikenal lantaran mampu berubah dari sungai yang kumuh (resem) dan angker (serem) menjadi tempat, yang mampu menghadirkan senyuman. Area Tukad Bindu di Kesiman juga memiliki taman, yang dijadikan obyek wisata dan dikunjungi warga.
Baca juga: Kopi-kopi Bali di Kawasan Gajah Mada Denpasar
Bahkan, berkat transformasi Tukad Bindu tersebut, Kota Denpasar masuk dalam jajaran Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2019 kemudian masuk Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2019. Adapun nama inovasinya adalah Senyum Melia di Tubin, yang merupakan kependekan dari Sungai Elok Nyaman untuk Masyarakat dengan Menjaga Lingkungan dan Alam di Tukad Bindu.
Tukad Bindu tidak hanya dikenal secara lokal ataupun nasional. Sejumlah tetamu dari luar negeri pun meluangkan waktu mengunjungi Tukad Bindu. Delegasi pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), termasuk CEO Bank Dunia Kristalina Georgieva, pernah mendatangi Tukad Bindu pada Oktober 2018. Jumat (22/4/2022), Utusan Khusus PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana Mami Mizutori berkesempatan mengunjungi Tukad Bindu dalam rangkaian persiapan Pertemuan Ke-7 Forum Kebijakan Global Pengurangan Risiko Bencana (Global Platform for Disaster Risk Reduction/GPDRR) 2022 .
Mami mengapresiasi upaya pelestarian lingkungan yang dijalankan Komunitas Peduli Sungai (KPS) Kota Denpasar di Tukad Bindu. Tanda kenangan atas kunjungan Utusan Khusus PBB itu diabadikan pada kanvas bertuliskan ”Bravo to the community where god, nature, and people live in harmony”.
Komunitas
Perubahan kondisi sungai, yang ibarat pembuluh darah, di Kota Denpasar itu tidak lepas dari peran warga dan komunitas peduli lingkungan. Transformasi di Tukad Beling, Tukad Wang Bige, dan Tukad Bindu juga digerakkan komunitas peduli sungai (KPS), yang berswadaya membersihkan tukad di lingkungan mereka. Sutawan mengungkapkan, aksi bersih sungai yang mereka kerjakan di Tukad Beling turut disemangati KPS lain, termasuk pengurus Yayasan Tukad Bindu, yang mengelola kebersihan di Tukad Bindu, Desa Kesiman.
Ketua Yayasan Tukad Bindu Ida Bagus Made Ary Manik (48) menyatakan bersyukur karena aktivitas dan kegiatan yang dikerjakan komunitas dan warga untuk mengubah ”wajah” Tukad Bindu menginspirasi warga dan komunitas peduli lingkungan di tempat lain untuk mengubah kondisi tukad di lingkungan mereka. ”Kami berpikiran sederhana. Kami dapat memberikan pemahaman dengan cara bertindak dan berbuat terlebih dahulu, baru berbicara,” kata Gus Made ketika ditemui di Tukad Bindu, Kamis (21/7/2022).
Mengubah ”wajah” tukad dari semula kotor dan tidak terawat menjadi bersih dan indah bukanlah hal mudah, tetapi juga tidak mustahil. Ketika ditemui di Tukad Bindu, Kesiman, insiator perubahan di Tukad Bindu, I Gusti Rai Ari Temaja, bersama Anak Agung Gde Rai Suastika dari Humas KPS Kota Denpasar menerangkan perubahan Tukad Bindu sudah dirintis sejak 2010. Menurut Ari Temaja, yang lebih akrab disapa Gung Nik, memperbaiki kondisi sungai memerlukan komitmen, konsistensi, dan juga inovasi agar masyarakat tertarik dan peduli terhadap lingkungan, khususnya sungai yang mengalir di lingkungan mereka.
Adapun Agung Rai menambahkan, pembatasan kegiatan masyarakat selama penanggulangan pandemi Covid-19 memang berdampak terhadap aktivitas komunitas membersihkan sungai secara massal. Namun saat yang sama, menurut Agung Rai, masa PPKM itu juga menumbuhkan gerakan swadaya masyarakat untuk merawat lingkungan, termasuk membersihkan sungai di lingkungan mereka. ”Jumlah KPS di Kota Denpasar bertumbuh selama masa pandemi Covid-19, bahkan sejumlah KPS sudah mampu mandiri dan beraktivitas secara swadaya,” kata Agung Rai lebih lanjut.
Akademisi, yang juga Wakil Dekan Bidang Akademik dan Perencanaan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Bali, Nyoman Sukma Arida, mengatakan, penataan sungai di Bali, termasuk di Kota Denpasar, masih sepotong-sepotong dan belum dijalankan secara menyeluruh atau mulai dari hulu sampai muara sungai. Sungai atau tukad, menurut Sukma Arida, masih dianggap sebagai halaman belakang dan bukan dipandang sebagai halaman depan dari permukiman. “Sebagai halaman belakang, sungai cenderung dijadikan tempat membuang sampah dan limbah,” ujar Sukma Arida.
Menurut Sukma Arida, sungai atau tukad yang dirawat dan diperindah dengan pertamanan akan bermanfaat bagi warga dan juga bagi daerah setempat karena sungai berikut tamannya yang bersih menjadi ruang publik dan ruang sosial bagi warga. ”Warga perkotaan umumnya masih kekurangan ruang-ruang publik yang sekaligus menjadi tempat rekreasi warga lokal,” ujar Sukma Arida. (COK)