Adaptasi Peternak Menghadapi Era Tidak Pasti
Penyakit kuku dan mulut memicu kreativitas sebagian peternak di Jabar. Lewat riset dan media sosial, mereka menjangkau konsumen. Mitigasi jadi kunci menghadapi beragam hal tidak terduga di kemudian hari.
Dengan tangan kanan, Muhammad Shobirin (31) menyorotkan kamera gawai ke dombanya. Setelah memencet tombol record, ia beraksi.
”Asalamualaikum, saya dari Santri Tani Farm mau menawarkan domba Garut. Sehat, gemuk, usia kira-kira 1,5 sampai 2 tahun,” ucapnya.
Shobirin merekam video itu langsung dari kandangnya di Desa Sampih, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Jabar, Senin (4/7/2022). Kandangnya mirip panggung. Ada tiang kayu penopang dengan tingginya sekitar 1 meter dari tanah. Ada sekat antarternak.
Setelah mengabadikan gambar domba, ia mengunggahnya ke akun Facebook-nya, Shob Muhammad Shobirin. Tertulis deskripsi jenis, usia, bobot, hingga harga ternak. Dari pelosok desa, 30 kilometer dari kantor Bupati Cirebon, ia memasarkan dombanya ke mana-mana.
Baca juga: Cegah Penurunan Produktivitas hingga Jaga Plasma Nutfah Indonesia
Shobirin memulai Santri Tani Farm awal tahun ini. Nama itu diambil dari profesinya sebagai petani organik dan santri di Pondok Pesantren Dar An Nahdloh. Dia membangun usahanya bersama rekannya, Muhamad Isomuddin. Mereka menggunakan kemudahan teknologi untuk beradaptasi dengan zaman.
Tahun ini, selain Covid-19, tantangan terbesar adalah menyesuaikan diri dengan penyakit mulut dan kuku (PMK). Hingga Rabu (6/7/2022), data Siaga PMK menyebutkan, satwa yang sudah terjangkit di Jabar sebanyak 33.210 ternak dan 24.118 ternak di antaranya belum sembuh. Tercatat 586 ternak mati dan 781 ternak dipotong bersyarat. Sejumlah 39.854 ekor telah divaksinasi.
Penyakit akibat virus itu dapat menyebar melalui udara dengan cepat hingga puluhan km. Meski tak menjangkiti manusia, setiap orang bisa jadi vektor virus. Terlebih lagi, jika orang tersebut telah mengunjungi ternak yang terpapar PMK. Seperti Covid-19, PMK juga menuntut pembatasan lalu lintas orang dan ternak.
Itu sebabnya, alumnus Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon ini tidak membawa dombanya ke pasar ternak. Bermodal jempol, gawai, dan kuota, ia terhubung dengan pelanggan di Kota Cirebon dan Ibu Kota.
”Alhamdulillah, ada delapan ekor dipesan dari Jakarta. Tinggal pengirimannya saja, sehari sebelum Idul Adha,” ucapnya sambil menunjukkan domba yang telah diberi nama pembelinya.
Dari total 33 domba, 10 di antaranya laku untuk kurban, Senin (10/7/2022) depan. Domba jenis garut berusia 1 tahun-1,5 tahun itu berbobot 35-50 kilogram. Harganya, Rp 3 juta-Rp5,5 juta per ekor. Dombanya juga punya surat kesehatan.
Meski telah diperiksa UPTD Pusat Kesehatan Hewan, dombanya tetap mendapatkan asupan pakan hingga kalsium. Setiap pagi dan sore, ia memberi rumput untuk dombanya sekaligus membersihkan kandang. Ia juga memandikan dombanya agar lebih kinclong saat dipotret.
Protokol kesehatan
Pilihan pengelola Musim Qurban, penyedia hewan kurban di Bandung, juga membuahkan hasil. Setelah mampu bertahan saat Covid-19 menggila, mereka kini lebih siap ketika diancam PMK.
Ketekunan itu diperlihatkan oleh Fahri (31), customer service Musim Qurban, Senin (4/7/2022) siang. Dia mengambil gambar domba berbagai ukuran di kandang bambu untuk kemudian dipamerkan di Instagram.
Fahri berujar, menyediakan 204 domba dan empat sapi. Semua dipamerkan di bawah tenda terpal biru di pinggir Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung.
”Sudah lebih dari 100 domba yang terjual. Kalau sapi biasanya terjual dekat Idul Adha,” ujarnya.
Ukuran dan harga yang ditawarkan bervariasi. Semua berdasarkan bentuk fisik, misalnya tanduk. Kalau untuk berdasarkan bobot, kami khawatirnya tidak sesuai kesepakatan awal karena berat timbangan bisa berubah. ”Kalau dari fisik, semua juga lebih mudah jika dilihat dari display di media sosial,” ujar Fahri.
Seperti saat lonjakan Covid-19, Musim Qurban menjangkau pelanggan lewat Instagram. Akun @musimqurban yang telah eksis sejak tahun 2021 ini diikuti lebih dari 341 pengguna. Akun tersebut telah mengunggah 42 konten hingga Selasa (5/7/2022) pagi.
Hasilnya, penjualan hewan kurban pun tetap berjalan di tengah keterbatasan gerak. Di tahun 2021, contohnya, Musim Qurban bisa menjual lebih dari 100 hewan kurban. Lebih dari separuhnya mengandalkan promosi daring.
”Biasanya yang sudah percaya dengan kami, cukup bahan-bahan media sosial seperti video dan foto. Nanti tinggal akadnya,” papar Fahri yang tetap mempersilakan calon pembeli datang melihat hewan kurban langsung di tempat.
Pengelola Motekar Farm, penyedia hewan kurban di Kabupaten Bandung, Yuga Suwarsa, mengatakan, dia tetap mempersilakan apabila ada konsumen yang datang. Namun, ia memperketat protokol kesehatan untuk mencegah penularan PMK.
Yuga mencontohkan, pelanggan tidak bisa melihat calon hewan kurban dari dekat. Jarak antara pelanggan dan ternak sekitar 30 m. Ada layanan video dan gambar untuk memudahkan transaksi, terutama terkait detail kondisi hewan.
”Kami mencoba meminimalkan potensi penularan. Jangan sampai ke depan banyak orang dirugikan akibat penularan PMK ini,” katanya yang rutin melakukan disinfeksi bagi hewan yang baru datang dari kandang peternak.
Riset
Selain media sosial, peternak juga mulai rajin meriset. Hal itu dilakukan demi meminimalkan dampak buruk beragam kejadian di masa depan.
Dari pendataan Santri Tani Farm di Cirebon, sejumlah potensi dan masalah coba dipetakan. Salah satu temuannya, jumlah domba di 70 peternak hingga April lalu mencapai 699 ekor. Dari jumlah itu, 271 ekor di antaranya betina.
Data itu menunjukkan, populasi domba betina sedikit dibandingkan jantan. ”Masalahnya, bibit domba betina yang berusia 8 bulan sering dijual murah, Rp 700.000-Rp 900.000 per ekor. Ini jadi rebutan pedagang sate. Peternak lebih memilih membesarkan yang jantan,” ucap Isomuddin.
Padahal, jika peternak memeliharanya, domba betina bisa melahirkan hingga empat kali selama masih produktif. Ini berbeda dengan domba jantan yang hanya dijual.
”Seharusnya bibit betina itu tidak dijual. Karena ini aset. Seperti tanah bagi petani. Kalau dijual, yajadi buruh,” ucapnya.
Itu sebabnya, alih-alih menjual bibit domba betina, Santri Tani Farm malah memilih membesarkannya kemudian mengawinkannya atau breeding. Selama enam bulan terakhir, dari 12 domba betina, sebanyak 9 anakan telah lahir. Domba betina itu masih bisa melahirkan anak.
Isomuddin mengakui, peternak perlu bersabar 1-1,5 tahun untuk breeding. Dengan asumsi kebutuhan pakan seekor domba per hari Rp 2.000, maka dibutuhkan sekitar Rp 1 juta hingga ternak itu berusia 1,5 tahun. Tapi, setelah itu, peternak meraup jutaan rupiah dari anakan.
”Inilah bedanya trading (jual beli) dengan breeding, bandar dengan peternak,” katanya.
Tidak hanya untung, sistem breeding juga mencegah lalu lintas ternak di tengah laju PMK. Jika domba terus melahirkan, peternak tidak perlu membeli ternak dari luar desa, bahkan kabupaten lainnya.
Selama ini, peternak di Desa Sampih kerap membeli domba, terutama yang jantan, dari luar desa dan kecamatan. Padahal, peternak dapat mengembangbiakkan dombanya. ”Kalau breeding ini tidak digunakan, jangan heran kalau nanti Indonesia impor domba,” ucap Isomuddin.
Santri Tani Farm juga tengah mengembangkan peternakan yang terintegrasi dengan pertanian. Selain menyasar potensi ekonomi, hal itu juga berpotensi ampuh meminimalkan penularan PMK.
Kotoran ternak, yang bisa menjadi sarana penularan, dapat dijadikan bahan pupuk kompos untuk sawah di sekitar kandang. Sebaliknya, jerami sisa panen menjelma jadi pakan domba.
Semangat sebagian peternak membangun pola usaha adaptif di tengah perubahan butuh dukungan banyak pihak. Semua dilakukan agar tetap tangguh meski jalannya bisa jadi tidak mudah.
Baca juga: Antisipasi PMK, Pemkot Cirebon Siapkan Stempel Khusus pada Hewan Kurban