Tiga Warga Asing Terduga Pelaku Spionase Ditahan 30 Hari di Nunukan
Ketiga WNA itu tak memiliki dokumen yang sesuai dengan kegiatan mereka di Indonesia. Mereka juga mengambil foto markas militer secara diam-diam sehingga ada dugaan mereka melakukan spionase.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sebanyak tiga warga negara asing yang diduga melakukan spionase di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, diperiksa dan ditahan di ruang detensi Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan. Mereka tak hanya menggunakan izin tinggal keimigrasian sesuai peruntukannya, tetapi juga diduga melakukan spionase karena memotret obyek vital nasional secara diam-diam.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan Washington Saut Dompak mengatakan, tiga warga negara asing itu ditemani warga Indonesia, yakni Yosafat Bin Yusuf (41), pemimpin perusahaan di bidang konstruksi di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Adapun tiga warga asing yang ditahan adalah Bai Jidong, warga negara China; Ho Jin Kiat, warga negara Malaysia; dan Leo Bin Simon, warga negara Malaysia. Mereka ditangkap saat berkunjung ke Pulau Sebatik bagian Indonesia pada Rabu (20/7/2022).
Ketiga WNA itu semula ditangkap oleh TNI Angkatan Laut karena memasuki kawasan militer, yakni pos perbatasan, tanpa izin. Satgas Marinir Ambalat XXVIII yang bertugas menemukan foto-foto pos TNI AL dan Pos Marinir di salah satu gawai milik WNA tersebut.
Satgas Marinir Ambalat menduga mereka melakukan aksi spionase atau pengintaian. Setelah melakukan pemeriksaan awal, satgas kemudian menyerahkan ketiganya kepada Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan untuk diperiksa dokumen-dokumennya terlebih dahulu.
”Dalam pemeriksaan awal kami, mereka mengaku kedatangannya ke Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, untuk melihat kondisi geografis lokasi terdekat jembatan yang akan dibangun dari Tawau menuju kawasan Sebatik bagian Malaysia,” ujar Washington saat dihubungi, Minggu (24/7/2022).
Dalam pemeriksaan awal itu juga petugas imigrasi menemukan ketidaksesuaian dokumen yang dimiliki para WNA. Warga asing tersebut hanya membawa dokumen wisata atau melancong, bukan dokumen kerja. Hal itu tak sesuai dengan undang-undang.
Washington mengatakan, ketidaksesuaian dokumen itu bermakna ketiga WNA tersebut diduga melanggar Tindak Pidana Keimigrasian Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal itu berbunyi, ”Setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya”.
Oleh karena dugaan pelanggaran tersebut, ketiga WNA itu saat ini ditahan di Kantor Keimigrasian Kelas II Nunukan sampai 30 hari ke depan. Itu sesuai dengan Pasal 75 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Selain ditemani Yosafat bin Yusuf yang merupakan WNI, para WNA itu juga ditemani dua WNI lain. Dari pemeriksaan awal, mereka adalah sopir dan penunjuk arah bagi para WNA.
Beredar kabar bahwa ada dugaan ketiga WNI itu juga merupakan intelijen yang bekerja untuk asing. Namun, Washington meminta publik bersabar menunggu hasil pemeriksaan tiga WNA dan tiga WNI tersebut.
”Akan dilakukan gelar perkara bersama dengan aparat penegak hukum terkait pada Senin, 25 Juli 2022,” kata Washington.
Komandan Kompi Satgas Marinir Ambalat XXVIII Kapten Marinir Andreas Parsaulian Manalu mengatakan, dari data yang ia himpun, para WNA itu sudah melewati pemeriksaan dokumen dan masuk ke Indonesia dari Malaysia melalui Pos Lintas Batas Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan. Kunjungan warga asing ke Sebatik sebenarnya lumrah saja. Namun, masuk dan memotret markas militer tanpa izin adalah kegiatan melanggar hukum.
Oleh karena itu, para WNA itu langsung diperiksa setelah mereka diketahui berada di kawasan militer di perbatasan. Dari pemeriksaan awal, Andreas menyebutkan, terdapat sekitar 15 foto markas militer di perbatasan yang diambil oleh salah satu WNA tersebut.
TNI, Kantor Imigrasi, dan aparat penegak hukum saat ini sedang mendalami apakah foto-foto itu sempat disebar ke pihak lain atau belum. Dugaan spionase muncul karena para WNA itu mengambil foto secara diam-diam dan tanpa izin di salah satu pos militer yang penting di perbatasan.
”Mengambil dokumentasi atau foto di kompleks militer tanpa izin, apalagi WNA, itu yang menjadi dasar kami untuk menahan mereka. Foto-foto Pos Satgas Marinir dan Pos TNJ AL yang diambil secara sembunyi-sembunyi menjadi bukti adanya dugaan spionase," ujar Andreas.
Untuk pembuktian apakah dugaan itu benar, pihak TNI masih melakukan pendalaman sambil berkoordinasi dengan Kantor Keimigrasian Kelas II Nunukan dan instansi terkait lainnya.