Digelar Hibrida, Tipitaka Chanting Masih Sesuaikan Situasi Pandemi
Indonesia Tipitaka Chanting kembali digelar secara luring di kompleks Candi Borobudur. Namun, karena masih pandemi, ritual peribadatan umat Buddha ini tetap digelar dengan pembatasan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Setelah dua tahun digelar secara daring, Indonesia Tipitaka Chanting kembali digelar secara luring di Taman Lumbini, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Jawa Tengah, Jumat (8/7/2022). Namun, dengan mempertimbangkan situasi pandemi dan masih adanya potensi penularan Covid-19, ritual pembacaan teks-teks kitab suci Tipitaka atau Tripitaka ini tetap digelar dengan pembatasan.
Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia sekaligus penasihat Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2556/2022 Bikkhu Subhapanno Mahathera mengatakan, mengikuti aturan pembatasan yang ditetapkan oleh Taman Wisata Candi Borobudur, jumlah umat yang ikut dalam ritual ini hanya 1.200 orang. Ini sekitar separuh dari jumlah biasanya sebelum pandemi.
”Agar tidak ramai dan demi memenuhi aturan terkait pembatasan, sebagian umat lainnya dari seluruh Indonesia kami persilakan untuk ikut menjalankan peribadatan ini secara daring,” ujarnya, Jumat (8/7/2022).
Bikkhu Subhapanno menyadari betul bahwa situasi saat ini masih pandemi yang rawan terjadi penularan Covid-19. Namun, karena tersentuh oleh keinginan umat yang sungguh berharap agar acara ini diselenggarakan secara luring, maka Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja diputuskan digelar secara langsung di Taman Wisata Candi Borobudur. Dengan mempertimbangkan risiko penularan virus, maka acara pun diputuskan digelar secara hibrida.
Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja berlangsung pada 8-10 Juli 2022. Pada Minggu (10/7/2022), juga akan dilakukan perayaan Asalha atau Asadha Mahapuja, ritual tahunan yang digelar dua bulan setelah hari raya Tri Suci Waisak.
Namun, jika biasanya ritual ini digelar dengan prosesi arak-arakan dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, tahun ini prosesi sepenuhnya dilakukan di pelataran Candi Borobudur saja. ”Kami menghindari kegiatan arak-arakan karena hal itu berpotensi menimbulkan kerumunan di jalan,” ujarnya.
Wakil Ketua Pelaksana Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Puja Silakumaro Tonny Coason mengatakan, pada perayaan Asalha Mahapuja, ribuan umat Buddha bersama biksu akan melakukan ritual pradaksina. Umat akan melakukan pradaksina dengan mengelilingi bangunan candi, sementara 20 biksu dengan izin khusus akan melakukan ibadah di atas struktur bangunan candi, berkeliling hingga stupa puncak.
Di pelataran di bawah bangunan candi, bagian terdepan dari rombongan yang melakukan pradaksina adalah kereta kencana Mahadhatu. Kereta yang membawa relik atau sisa jasad Sang Buddha tersebut akan ikut tiga kali mengelilingi bangunan candi.
Kereta kencana Mahadhatu adalah kereta berbahan logam seberat 2,5 ton. Kereta itu berhiaskan relief tentang kisah perjalanan Sang Buddha selama menjalani kehidupan sebagai seorang bodhisatwa atau calon Buddha.
Pelaksana Tugas Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Nyoman Suriadarma mengatakan, pembacaan teks dari kitab suci Tipitaka adalah ritual yang harus terus dilakukan dan dilestarikan. ”Kitab suci Tipitaka menjadi pusat panduan, pusat keyakinan seluruh umat Buddha. Pembacaan semua teks dari kitab ini akan membawa resonansi yang baik juga untuk seluruh umat dan lingkungan di sekitarnya,” ujarnya.
Namun, karena diselenggarakan dalam situasi pandemi, dia pun terus mengingatkan setiap umat untuk selalu menjaga diri. Hal ini dengan menjalankan segenap aktivitas peribadatan sesuai dengan protokol kesehatan.