Tarif Naik 19 Kali Lipat, Turis Batalkan Rencana ke Labuan Bajo
Kebijakan pemerintah menaikkan tarif hingga 19 kali lipat membuat turis membatalkan kunjungan ke Labuan Bajo. Industri pariwisata yang mulai bangkit pun berpotensi terpuruk kembali.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Calon turis yang hendak berkunjung ke destinasi superprioritas Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, mempertanyakan kepastian tarif baru ke Taman Nasional Komodo yang naik hampir 19 kali lipat menjadi Rp 3,75 juta per orang. Sebagian dari mereka bahkan membatalkan rencana bepergian ke sana. Penetapan tarif baru ini dinilai merusak industri pariwisata di sana.
Doni Parera, pegiat pariwisata di Labuan Bajo, lewat sambungan telepon pada Selasa (5/7/2022) menuturkan, kenaikan tarif itu telah menimbulkan kegaduhan. Tarif lama sekitar Rp 200.000 per orang. Agen perjalanan wisata pun mendapat pertanyaan dari tamu yang akan ke sana. ”Teman-teman agen juga kesulitan untuk menjelaskan. Sebab, belum ada regulasi tertulis mengenai tarif ini,” ujarnya.
Di tengah ketidakpastian ini, ada calon wisatawan yang memilih membatalkan kunjungan ke Labuan Bajo. Wisatawan dimaksud menilai, kenaikan tarif itu berlebihan. ”Mereka lebih memilih ke lokasi destinasi lain yang jauh lebih murah. Dan hal ini yang sangat kami khawatirkan,” ujarnya.
Menurut dia, kenaikan tarif membawa bencana baru bagi industri pariwisata yang mulai bangkit setelah terpuruk selama dua tahun akibat pandemi Covid-19. Kunjungan wisatawan ke sana akan kembali merosot. Usaha jasa wisata, seperti agen perjalanan, hotel, rumah makan, usaha mikro kecil dan menengah, serta jasa transportasi terpukul.
Menurut data Statistik Balai Taman Nasional Komodo, jumlah hotel dan penginapan di Labuan Bajo sebanyak 101 dan operator wisata sebanyak 44. Ini di luar restoran, warung makan kecil-kecilan, UMKM, jasa angkutan, dan usaha lain yang berjumlah ratusan unit. Ribuan orang menggantungkan hidup di sektor tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing, di Kupang, Senin (4/7/2022), mengumumkan, penetapan tarif baru itu, menurut dia, diputuskan bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Provinsi NTT. Per 1 Agustus 2022, tarif itu mulai diterapkan.
Ia menjelaskan, kenaikan tarif baru merupakan hasil kajian dari sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Biaya retribusi itu nantinya digunakan untuk memperkuat program konservasi taman nasional dan membangun fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan yang datang ke sana.
Kenaikan tarif, lanjutnya, hanya berlaku untuk kunjungan ke dua pulau, yakni Padar dan Komodo. Saat ditanya alasannya, Zeth menjawab, Pulau Komodo dan Padar merupakan zona inti dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Zona inti dimaksud untuk habitat reptil komodo yang menjadi magnet destinasi tersebut.
Padahal, berdasarkan data dari Taman Nasional Komodo, reptil komodo tersebar di lima pulau. Data tahun 2021, di Pulau Komodo terdapat 1.728 ekor komodo, di Pulau Rinca sebanyak 1.385 ekor, di Pulau Padar 19 ekor, di Pulau Gili Motang 81 ekor, dan di Pulau Nusa Kode 90 ekor. Total keseluruhan 3.303 ekor komodo.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, gerakan penolakan terhadap penetapan tarif baru sudah mulai digulirkan oleh sejumlah pihak. Silvester Wanggel, mewakili semua asosiasi pelaku wisata di Labuan Bajo, mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan wakil rakyat di Manggarai Barat.
Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng, saat dikonfirmasi terkait kenaikan tarif itu, enggan berkomentar. Ia hanya menjelaskan terkait komitmennya untuk melindungi komodo sebagai warisan dunia. ”Menjadi tugas kita bersama untuk menjaga dan melestarikan komodo dari kepunahan. Caranya dengan menjaga ekosistem lingkungan di mana komodo itu hidup dan berkembang biak,” katanya.