Perayaan Trisuci Waisak, yang diikuti sekitar 1.200 pemeluk agama Buddha, Senin (16/5/2022) di Borobudur, menjadi simbol upaya mewujudkan pesan damai dari Sang Buddha, lewat tindakan sederhana yang bisa diteladani.
Kemenangan membawa kebencian, yang kalah hidup dalam derita. Sungguh bahagia hidup dalam damai, setelah lepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan.
Ajaran Sang Buddha Gautama mengenai hidup damai, yang terdapat dalam kitab Dhammapada itu terasa tepat dengan situasi bangsa ini, dan juga situasi dunia, yang memasuki tahun politik dan masih diwarnai beragam konflik. Indonesia dan lebih dari 220 negara lainnya juga belum sepenuhnya bebas dari pandemi Covid-19, meski situasinya sudah kian melandai.
Perang di Ukraina, yang diawali dengan serbuan Rusia ke negara tetangganya itu, juga masih jauh dari kata berakhir. Kini dampak dari perang itu mengancam dunia, tak hanya berwujud ancaman krisis pangan dan energi, tetapi keterbelahan di antara bangsa-bangsa. Padahal, bumi membutuhkan perdamaian dan kedamaian di antara warganya supaya bisa terus berkembang dan memberikan manfaat bagi kehidupan.
Saat pandemi Covid-19 mengusai dunia ini, manusia sangat menderita. Saat virus mulai bisa dikendalikan dengan vaksinasi, sebagian orang mulai merasa sudah menang melawan pandemi Covid-19. Padahal, masih banyak warga di negeri ini yang belum divaksinasi, dan tak sedikit pula negara yang belum kebagian vaksin untuk melindungi warganya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, tak ada satu pun orang di dunia ini bebas dari pandemi, sampai semua orang bebas.
Kemenangan saja bisa membawa kebencian dan penderitaan bagi orang lain, apalagi apabila kondisinya belum benar-benar menang, dan hanya berdasarkan kegembiraan sesaat dan sikap egoistis. Jauh dari sikap mengasihi sesama dan keinginan untuk mewujudkan kedamaian antarsesama. Padahal, seperti diingatkan Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia Bhikkhu Sri Subhapannyo, Mahathera, yakni kedamaian hendaknya dibangun dari diri sendiri terlebih dahulu, lalu diterapkan ke luar diri. Kedamaian diri sendiri muncul, karena berkurangnya bahkan lenyapnya kotoran pikiran, seperti keserakahan, kebencian, dan ketidakbijaksanaan (Kompas, 15/5/2022).
Perayaan Trisuci Waisak, yang diikuti sekitar 1.200 pemeluk agama Buddha, Senin (16/5/2022) di Borobudur pun, menjadi simbol upaya mewujudkan pesan damai dari Sang Buddha. Meskipun dua tahun tak bisa merayakan hari raya itu, karena pandemi, dan ketika kesempatan itu datang, tidak kemudian digelar dengan sesuka hati. Perayaan Trisuci Waisak tahun ini tetap diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Umat yang hadir tetap menjalani semua rangkaian perayaan dengan memakai masker, duduk berjarak, dan menempati posisi yang ditandai dengan stiker berwarna merah.
Jika tindakan kemanusiaan yang bersahabat ini, yang sederhana, bisa menjadi gerakan bersama pada bangsa ini, juga di dunia, rasa damai bukan hal sulit mewujud di antara kita.
Langkah yang terkesan sederhana, tetapi sesungguhnya itulah inti dari pesan peringatan tiga kejadian luar biasa dalam kehidupan Buddha. Sikap welas asih, antikekerasan, tak mencari menang sendiri, mengendalikan nafsu, dan toleransi haruslah dimulai dari diri sendiri, tanpa memaksakan kehendak kepada liyan. Jika tindakan kemanusiaan yang bersahabat ini, yang sederhana, bisa menjadi gerakan bersama pada bangsa ini, juga di dunia, rasa damai bukan hal sulit mewujud di antara kita.