Ketua ”Limpol”, Peradaban Baru Media Sosial di Medan
Pegiat-pegiat media sosial semakin banyak lahir di Kota Medan. Tema-tema lokal selalu kuat dan diminati publik. Mereka membentuk peradaban baru perekat warga dalam perjalanan sejarah sebuah kota.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Hari sudah malam, tetapi hiruk-pikuk aktivitas masyarakat belum surut di halaman Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (19/7/2022). Di sebuah kafe, Ibrahim Umar (47) yang di media sosial akrab dipanggil Ketua Limpol masih asik mengobrol dengan sejumlah konten kreator media sosial yang belakangan sangat berkembang di Kota Medan.
Mereka berbincang santai tentang apa saja, mulai dari sejarah Kota Medan, pengalaman mendapat konten promosi atau endorse, bertemu pejabat, hingga harga bahan pokok yang mencekik leher rakyat kecil. Di sela-sela obrolan, ide membuat konten di media sosial pun muncul dan langsung dieksekusi dengan shooting di tempat.
”Anak-anak Medan itu jangan jadi tamu di kotanya sendiri. Harus bisa mengangkat konten dengan tema lokal yang kuat,” kata Ketua Limpol kepada para pegiat media sosial dari Kampung Inggris Medan.
Berangkat dari profesi sebagai penyanyi dan MC pesta pernikahan, Ketua Limpol boleh dibilang menjadi artis media sosial yang sangat digandrungi belakangan ini. Konten-kontennya mengangkat realitas kehidupan dengan menggunakan bahasa Indonesia dialek ”Medan” dengan ribuan istilah yang unik.
Ketua Limpol yang juga dipanggil Jack India itu meraup penggemar yang banyak dari konten yang dibungkus cerita humor. Tidak hanya dari Kota Medan, tetapi juga dari sejumlah daerah hingga luar negeri. Di akun TikTok @jackindia75, Ketua Limpol punya pengikut lebih dari 213 ribu dengan penonton setiap video berkisar 100 ribu - 3 juta penonton.
Istilah Ketua Limpol sendiri diambil dari realitas kehidupan organisasi kepemudaan yang marak di Kota Medan. Konten Ketua Limpol awalnya menceritakan bagaimana ketua organisasi kepemudaan setiap disapa anggotanya dengan panggilan “Ketua” harus memberikan uang limpol, istilah Medan untuk menyebut lima puluh ribu rupiah.
Ketua Limpol mulai menggeluti media sosial sejak pekerjaannya sebagai penyanyi dan MC pesta menurun pesat akibat dilanda pandemi Covid-19 pada 2020. Ia mulai terpikir membuat konten media sosial setelah melihat video anaknya banyak ditonton orang.
Awalnya, ia melakukan semua pekerjaan sendiri mulai dari merekam, mengedit, hingga mengunggah di media sosial. Ia juga hanya mengandalkan kamera ponselnya tanpa bantuan peralatan apa pun. Sejak awal, Ketua Limpol mengutamakan konten bertema lokal dengan istilah-istilah khas Medan, seperti paten, balen, kedan, dan ceng.
Ia membuat konten dengan memanfaatkan Kamus Cakap Anak Medan yang ditulis wartawan senior Choking Susilo Sakeh. ”Kamus ini bagus sekali dan perlu dihidupkan melalui media sosial,” kata Ketua Limpol.
Ia pun semakin populer di akun Instagram (@kampungkuburp) dan Youtube (Kampung Kubur Project). Karenanya ia mendapat banyak proyek pembuatan konten promosi.
Tidak hanya di dunia maya, Ketua Limpol pun diundang untuk mengisi acara di Batam, Jakarta, hingga Bali. Sejumlah pejabat pun mengundangnya untuk membuat konten bersama, mulai dari Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Wakil Gubernur Sumut Musa Rajeksah, para bupati, hingga wakil rakyat, pejabat kepolisian, dan TNI.
Terakhir, ia adu ”ketua” dengan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Setiap Ketua Limpol beraktivitas di ruang publik, orang-orang pun mengantre untuk berfoto dengannya. Dari media sosial, Ketua Limpol kini mentransformasi menjadi pesohor bagi masyarakat Kota Medan.
Malam itu, Ketua Limpol kedatangan tamu Profesor Umar Zein, guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Umar Zein belakangan sangat produktif menghasilkan video-video di Youtube. Tidak hanya memproduksi konten kedokteran, tetapi juga mengunggah video tentang sastra dan kebudayaan.
Dalam pertemuan pertamanya dengan Ketua Limpol, ia secara spontan membuat satu konten tentang sejarah pemberian nama Kampung Keling, kampung di tengah Kota Medan tempat warga keturunan India tinggal, yang disebut juga Kampung Madras. Ketua Limpol sendiri berasal dari situ. Kamerawan yang belakangan hampir selalu menempel dengan Umar pun langsung mengambil posisi.
”Kalau beli buah pepaya diikat lalu disimpul, sekarang ini bersama saya sudah ada Ketua Limpol,” kata Umar memulai perbincangan santainya.
Minat Umar memulai aktivitas di Youtube muncul setelah videonya tentang temuan cacing pita sepanjang 10,5 meter di Kabupaten Simalungun pada 2018 viral di media sosial. Ia pun mendengar dari temannya bahwa video cacing pita yang dia rekam itu viral di Youtube.
Umar pun terpikir membuat saluran Youtube sendiri dengan berfokus mengangkat tema-tema lokal dari Medan. Umar sendiri punya ciri khas konten yang selalu dimulai dengan pantun. Ia mengulas berbagai topik keseharian yang kental dengan Sumut, mulai dari pantun Melayu, sastra, kapur barus, hingga kemenyan. ”Tema-tema lokal itu pasti selalu kuat dan diminati publik,” kata Umar.
Tema-tema lokal itu pasti selalu kuat dan diminati publik.
Media sosial juga dimanfaatkan berbagai komunitas di Kota Medan sebagai wadah untuk berdiskusi seperti yang dilakukan ngobrol.buku di Instagram. Sudah lebih dari dua tahun komunitas itu rutin mendiskusikan satu judul buku sastra setiap Jumat pukul 20.00.
”Kami ingin memperkenalkan sastra, khususnya untuk warga Kota Medan. Minat untuk mengikuti diskusi sastra rupanya cukup besar,” kata Koordinator ngobrol.buku Eka Dalanta.
Eka mengatakan, ngobrol.buku tayang perdana pada Mei 2020 dan sampai sekarang sudah lebih dari 130 diskusi dilaksanakan. Mereka mengulas beberapa judul buku, seperti Amba oleh Laksmi Pamunjtak, Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni oleh Sapardi Djoko Damono, dan Kumpulan Cerpen Pemburu Anak oleh Hilmi Faiq. Untuk ukuran diskusi sastra, peserta yang mengikuti diskusi itu cukup banyak, yakni 80-300 peserta.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga anggota staf Tax Centre Universitas Sumatera Utara, Indra Efendi Rangkuti, mengatakan, masyarakat Kota Medan dan sekitarnya sudah sangat akrab dengan media sosial. ”Media sosial pun memunculkan sesuatu yang tidak kita duga bisa terjadi hari ini,” kata Indra yang juga aktif di Facebook dan Youtube.
Indra mengatakan, aktivitas masyarakat yang sangat dekat dengan media sosial memunculkan fenomena yang tidak diperkirakan. Para pegiat media sosial sendiri pun tidak menyangka pengaruh media sosial bisa sangat luas, bahkan kadang meledak. Media sosial tidak hanya memberikan pengaruh, tetapi juga memberikan penghasilan ekonomi bagi pegiatnya.
Indra yang aktif membagikan konten tentang sejarah olahraga nasional, perpajakan, dan seni musik itu pun punya banyak pengalaman yang tidak ia duga sebelumnya. Ia, misalnya, bisa aktif berkomunikasi dengan keluarga pendiri Koes Plus setelah membagikan sejarah beberapa lagu Koes Plus.
”Saya pernah membagikan cerita tentang arti lagu ’Andaikan Kau Datang Kembali’ dan menyebut bahwa pesan dari lagu itu sebenarnya adalah kembali pada pencipta, bukan percintaan. Anak dari pendiri Koes Plus, Tonny Koeswoyo, menghubungi saya dan sampai sekarang kami aktif berkomunikasi,” kata Indra.
Pegiat-pegiat media sosial kini semakin banyak dilahirkan dari Kota Medan. Mereka membentuk peradaban baru perekat warga dalam perjalanan sejarah sebuah kota.