Meski Ada Penghentian Penempatan PMI, Ribuan Orang dari NTB Masih Bisa ke Malaysia
Meski penempatan PMI ditutup sementara, Pemerintah Provinsi NTB akan memberangkatkan 2.800 calon pekerja migran ke Malaysia untuk bekerja di sektor ladang sawit. Penawaran kerja mereka telah diterima sebelum penutupan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Indonesia telah menghentikan sementara penempatan pekerja migran Indonesia atau PMI ke Malaysia mulai 13 Juli 2022. Namun, calon pekerja migran Indonesia yang telah menerima tawaran kerja sebelum tanggal itu masih bisa tetap pergi. Di Nusa Tenggara Barat, jumlahnya mencapai 2.800 orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gde Putu Aryadi, dalam keterangan pers di Mataram, Kamis (21/7/2022), mengatakan, sebanyak 2.800 calon PMI itu telah memiliki tawaran pekerjaan yang disetujui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur.
”Mereka tetap akan diproses pemberangkatan hingga penempatannya di Malaysia. Semua penawaran kerjanya untuk pekerja sektor ladang sawit,” kata Gde.
Gde mengatakan, Indonesia menghentikan sementara penempatan pekerja migran. Alasannya, Malaysia melanggar perjanjian nota kesepahaman yang disepakati pada 1 April 2022. Nota tentang Penempatan dan Perlindungan PMI di Malaysia tersebut menyepakati penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia melalui one channel system atau sistem satu kanal. Sistem itu sudah mengakomodasi penawaran kerja, proses penempatan, dan fasilitas tempat kerja.
”Sistem ini menjadi satu-satunya mekanisme sah untuk merekrut dan menempatkan pekerja migran sektor domestik asal Indonesia di Malaysia,” kata Gde.
Menurut Gde, Pemerintah Malaysia melanggar MoU tersebut dengan tetap merekrut melalui system maid online (SMO), yaitu sistem rekrutmen pekerja secara daring. Sistem itu disinyalir membuat PMI rentan dieksploitasi dan juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.
Gde menjelaskan, SMO membuat PMI masuk ke Malaysia dengan menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja saat direkrut. ”Mereka bekerja tanpa melalui pelatihan dan tidak memahami kontrak kerja. Selain itu, tidak ada kejelasan mengenai gaji dan siapa majikannya. Mereka juga tidak memiliki kejelasan tentang fasilitas, hak, dan perlindungannya,” kata Gde.
Menurut Gde, berdasarkan data yang diperoleh dari KBRI di Malaysia, ditemukan ratusan PMI sektor domestik bermasalah akibat perekrutan sistem SMO ini. Oleh karena itu, Indonesia mengambil sikap untuk menghentikan sementara seluruh proses penempatan sampai Malaysia memperbaiki sistem tersebut.
Gde menambahkan, penutupan sementara hanya untuk tawaran kerja baru atau dari tanggal 13 Juli 2022. Sementara tawaran kerja lama tetap bisa berjalan. ”Bagi perusahaan yang sedang memproses tawaran kerja dan sudah disetujui KBRI akan tetap diberangkatkan sambil menunggu perintah selanjutnya. Khusus yang sudah disetujui sampai tanggal 12 Juli akan tetap diproses,” kata Gde.
Martha, dari PT Primadaya Pratama Pandukarya, salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia di Mataram, dalam keterangan pers tersebut, mengatakan, sudah banyak calon PMI yang siap berangkat. Ada yang sudah berkontak dengan penyedia kerja di luar negeri, tanda tangan kontrak, hingga membeli tiket.
”Tetapi, karena Covid-19, ditunda keberangkatannya. Setelah Covid-19 selesai, kami coba memberangkatkan lagi, tapi ada peraturan bahwa tawaran kerja harus diperbarui. Sayangnya, saat proses pembaruan, penempatan kembali ditutup lagi,” kata Martha.