Sebanyak 5.100 nelayan kecil di Aceh diusulkan menerima bantuan asuransi. Agar banyak nelayan mau mengikut asuransi mandiri, premi asuransi diusulkan diturunkan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 5.100 nelayan kecil di Aceh diusulkan menjadi penerima program asuransi nelayan. Hingga saat ini nyaris tidak ada nelayan di Aceh yang mengikuti asuransi mandiri karena penghasilan mereka habis untuk kebutuhan sehari-hari.
Subkoordinator Pengembangan Usaha dan Kenelayanan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Hasan Harahap, Jumat (18/3/2022), mengatakan, dengan asuransi, nelayan yang mengalami kecelakaan bisa mendapatkan biaya berobat Rp 20 juta, sedangkan nelayan yang mengalami kecacatan mendapat santunan Rp 100 juta. Adapun nelayan yang meninggal mendapatkan santunan Rp 200 juta.
Nama-nama nelayan calon penerima bantuan asuransi telah didata dan dikirimkan ke Kementrian Kelautan dan Perikanan. Mereka tersebar di 18 kabupaten/kota di Aceh.
”Kuota untuk Aceh hanya 5.100 orang. Meski sedikit, tetapi sangat bermanfaat bagi nelayan,” kata Hasan.
Nelayan yang diusulkan mendapatkan asuransi diutamakan nelayan kecil dengan kapal berukuran 2 tonase kotor (GT) hingga 10 GT. Nelayan kecil tersebut rata-rata melakukan aktivitas melaut dalam sehari.
Mereka pada umumnya berpenghasilan rendah. Pendapatan sehari melaut hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, lanjut Hasan, sangat wajar jika pembayaran premi asuransi nelayan kecil dibantu pemerintah.
Hasan mengatakan, para nelayan yang tidak masuk dalam daftar penerima bantuan premi dari pemerintah disarankan mendaftar asuransi secara mandiri. Adapun premi asuransi nelayan Rp 140.000 per tahun. Sejauh ini nyaris tidak ada nelayan Aceh yang mendaftar asuransi secara mandiri.
Halimatul Sadiah (25), seorang istri nelayan di Desa Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, kini menjadi janda dan harus membesarkan dua anak seorang diri. Suaminya, Nasrol Hamni (37), yang hilang saat melaut awal Maret lalu hingga kini belum ditemukan.
Nasrol tidak memiliki asuransi nelayan sehingga keluarganya tidak mendapatkan santunan atas kecelakaan tersebut. Halimatul juga tidak memiliki tabungan, bahkan tanah tempat rumahnya berdiri bukan milik mereka. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumahnya saja disambung dari rumah kerabatnya.
”Kami keluarga kurang mampu. Jangankan untuk asuransi, untuk biaya makan saja sulit,” kata Halimatul.
Sekretaris Lembaga Adat Nelayan/Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek menuturkan, nelayan kecil sangat membutuhkan asuransi. Selama ini banyak nelayan kecil yang mengalami kecelakaan saat berlayar, tetapi karena tidak terdaftar asuransi, mereka tidak mendapatkan santunan.
Risiko kecelakaan bagi nelayan kecil tinggi. Pada saat cuaca buruk, potensi kecelakaan semakin besar. Beberapa nelayan nyaris tenggelam, tetapi ada juga yang terdampar ke negara lain. Ada pula yang meninggal saat melaut.
Pada pekan lalu, dua nelayan Aceh Besar dan Pidie hilang dan hingga kini belum ditemukan. Karena mereka tidak terdaftar sebagai peserta asuransi, kedua nelayan itu pun tidak mendapat santunan.
Miftah mengatakan, meski preminya Rp 140.000 per tahun, tidak sedikit nelayan yang kewalahan untuk membayar. ”Pendapatan kadang sehari hanya Rp 50.000 hanya cukup untuk biaya makan sehari bersama keluarga,” kata Miftah.
Menurut Miftah, jumlah keluarga nelayan berekonomi rendah atau miskin di Aceh masih tinggi, yakni mencapai 23 persen dari total angka kemiskinan Aceh. Adapun jumlah warga miskin di Aceh mencapai 819.069 orang sehingga jumlah nelayan miskin 188.385 orang.
Miftah mengatakan, perlu intervensi serius dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil. Asuransi memang penting, tetapi bagi nelayan kecil, kebutuhan pokok menjadi prioritas. ”Lebih baik premi diturunkan dan biaya santunan diturunkan. Dengan demikian, lebih banyak nelayan yang bisa mendaftar secara mandiri,” kata Miftah.