Jalan Terjal Jemek Supardi Bersetia dengan Pantomim
Maestro pantomim Jemek Supardi berpulang dalam usia 69 tahun, Sabtu (16/7/2022) petang. Kesetiaannya pada dunia pantomim tak terelakkan lagi. Jemek adalah pantomim. Begitu sebaliknya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Maestro pantomim Jemek Supardi berpulang dalam usia 69 tahun di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (16/7/2022) petang. Kesetiaannya pada dunia pantomim tak terelakkan lagi. Meski jalannya berkesenian terjal, semua dilakoninya dengan penuh ketulusan hati.
Jemek adalah pantomim. Begitu juga sebaliknya. Setiap kali membicarakan pantomim, publik tak bisa melepaskannya dari sosok Jemek Supardi. Identiknya sang maestro dengan pantomim dibangun oleh kesetiaannya menggeluti dunia tersebut.
”Awalnya, beliau itu pemain teater. Tapi, beliau punya kelemahan untuk menghafal naskah. Ternyata, kelemahan itu menjadi berkah karena beliau mengetahui kekuatannya pada gerak dan mimik. Dari situlah pantomim didalaminya,” kata Bambang Paningron, penggiat seni asal Yogyakarta, saat dihubungi, Minggu (17/7/2022).
Diberitakan Kompas (15/8/1997), Jemek mulai mengenal dunia teater modern pada tahun 1972. Merit Hendra, pemain Teater Alam, adalah sosok yang menarik Jemek ke dalam dunia teater. Tokoh lainnya ialah Adi Kurdi dan Tertib Suratmo yang kala itu aktif di Bengkel Teater yang dikelola penyair WS Rendra di Yogyakarta.
Jemek sempat bergabung dengan Teater Alam pada 1973 dan Teater Dinasty pada 1975. Kerap kali, ia hanya mendapat peran figuran karena kelemahannya menghafal naskah. Namun, tokoh Teater Dinasty, Azwar Anas, mengamati Jemek yang unggul dalam melakukan gerakan tanpa kata. Jemek pun mencatat apa yang dikatakan Azwar dan mempelajari tingkah laku orang sehari-hari.
Pengetahuan pantomim didalami Jemek sewaktu bergabung dengan Teater Boneka pimpinan Juli Tymor. Selain itu, ia juga selalu menonton pentas pantomim di Yogyakarta, termasuk yang mendatangkan seniman pantomin dari luar negeri.
Salah satu pertunjukan yang paling berkesan bagi Jemek adalah pentas empu pantomim Perancis, Marcel Marceau. Selain menonton pentas, Jemek juga membaca buku-buku mengenai pantomim demi mengetahui lebih dalam perihal kesenian tersebut.
”Mas Jemek sangat diuntungkan karena dikelilingi oleh teman-teman kreatif. Kelemahan itu dioptimalkan sehingga Ia bisa menyalurkan banyak karya. Di Jogja, hubungan antarseniman juga sangat erat sehingga sering menyumbang ide, kerja sama, dan kolaborasi,” kata Bambang Paningron yang mengenal Jemek sejak masih SD.
Totalitas
Totalitas Jemek dalam seni peran tak bisa diragukan. Pada 1997, Jemek pernah bolak-balik Yogyakarta dan Jakarta untuk mencari dana pentas karya pantomimnya. Saat itu, dia mendatangi sejumlah temannya yang dinilai cukup mapan secara finansial.
Dari Jakarta, Jemek pulang ke Yogyakarta dengan kereta api Senja Ekonomi. Dalam perjalanan, ia mengalah dengan tidur di lantai ketimbang nanti saling senggol dengan penumpang wanita di sebelahnya. Saking pulasnya tidur, Jemek kebablasan sampai di Solo. Turun pukul 03.00 dengan kondisi perut lapar.
”Padahal, uang saya tinggal Rp 2.000. Ya, makan seadanya, lalu naik bus jurusan Yogyakarta. Mungkin saya kecapekan muter-muter di Jakarta. Tak tahunya nyasar sampai Solo,” kata Jemek pada Kompas (15/8/1997).
Di jagat seni peran, Jemek juga dikenal sebagai seorang yang ”gila” saat menggelar pentas. Bagi dia, panggung itu bisa di mana saja. Jalanan hingga kuburan bisa dijadikan tempatnya ”naik panggung”.
”Kegilaan” Jemek itu, antara lain, ditunjukkan dalam karyanya yang berjudul ”Bedah Bumi” pada 1998. Kala itu, Jemek pentas dengan membawa 11 peti mati yang diarak di jalanan. Pemakaman juga menjadi lokasi pentas itu.
Di sana, jemek telah mengupah orang-orang untuk menyiapkan doa kematian. Digelar pula kain hitam dengan pelepah pisang dan taburan bunga. Orang-orang sekitar sampai mengira sedang ada prosesi kematian sungguhan.
”Dia dari pergaulannya memang imajinasinya sangat liar. Apa yang tidak dipikirkan orang, bisa terlintas di pikirannya. Bagaimana mengeksplor itu menjadi gerakan-gerakan yang tidak dipikirkan orang,” kata Bambang.
Tahun lalu, sebut Bambang, Jemek mengaku masih ingin menggelar pentas. Sayangnya, kondisi fisik Jemek telah menurun akibat penyakit yang dialaminya. Meski demikian, ia tetap memberikan segalanya bagi dunia seni peran. Salah satunya dengan menjadi narasumber sarasehan teater.
Butet Kartaredjasa, seniman teater asal Yogyakarta, mengaku mengenal Jemek sejak 1970-an. Saat itu, mereka sudah sama-sama menjadi pegiat teater. Bahkan, pada satu masa, ia pernah memanajeri Jemek dalam sejumlah lakon.
Menurut Butet, Jemek adalah seniman yang sangat konsisten. Jemek dianggap sadar betul akan potensi dirinya. Kemampuannya berekspresi lewat gerak tubuh dan mimik terus diasah secara tekun. Oleh karena itu, Butet sangat mengagumi keteguhan hati Jemek untuk bergelut di dunia tersebut.
”Bahwa dia memilih jalan hidup sebagai aktor pantomim itu faktual. Sampai akhirnya dia berkeluarga dan punya anak, dia tetap menekuni dunia itu. Confident (percaya diri) menggunakan elastisitas tubuhnya untuk berbahasa dan alat ekspresi,” kata Butet.
Berpulang
Jemek meninggal dunia di rumah putrinya di wilayah Nitiprayan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Sabtu petang. Sebelum diketahui meninggal, Jemek sempat tidur beberapa jam.
Menantu Jemek, Bagas Arga Santosa, menyampaikan, Jemek tertidur sejak pukul 15.00. Beberapa saaat kemudian, Jemek didatangi istri dan saudaranya. Lebih kurang, sekitar pukul 17.30, putri Jemek, Kinanti Sekar, juga mendatanginya. Ternyata, ia mendapati ayahnya telah meninggal.
”Sekar sama anak-anak pulang, terus nengoki Bapak. Ternyata, Bapak udah sedo (meninggal). Jadi, Bapak ini tidur panjang,” jelas Bagas.
Beberapa waktu lalu, ungkap Bagas, Jemek sempat dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, karena mengalami infeksi paru-paru. Selanjutnya, ia tinggal di rumah putrinya setelah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Itu dilakukan agar ada yang menjaga Jemek.
Sabtu malam, jenazah Jemek disemayamkan di rumah duka Perkumpulan Urusan Kematian Yogyakarta (PUKY), Bantul. Untuk melepas kepergian Jemek, keluarga menggelar misa arwah di rumah duka tersebut pada Minggu (17/7/2022) pukul 10.00. Selanjutnya, jenazah dimakamkan di Makam Seniman Imogiri, Bantul, pada Minggu siang.