Perusakan Tembok Diduga Cagar Budaya Terulang Lagi di Sukoharjo
Perusakan obyek diduga cagar budaya kembali terulang di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Terkini, perusakan terjadi pada tembok Ndalem Singopuran. Itu hanya berselang tiga bulan dari jebolnya Benteng Keraton Kartasura.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SUKOHARJO, KOMPAS — Perusakan obyek diduga cagar budaya kembali terulang di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Terkini, perusakan terjadi pada tembok Ndalem Singopuran di Desa Singopuran, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (8/7/2022). Peristiwa itu hanya berselang tiga bulan dari jebolnya Benteng Keraton Kartasura. Kurangnya pengetahuan mengenai cagar budaya mendasari berulangnya perusakan.
Jumat siang, tembok Ndalem Singopuran yang dijebol panjangnya mencapai 27,5 meter. Tinggi benteng tersebut sekitar 3 meter. Adapun tebalnya mencapai 75 sentimeter. Area yang jebol juga diberi pembatas berupa garis polisi. Pemberian garis polisi juga dilakukan pada alat berat yang digunakan untuk menjebol tembok tersebut. Operasionalisasi alat berat juga dihentikan sementara.
Kepala Desa Singopuran Harjiyanto menceritakan, pihaknya menerima laporan aksi penjebolan tersebut sekitar pukul 09.00. Setelahnya, ia segera berkoordinasi dengan jajaran pemerintah desa untuk menghentikan sementara aktivitas alat berat yang tengah berlangsung. Pihaknya cukup terkejut mengingat tidak ada pemberitahuan sebelumnya mengenai rencana pekerjaan alat berat tersebut.
”Tidak ada informasi sebelumnya. Jadi, tiba-tiba saja ada laporan dari warga soal kejadian ini. Belum ada komunikasi mengenai pembongkaran ini,” katanya, di lokasi kejadian.
Harjiyanto mengaku sangat menyayangkan insiden tersebut. Sebab, menurut dia, perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo sempat menemui pemilik lahan yang melakukan penjebolan. Dalam kesempatan itu, pemilik lahan telah diperingatkan agar menjaga kondisi tembok agar tak diubah. Peringatan itu disampaikan beberapa waktu setelah terjadinya perusakan Benteng Keraton Kartasura.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo Siti Laela menjelaskan, tembok Ndalem Singopuran diperkirakan telah berusia 277 tahun. Diduga, dahulu tempat itu digunakan sebagai tempat tinggal para patih dari Keraton Kartasura. Pihaknya menyatakan, tembok itu telah masuk dalam register nasional sebagai obyek diduga cagar budaya (ODCB) sejak 2017.
”Kami sudah menemui yang punya lahan. Waktu itu masih utuh dan belum digempur. Tujuan kedatangan kami adalah mengantar tim dari provinsi untuk mengkaji ODCB untuk dijadikan cagar budaya tingkat provinsi. Rencananya tim dari Sukoharjo juga akan mengkaji. Tetapi, belum waktunya, malah ada kejadian seperti ini,” kata Laela.
Kami juga mendesak agar ODCB yang rawan perusakan ini segera dikaji dan ditetapkan. Termasuk juga sosialisasi kepada masyarakat setempat. Mereka ini hidup di tengah cagar budaya. Bagaimana caranya ikut melestarikan dan tidak merusak lagi.
Bagas (23), putra dari pemilik lahan, membenarkan pihaknya sudah ditemui perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo. Semula ia sama sekali tak mengetahui keberadaan ODCB di lahan miliknya. Perwakilan dinas memberi tahu dia perihal itu. Namun, menurut dia, harus ada surat resmi mengenai kepastian status bangunan bersejarah tersebut.
”Kalau diduga itu, kan, belum berarti (cagar budaya). Bisa benar, bisa tidak. Kecuali, saya dapat suratnya. Kalau ada surat dari dinas, saya enggak bakal berani,” kata Bagas, yang mengaku sudah memiliki surat hak milik atas lahan tersebut.
Bagas menjelaskan, tembok itu dibongkar karena kondisinya rawan roboh. Ia khawatir jika sewaktu-waktu tembok tersebut justru menimpa orang yang melintas. Untuk itu, ia bakal membongkar dan membangun tembok yang baru. Selain itu, ia juga punya rencana membuat lahan tersebut sebagai kluster perumahan kelak.
”Diminta berhenti, saya berhenti begitu. Sekarang ikuti dari pemerintah daerah mintanya bagaimana. Saya manut sajalah,” kata Bagas.
Kepala Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah Sukronedi mengatakan, saat ini jajarannya tengah menggali informasi mengenai perusakan tersebut. Sejumlah pihak mulai dari warga, pemilik lahan, hingga perangkat pemerintahan setempat dimintai keterangan guna memperjelas permasalahan itu.
Selanjutnya, ungkap Sukronedi, langkah-langkah preventif mesti ditempuh. Salah satunya ialah keharusan pemerintah daerah membuat papan informasi dan penanda mengenai keberadaan ODCB di daerahnya. Perusakan berbasis kurangnya pengetahuan warga akan cagar budaya tidak boleh terus terulang.
”Kami juga mendesak agar ODCB yang rawan perusakan ini segera dikaji dan ditetapkan. Termasuk juga sosialisasi kepada masyarakat setempat. Mereka ini hidup di tengah cagar budaya. Bagaimana caranya ikut melestarikan dan tidak merusak lagi,” kata Sukronedi.