Tarif Naik, Akses ke Pulau Komodo Eksklusif bagi yang Berduit
Hanya mereka yang berduit yang bisa masuk ke Taman Nasional Komodo.
LABUAN BAJO, KOMPAS - Kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo dari sekitar Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta menutup ruang bagi banyak orang untuk menikmati destinasi wisata superprioritas itu. Ada kesan kawasan itu eksklusif bagi mereka yang berduit. Kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, bakal berkurang sehingga berdampak pada industri pariwisata setempat.
”Binatang komodo hanya jadi kebanggaan orang NTT. Itu saja, tapi tidak semua orang NTT bisa melihat komodo. Sebab, kalau mau ke sana harus kumpul duit banyak dulu,” kata Vita Kire (24), warga Kota Kupang, Selasa (19/7/2022).
Ia berencana liburan ke Taman Nasional Komodo pada Agustus 2022.
Kini ia memastikan batal ke sana lantaran mendengar kabar bahwa tarif masuk ke destinasi itu akan dinaikkan dari sebelumnya sekitar Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta.
Kenaikan hingga mendekati 19 kali lipat. Tarif baru itu mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2022. Bagi pekerja swasta itu, anggaran yang ia siapkan untuk liburan ke Labuan Bajo tidak bakal cukup.
Menurut catatan Kompas saat mengikuti tur wisata ke Taman Nasional Komodo pada Juni 2022, biaya perjalanan dengan kapal kayu serta jasa pemandu sebesar Rp 700.000. Selain itu, biaya tiket masuk sekitar Rp 200.000. Wisatawan dibawa ke Pulau Padar, Pantai Pink, dan Pulau Komodo.
Baca juga: Tarif Naik, Turis Batalkan Kunjungan ke Labuan Bajo
Tiga lokasi itu paling digemari wisatawan. Di Pulau Padar, mereka naik ke puncak, lalu berpose dengan latar belakang lekukan bukit yang saling membelakangi. Di Pantai Pink, mereka berenang, kemudian ke Pulau Komodo untuk melihat reptil purba yang masih bertahan hingga kini.
Reptil komodo menjadi daya tarik utama. Komodo tersebar di lima pulau. Data tahun 2021, di Pulau Komodo sebanyak 1.728 ekor, di Pulau Rinca sebanyak 1.385 ekor, di Pulau Padar 19 ekor, di Pulau Gili Motang 81 ekor, dan di Pulau Nusa Kode 90 ekor. Total keseluruhan 3.303 ekor.
Prosesnya tetap berjalan dan akan mengevaluasi secara bertahap. (Zeth Sony Libing)
Namun, tarif masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,75 juta dinilai sangat membebani. Itu belum termasuk ongkos transportasi ke Labuan Bajo. Tiket pesawat Kupang-Labuan Bajo sekitar Rp 1,7 juta.
Adapun harga penginapan di sana sekitar Rp 500.000 per malam. ”Kalau dengan biaya sebesar itu, masih mendingan ke Bali atau tambah sedikit bisa ke Malaysia atau Thailand,” ujar Vita.
Menolak
Doni Parera, pegiat pariwisata di Labuan Bajo, mengatakan, mereka akan terus melakukan aksi penolakan terhadap tarif baru itu. Bagi mereka, kenaikan tarif merusak industri pariwisata Labuan Bajo yang baru mulai pulih dari pandemi Covid-19.
”Sudah banyak sekali tamu yang batal ke Labuan Bajo gara-gara tarif baru. Ini sangat memukul,” katanya.
Berdasarkan data statistik Balai Taman Nasional Komodo, jumlah hotel dan penginapan di Labuan Bajo per Desember 2021 sebanyak 101 buah. Adapun operator wisata sebanyak 44 operator.
Jumlah tersebut di luar restoran; warung makan kecil-kecilan; usaha mikro, kecil, dan menengah; jasa angkutan; dan usaha lain yang berjumlah ratusan unit. Ribuan orang menggantungkan hidup di sektor pariwisata Labuan Bajo.
Menurut Doni, kenaikan tarif dengan alasan konservasi tidak bisa diterima. Ia menduga kenaikan itu semata-mata untuk mendongkrak pendapatan negara. Kenaikan itu didesain oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Provinsi NTT.
Per 1 Agustus 2022, pengelolaan tarif masuk diambil alih oleh PT Flobamor, perusahaan daerah di bawah Pemprov NTT.
Jika dengan alasan konservasi, ia menyarankan agar dilakukan pembatasan jumlah kunjungan ke zona inti. Berdasarkan data dari KLHK, jumlah kunjungan per tahun tidak boleh lebih dari 219.000 orang.
Angka ini tidak jauh dari rekor kunjungan tertinggi pada tahun 2019 yang mencapai 221.000. Jumlah kunjungan kemudian berkurang selama pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing menegaskan, keputusan itu tetap dijalankan demi alasan konservasi. Bagi pemerintah, lanjutnya, kritikan publik terhadap sebuah kebijakan adalah hal biasa. Pemerintah memiliki mekanisme untuk menghadapinya.
Baca juga:
Tarif Baru Pukul Industri Pariwisata Labuan Bajo
”Prosesnya tetap berjalan dan akan mengevaluasi secara bertahap,” ujarnya. Menurut dia, sistem baru sudah disiapkan oleh PT Flobamor, mulai dari pendaftaran hingga pembayaran biaya masuk.
Zeth menambahkan, kenaikan tarif itu semata-mata untuk biaya konservasi yang sudah dikalkulasi oleh sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Kelestarian komodo tidak bisa ditawar-tawar. ”Komodo ini menjadi kebanggaan dunia yang berada di NTT. Kita harus rawat dengan baik,” katanya.
Ia menjelaskan, tarif itu hanya berlaku bagi wisatawan yang hendak ke Pulau Komodo dan Pulau Padar. Sementara ke beberapa pulau lain masih menggunakan tarif normal. Salah satu yang disarankan adalah Pulau Rinca, yang di sana juga terdapat komodo. Populasi komodo di Pulau Rinca hampir sama dengan di Pulau Komodo.
Kerusakan wilayah
Kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo menurut Direktur Yayasan Insan Lantang Mundur (Ilmu) Doni Pareira menjadi ancaman serius bagi kerusakan wilayah perairan di dalam Taman Nasional Komodo.
Warga di Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya bakal kembali menekuni pekerjaan semula, yakni sebagai nelayan di wilayah itu. Warga Manggarai juga menuntut ganti rugi lahan warga atas pembangunan jalan strategis sepanjang 23 kilometer melewati lima desa di Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
Kenaikan tarif yang begitu tinggi bakal mengurangi bahkan menghilangkan jumlah kunjungan ke Taman Nasional Komodo. Hanya kelompok orang berduit dengan jumlah yang sangat terbatas bakal masuk Taman Nasional Komodo.
Situasi itu akan menghilangkan pekerjaan ratusan bahkan ribuan warga Kecamatan Komodo yang selama ini bergantung pada kehadiran para wisatawan di sana.
Dikatakan dampak dari kebijakan kenaikan tarif oleh Pemprov NTT ini sangat luas. Salah satu di antaranya adalah ancaman kerusakan perairan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya.
Baca juga : Pembatasan Kunjungan ke Pulau Komodo dan Padar Mulai 1 Agustus 2022
”Idealnya sebelum dikembangkan pariwisata di dalam kawasan TN Komodo sekitar 1.000 warga di Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya bermata pencarian sebagai nelayan dan petani lahan kering,” kata Doni.
Setelah pariwisata mulai menggeliat sekitar 2010 sampai hari ini, warga di Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya beralih bekerja di bidang kepariwisataan. Mereka itu menjadi pemandu pengunjung, pemahat patung komodo, dan penjual kerajinan tangan.
”Kalau pemprov menargetkan yang datang ke Komodo itu hanya orang berduit, jumlah mereka sangat terbatas. Juga semua aktivitas dan dukungan perjalanan mereka sudah diatur oleh pihak ketiga sehingga masyarakat tidak lagi terlibat langsung di sana,” ujar Doni.
Jika warga kembali menekuni pekerjaan sebagai nelayan dan petani lahan kering, mereka bakal tidak peduli terhadap biota laut dan terumbu karang. Eksploitasi hasil-hasil laut semakin membabi buta. Tindakan itu sebagai ungkapan ketidakpuasan warga terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada mereka.
Doni mengaku mewakili masyarakat Pulau Komodo memperjuangkan pembatalan kenaikan tarif ini. Aksi demo itu akan terus diperjuangkan selama pemerintah tidak membatalkan kenaikan tarif masuk di Pulau Komodo.
Sekretaris Daerah Manggarai Barat Hans Sodo mengatakan, atas tuntutan warga soal pembatalan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo, pemkab tidak punya kewenangan terkait dengan kenaikan tarif tersebut. Tetapi, pemkab akan berkonsultasi dengan KLHK serta Pemprov NTT.