Pelabuhan ”Tikus” di Sultra Rawan Pengiriman Sapi Ilegal
Sejumlah pelabuhan ”tikus” di Sultra menjadi pintu masuk pengiriman sapi dari banyak daerah. Meski belum ada kasus penyakit mulut dan kuku, pengiriman sapi secara tidak resmi berpotensi membawa penyakit ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sejumlah pelabuhan ”tikus” di Sulawesi Tenggara wajib diwaspadai karena menjadi pintu masuk pengiriman sapi dari banyak daerah. Meski belum ada temuan penyakit mulut dan kuku (PMK) di provinsi ini, pengiriman sapi secara tidak resmi berpotensi membawa masuk penyakit hewan menular itu. Apalagi, pemerintah belum melakukan pengawasan ketat terkait hal tersebut.
Subkoordinator Keswan, Kesmavet, dan Pascapanen Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra drh Sangia Muldjabar menyampaikan, di wilayah Sultra, memang ada beberapa pelabuhan ”tikus” yang rawan menjadi lokasi masuknya sapi dari daerah lain. Pelabuhan ini ada di wilayah daratan meski sebagian besar berada di wilayah kepulauan.
”Untuk di daratan, sepengetahuan kami itu memang informasinya ada di Kabupaten Bombana. Beberapa waktu lalu kami mendapat informasi ada pengiriman sapi dari Maluku yang masuk melalui wilayah ini. Tapi, ketika ke sana, kami tidak bisa telusuri keberadaan sapi tersebut ataupun jumlahnya,” kata Sangia, saat dihubungi, Sabtu (2/7/2022).
Menurut Sangia, pengiriman sapi melalui pelabuhan tidak resmi memang berbahaya. Sebab, sapi dari daerah lain datang tanpa dokumen pemeriksaan kesehatan sebelumnya. Hal ini berpotensi membawa kasus PMK ke Sultra. ”Ini ilegal. Dan, yang paling penting, tidak ada pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat atau ketika tiba di sini,” ucapnya.
Selain di Bombana, ia melanjutkan, sejumlah wilayah kepulauan di Sultra juga rentan menjadi pintu masuk pengiriman sapi. Sebagian besar wilayah kepulauan memiliki perairan yang luas dengan pintu masuk di berbagai lokasi.
Ia pun berharap masing-masing daerah melakukan pengawasan terkait pengiriman sapi secara tidak resmi dari luar daerah. Sebab, pihaknya tidak bisa menjangkau semua daerah untuk mengawasi setiap waktu. Ia juga mengakui belum berkoordinasi dengan aparat terkait kejadian ini.
Sejauh ini, ia melanjutkan, di Sultra memang belum ada temuan kasus PMK. Sejak merebaknya kasus di sejumlah daerah, gugus tugas di tingkat provinsi dan masing-masing daerah telah dibentuk untuk melakukan pemantauan dan pengawasan. Berdasarkan laporan rutin, gejala penyakit ini belum ditemukan di 17 kabupaten dan kota di wilayah tersebut.
”Sejak awal Pemprov Sultra telah mengeluarkan aturan tidak menerima dahulu pengiriman sapi dari daerah ’merah’ yang ditemukan kasus PMK. Terkecuali daging sapi, dengan aturan yang ketat,” katanya.
Di sisi lain, Hangia menyampaikan, kebutuhan sapi untuk kurban juga masih surplus jika merujuk kebutuhan kurban tahun lalu. Pada tahun ini, kebutuhan sapi untuk kurban diprediksi sebanyak 6.853 ekor dan kambing sebanyak 2.169 ekor. Sementara ketersediaan sapi untuk tahun ini sebanyak 8.459 ekor dan kambing 2.433 ekor.
Dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Bombana Muhammad Siarah mengatakan, kasus PMK saat ini belum ditemukan di kabupaten itu. Meski demikian, pemantauan dan pengawasan tetap dilakukan melalui pemeriksaan lalu lintas ternak. Pemeriksaan tersebut dilakukan baik melalui jalur darat maupun pelabuhan penyeberangan.
Pemeriksaan secara fisik dengan melihat ada atau tidaknya gejala yang mengarah ke PMK.
”Sistem pemeriksaan PMK yaitu petugas peternakan dan dokter hewan melakukan pemeriksaan surat-surat, mulai dari SKKH (surat keterangan kesehatan hewan), rekomendasi pengeluaran, dan penerimaan ternak. Juga melalui pemeriksaan secara fisik dengan melihat ada atau tidaknya gejala yang mengarah ke PMK,” ucapnya melalui pesan pendek.
Namun, saat ditanya terkait pengawasan di pelabuhan ”tikus”, ia tidak menjawab pesan yang dikirimkan.
Sementara itu, sejumlah penjualan sapi kurban dadakan bermunculan di Kendari. Puluhan sapi dengan asal dari sejumlah daerah ini dijual di berbagai tempat di ibu kota Sultra tersebut.
Udin (48), pedagang, menuturkan, ia baru berjualan selama sebulan terakhir dengan jumlah sapi lebih dari 50 ekor. Sebagian sapi telah laku dengan harga Rp 12 juta hingga Rp 17 juta. Sapi ini didatangkan dari Muna, Bombana, Konawe Selatan, dan beberapa tempat lain.
Terkait pemeriksaan hewan kurban ini, Udin mengaku belum pernah didatangi petugas dinas terkait. ”Belum ada yang datang. Tidak tahu juga karena kami ini pedagang musiman saja,” katanya.