Tarif Baru Pukul Industri Pariwisata Labuan Bajo, Pegiat Surati Presiden
Rencana tarif baru telah memukul industri pariwisata di Labuan Bajo. Banyak orang membatalkan kunjungan ke destinasi superprioritas itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo dari sekitar Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta atau hampir 19 kali lipat telah memukul industri pariwisata di destinasi superprioritas Labuan Bajo. Pegiat wisata yang tergabung dalam berbagai asosiasi telah menyurati Presiden Joko Widodo agar membatalkan kenaikan itu. Di sisi lain, dengan alasan konservasi, pemerintah tetap memberlakukan tarif baru itu per 1 Agustus 2022.
Silvester Wanggel yang mewakili berbagai asosiasi pelaku wisata di Labuan Bajo lewat sambungan telepon pada Senin (18/7/2022) mengatakan, dampak dari rencana kenaikan itu telah mereka rasakan. ”Banyak orang yang mau ke Labuan Bajo telah membatalkan rencana mereka. Alasan mereka, tiket masuk terlalu mahal,” ucapnya. Taman Nasional Komodo berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Hingga kini, pihaknya masih mengumpulkan data keseluruhan jumlah wisata serta kapal pesiar yang membatalkan perjalanan ke Labuan Bajo. ”Agen wisata, hotel, rumah makan, dan jasa transportasi sudah mengeluh. Padahal, kondisi pariwisata baru mulai bangkit pascapandemi Covid-19,” kata Silvester yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia di Labuan Bajo itu.
Berdasarkan data Statistik Balai Taman Nasional Komodo, jumlah hotel dan penginapan di Labuan Bajo 101 dan operator wisata 44. Jumlah tersebut di luar restoran, warung makan kecil-kecilan, usaha mikro kecil dan menengah, jasa angkutan, serta usaha lain yang berjumlah ratusan unit. Ribuan orang menggantungkan hidup di sektor pariwisata Labuan Bajo.
Silvester menuturkan, mereka terus memprotes kenaikan itu. Pada Senin siang tadi, misalnya, perwakilan asosiasi wisata menggelar unjuk rasa ke sejumlah kantor pemerintah di Labuan Bajo. Mereka juga sudah menulis surat kepada Presiden Joko Widodo agar membatalkan rencana kenaikan tarif yang tergolong sangat berlebihan itu. Dampaknya, kunjungan wisatawan akan berkurang. Tahun 2019, total pengunjung mencapai rekor tertinggi, yakni 221.000 orang.
Mereka berharap Presiden menegur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dinilai secara sepihak menaikan tarif tersebut. Kenaikan tersebut telah merusak industri pariwisata di destinasi superprioritas. ”Semoga ada perhatian serius dari Bapak Presiden,” ujarnya.
Banyak orang yang mau ke Labuan Bajo telah membatalkan rencana mereka.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing mengatakan, kenaikan tarif berlaku pada 1 Agustus 2022. ”Sistemnya sudah siap, mulai dari reservasi sampai tiket. Yang atur itu PT Flobamor,” ujar Zeth. PT Flobamor merupakan perusahaan daerah di bawah Pemerintah Provinsi NTT.
Zeth kembali menegaskan, kenaikan tarif itu diputuskan bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi NTT. Angka Rp 3,75 juta itu diperoleh dari hasil kajian sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Biaya retribusi itu akan digunakan, di antaranya, untuk memperkuat program konservasi taman nasional dan membangun fasilitas pendukung demi kenyamanan wisatawan yang datang ke sana.
Kenaikan tarif hanya berlaku untuk kunjungan ke dua pulau, yakni Padar dan Komodo. Padahal, berdasarkan data dari Taman Nasional Komodo, komodo tersebar di lima pulau. Berdasarkan data tahun 2021, di Pulau Komodo ada 1.728 ekor, Pulau Rinca 1.385 ekor, Pulau Padar 19 ekor, Pulau Gili Motang 81 ekor, dan Pulau Nusa Kode 90 ekor. Total keseluruhan 3.303 ekor.
Hanya yang berduit
Sejumlah warga, baik di dalam maupun di luar NTT, juga menolak kenaikan harga yang terbilang sangat ekstrem itu. Mereka menduga, kenaikan itu bukan untuk alasan konservasi, melainkan demi tujuan bisnis. Pasalnya, yang mengelola adalah sebuah perusahaan daerah, yang diyakini berorientasi profit.
”Ini berarti hanya orang berduit yang bisa masuk ke sana. Jika dengan alasan konservasi, sebaiknya jumlah pengujung yang dibatasi, bukan dengan menaikkan tarif seperti ini,” kata Aleksius (34), warga Kabupaten Manggarai Barat.
Menurut dia, kenaikan itu membuyarkan keinginan warga setempat dan NTT pada umumnya untuk melihat hewan purba tersebut. Di satu sisi, masyarakat lokal bangga dengan keberadaan Komodo, tetapi di sisi lain mereka tidak bisa melihat Komodo lantaran mahalnya tiket masuk ke sana.
Benny (30), warga Surabaya Jawa Timur, menuturkan, setelah mendengar rencana kenaikan tarif, banyak temannya membatalkan rencana berkunjung ke Labuan Bajo. Padahal, mereka ingin datang ke sana pada momen perayaan HUT Ke-77 RI dan mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Pulau Padar.
”Mereka tertarik dengan cerita saya tentang hewan komodo dan Pulau Padar. Namun, setelah berhitung, biayanya terlalu besar. Tiket pesawat sudah mahal dan ditambah lagi dengan tarif masuk yang naik berkali-kali lipat. Mereka lebih memilih ke luar negeri,” kata Benny yang baru mengunjungi Pulau Komodo dan Pulau Padar pada Juni 2022.
Saat itu, tarif masuk ke sana sekitar Rp 200.000 dengan menyinggahi Pulau Padar, Pantai Pink, dan Pulau Komodo. Selain membayar tarif masuk, wisatawan juga membayar ongkos kapal dan pemandu. Paling murah Rp 700.000 bagi yang menumpang kapal kayu. Artinya, dengan modal tidak lebih dari Rp 1 juta, wisatawan dapat menikmati destinasi superprioritas itu.