Solar Terbatas, Nelayan di Indramayu Terpaksa Tidak Melaut
Sebagian nelayan di Indramayu bakal sulit untuk melaut karena tidak mendapatkan solar bersubsidi. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Indramayu berharap pemerintah memperhatikan hal ini agar nelayan bisa melaut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kesulitan bahan bakar membuat sebagian nelayan di Indramayu, Jawa Barat, tidak melaut dalam beberapa pekan terakhir. Para nelayan berharap adanya penambahan kuota bahan bakar agar mereka bisa mencari nafkah kembali.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu Dedi Aryanto memaparkan kesulitan mendapatkan akses solar bersubsidi di tengah persiapan melaut. Kondisi ini terjadi di sejumlah desa pesisir, di antaranya Desa Eretan Wetan, Desa Eretan Kulon, Desa Ilir, dan Desa Parean.
”Kebutuhan solar di daerah tersebut masih kurang sejak isu kenaikan solar bersubsidi, kira-kira 3-4 bulan terakhir. Padahal, dalam waktu dekat ratusan nelayan di sini sudah siap melaut setelah Idul Adha,” ujar Dedi saat dihubungi dari Bandung, Senin (18/7/2022).
Menurut Dedi, sebagian besar nelayan yang kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi adalah nelayan dengan kapal di bawah 30 GT (gros ton), tetapi lebih besar daripada kapal nelayan kecil. Nelayan tersebut bisa mengakses bahan bakar bersubsidi, tetapi pasokan yang terbatas membuat mereka menunggu lebih lama.
Dedi mengatakan, kapal nelayan kecil untuk harian justru tidak terlalu berpengaruh karena bisa mengakses stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) untuk kendaraan lainnya. Para nelayan, ujarnya, cukup menunjukkan rekomendasi dari pihak yang berwenang, seperti pemerintah hingga kewilayahan yang membuktikan warga merupakan nelayan sasaran subsidi solar.
Sementara itu, untuk kapal yang lebih besar, mereka harus mengakses SPBU untuk nelayan (SPBN) karena kebutuhannya yang sangat tinggi. Hal ini menjadi dilema karena kebutuhannya sangat tinggi.
Sebagai catatan, lanjut Dedi, nelayan yang tergabung dalam HNSI Indramayu mencapai lebih dari 5.000 orang. Mereka tidak hanya nelayan besar dengan kapal berbobot lebih dari 30 GT, tetapi sebagian besar di antaranya merupakan nelayan kecil yang menjadi sasaran subsidi.
”Solar bersubsidi itu menyasar ke nelayan dengan kapal maksimal 30 GT. Kalau lebih, mereka menggunakan solar industri. Masalah terjadi saat kapal di bawah 30 GT ini, kan, kebutuhannya juga tinggi, sementara pasokan terbatas,” ujarnya.
Karena itu, dia berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan, bahkan menambah pasokan minyak bagi kawasan Indramayu. Pasalnya, kekurangan bahan bakar berdampak pada nelayan yang tidak mendapatkan penghasilan karena tidak melaut.
”Memang ada sebagian yang ikut dengan kapal lain. Tetapi, juru mudi dan nakhoda pasti akan menunggu bahan bakar untuk kapalnya. Padahal, saat ini sudah ditunggu-tunggu karena cuaca sudah mulai tenang dan kami bisa melaut,” ujarnya.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Misaya Mina di Desa Eretan Wetan, Rasgianto, menuturkan, terbatasnya kuota bahan bakar bersubsidi ini cukup menyulitkan masyarakat. Dalam sebulan, pihaknya yang mengelola satu SPBN hanya mendapatkan kira-kira 240 kiloliter untuk ratusan kapal nelayan di sana.
”Jadi, kami bukannya tidak ada BBM, tetapi karena keterbatasan kuota yang jadi sulit. Sebagian besar sudah siap melaut, tetapi masih ada yang terkendala kuota. Di SPBN lainnya juga terkendala keterbatasan kuota,” ujarnya.
Karena itu, Rasgianto berharap adanya penambahan pasokan per bulan agar bisa diakses oleh seluruh nelayan kecil. Jika tidak, para nelayan hanya bisa menunggu jatah solar dengan antrean yang bisa berhari-hari. (RTG)