Anggaran Terbatas, KKP Dorong Nelayan Ikut Asuransi Mandiri
Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong nelayan mengakses asuransi secara mandiri. Pasalnya, anggaran pemerintah untuk bantuan asuransi nelayan terbatas.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS - Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak lagi memberikan bantuan premi asuransi nelayan tahun ini karena keterbatasan anggaran. Pemerintah pun mendorong nelayan mengikuti asuransi secara mandiri untuk perlindungan nelayan dari kecelakaan melaut.
Koordinator Kelembagaan dan Perlindungan Nelayan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Lili Widodo mengatakan, sejak 2016, sekitar 120.000 nelayan mendapatkan bantuan premi asuransi per tahun. Bantuan itu diberikan bergiliran untuk setiap daerah.
”Tahun ini, 100 persen (anggaran bantuan premi asuransi) dipotong. Tidak ada bantuan premi,” ucap Lili kepada Kompas di sela-sela acara ”Sosialisasi dan Gerai Kepesertaan Asuransi dan Jaminan Hari Tua” di Tempat Pelelangan Ikan Cangkol, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).
Dua tahun sebelumnya, KKP juga tidak menyalurkan bantuan premi asuransi nelayan karena anggaran dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19. Anggaran di Ditjen Perikanan Tangkap, lanjutnya, juga sekitar Rp 6 triliun atau di bawah kebutuhan ideal berkisar Rp 12 triliun.
Pihaknya pun mendorong nelayan mengikuti asuransi secara mandiri. Selain sosialisasi terkait asuransi nelayan, pihaknya juga siap memfasilitasi pendaftaran nelayan dengan menghadirkan perusahaan asuransi, seperti Jasindo dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
”Kami berharap kesadaran nelayan ikut asuransi secara mandiri, tidak menggantungkan pada pemerintah yang gratis,” ucap Lili. Apalagi, lanjutnya, besaran premi asuransi nelayan cukup terjangkau, berkisar Rp 16.000 dan Rp 17.000 per bulan untuk satu nelayan atau sekitar Rp 150.000 per tahun.
”Jadi, preminya sangat kecil, tapi manfaatnya sangat besar,” ucapnya. Asuransi nelayan dari Jasindo, misalnya, dengan premi Rp 150.000 per tahun, nelayan dapat biaya pengobatan saat sakit hingga pertanggungan maksimal Rp 150 juta jika meninggal dunia saat melaut.
Meski demikian, Lili mengakui capaian asuransi nelayan belum optimal. Hingga kini baru sekitar 1,1 juta nelayan dari total 2,6 juta nelayan yang pernah mengakses bantuan premi asuransi nelayan. Bahkan, sebagian besar nelayan tidak melanjutkan asuransi tersebut setelah bantuan dicabut.
”Bantuan (asuransi) itu bukan terus-menerus, tapi stimulus. Nelayan tidak lanjut (asuransi mandiri) karena tidak mau repot isi administrasi dan tidak ada waktu mendaftar ke kota. Ada juga yang tidak bisa baca tulis,” ujarnya. Pihaknya pun mendatangkan petugas asuransi untuk membantu nelayan.
Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati mengatakan, dengan panjang garis pantai 7 kilometer, perikanan menjadi salah satu produk andalan Cirebon. Oleh karena itu, nelayan harus mendapatkan perlindungan, seperti asuransi. Terlebih lagi risiko kecelakaan laut juga mengintai nelayan.
Meski demikian, lanjutnya, anggaran pemkot terbatas untuk membantu nelayan menikmati asuransi. ”Nelayan penginnya asuransi gratis. Kami berharap anggaran (dari KKP) dapat meng-cover asuransi nelayan lagi,” ujar Eti.
Wuwang (40), nelayan asal Samadikun, Cirebon, mengaku baru mengetahui adanya asuransi untuk nelayan. Menurut dia, premi sekitar Rp 16.000 per bulan tidak murah, tetapi juga tidak mahal. ”Itu sedanglah. Enggak apa-apa bayar sendiri karena manfaatnya banyak,” ucapnya.