Demam Berdarah Melanda Asmat, Bertambah 80 Kasus dalam Sebulan
Demam berdarah di Kabupaten Asmat melonjak drastis sebulan terakhir. Pemkab Asmat menetapkan kejadian luar biasa demam berdarah dan meminta bantuan obat-obatan dari pusat buat pengendalian jentik dan penyemprotan nyamuk.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejadian luar biasa demam berdarah di Kabupaten Asmat, Papua, terus melonjak hingga 80 kasus selama 38 hari terakhir. Total kumulatif kasus demam berdarah telah mencapai 83 orang dan satu anak berusia 8 tahun meninggal dunia karena terlambat mendapatkan penanganan medis.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Asmat Darsono saat dihubungi dari Jayapura pada Selasa (26/7/2022) membenarkan ada peningkatan kasus deman berdarah (DBD) yang signifikan dalam sebulan terakhir. Dalam sehari rata-rata terjadi penambahan satu hingga tiga kasus DBD.
Ia memaparkan, total 83 kasus kumulatif DBD, yang meliputi 27 orang masih dirawat, 55 orang telah sembuh, dan 1 orang meninggal dunia. Sementara itu, masih terdapat 34 orang yang berstatus probable atau suspek DBD.
Kasus DBD tersebar di enam kampung, yakni Bis Agats, Mbait, Kaye, Syuru, Warse, dan Tomor. Enam kampung ini masuk dalam wilayah tiga distrik (kecamatan), yakni Agats, Suru-Suru, dan Jetsy.
”Awalnya kami menemukan tiga kasus DBD di Asmat pada 8 Juni 2022. Kini laju kasus DBD di Asmat diperkirakan terus meningkat hingga akhir bulan ini,” ujar Darsono.
Ia menuturkan, terdapat tiga faktor yang memicu melonjaknya kasus DBD di Asmat hingga kini. Pertama, hanya terdapat dua alat untuk fogging atau penyemprotan nyamuk di rumah-rumah warga.
Faktor kedua, ketersediaan obat-obatan untuk penyemprotan, seperti cairan malathion dan bubuk abate, untuk mengendalikan jentik nyamuk Aedes aegypti sangat terbatas. Bahkan, Dinkes Asmat pernah kehabisan malathion dan tidak melakukan penyemprotan nyamuk selama delapan hari pada beberapa minggu yang lalu.
Faktor terakhir adalah minimnya kesadaran masyarakat untuk menutup tempat penampungan air. Padahal, upaya ini untuk mencegah reproduksi jentik nyamuk yang biasanya hidup di air yang jernih.
Diketahui Asmat yang dimekarkan dari Kabupaten Merauke pada 2002 ini dikenal sebagai daerah berawa-rawa. Kabupaten ini tidak memiliki sumber air tanah yang memadai dan hanya bergantung pada air hujan. Hal ini yang menyebabkan warga memiliki banyak tempat penampungan air di setiap rumah.
”Kami telah melaporkan masalah minimnya obat penyemprotan dan obat abate ke Kementerian Kesehatan. Menurut rencana, tim dari kementerian akan tiba di Asmat dalam waktu dekat untuk membawa obat-obatan tersebut,” ujar Darsono.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Provinsi Papua Yamamoto Sasarari mengatakan, Dinas Kesehatan Provinsi Papua telah mengirimkan bantuan 20 liter obat untuk penyemprotan nyamuk dan 60 kilogram abate untuk mengendalikan reproduksi jentik nyamuk di tempat penampungan air milik warga. Pengiriman abate dan obat untuk penyemprotan nyamuk menggunakan pesawat herkules milik TNI Angkatan Udara.
”Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat terkait dengan adanya KLB demam berdarah. Pengiriman abate dan obat untuk penyemprotan nyamuk sempat terkendala karena tidak bisa menggunakan pesawat komersial,” kata Yamamoto.
Sementara itu, Uskup Agats Monsinyur Aloysius Murwito mengatakan, pihaknya akan berupaya membantu Dinas Kesehatan Asmat. Caranya adalah menyosialisasikan upaya-upaya pencegahan meningkatnya kasus DBD di tengah masyarakat melalui ibadah setiap minggu.
”Kami juga akan menerjunkan pastor Keuskupan Agats ke 14 distrik. Mereka bertugas memberikan informasi tentang meningkatnya kasus DBD, menyosialisasikan kepada warga agar menutup tempat penampungan air dan mengimbau warga tidak menghambat upaya penyemprotan nyamuk serta pengggunaan bubuk abate,” ujarnya.