Kasus Kekerasan di MTs Negeri 1 Kotamobagu Tidak Kunjung Menemui Titik Terang
Dugaan penganiayaan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kotamobagu, yang berujung pada kematian BT (13), siswa kelas VII, tak kunjung menemui titik terang. Kepolisian tak bisa menetapkan tersangka tanpa hasil otopsi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dugaan penganiayaan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kotamobagu, yang berujung pada kematian BT (13), siswa kelas VII, tidak kunjung menemui titik terang. Sekalipun telah mengantongi nama-nama siswa yang diduga kuat sebagai pelaku, kepolisian tidak bisa menetapkan tersangka tanpa hasil otopsi yang lengkap.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast, Rabu (29/6/2022), menyatakan, belum ada perkembangan penyidikan dalam kasus tersebut. Sebab, hingga 16 hari setelah laporan dari keluarga diterima kepolisian, hasil otopsi belum juga terbit.
”Nanti kalau sudah selesai baru kami bisa menentukan, apakah kasus ini dilanjutkan sesuai sistem peradilan pidana anak atau bagaimana. Kalau penyebab kematian korban bukan penganiayaan, tidak mungkin kami paksakan. Jadi, hasil otopsi yang akan menentukan perkembangan ke depan,” kata Jules ketika dihubungi via telepon dari Manado.
Insiden yang menimpa BT diduga terjadi pada Rabu (8/6/2022) menjelang tengah hari di area MTsN 1 Kotamobagu. Menurut pengakuan almarhum kepada orangtuanya sebelum meninggal pada Minggu (11/6/2022), ia ditinju dan ditendang di perut oleh beberapa siswa lain.
Hasil rontgen abdomen juga menunjukkan ia mengalami trauma akibat pukulan benda tumpul. BT juga mengalami penyumbatan usus sehingga harus menjalani operasi pengangkatan sebagian ususnya yang rusak, kira-kira 30 sentimeter. Namun, nyawa BT tak terselamatkan.
Sejak kematian BT hingga 17 Juni lalu, kepolisian telah memeriksa 18 saksi, 14 orang di antaranya siswa MTsN 1 Kotamobagu. Dari pemeriksaan itu, kata Jules, kepolisian telah dapat memetakan beberapa siswa yang diduga kuat turut serta menghajar BT.
Kendati begitu, keterlibatan mereka hanya akan dikonfirmasi hasil otopsi. Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kotamobagu Susilawaty Gilalom mengatakan, ada beberapa sampel dari tubuh BT yang diteliti di laboratorium forensik di Makassar.
Butuh waktu lebih dari 14 hari hingga hasil laboratorium itu keluar. Jules menyatakan, pihaknya menyerahkan semua proses kepada para ahli. ”Proses ini tentu melibatkan para ahli, jadi kami hanya bisa menunggu, jangan sampai mendahului uji laboratorium,” katanya lagi.
Dugaan kekerasan terhadap BT menimbulkan kemarahan publik, tidak hanya di Kotamobagu, tetapi juga di tingkat nasional. Pemerintah pusat pun turut menanggapi. Namun, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam kunjungan ke Manado, Senin (27/6/2022), menyatakan pemerintah pusat tak bisa mengatasi kasus per kasus.
”Ada kasus yang harus kami tangani, ada yang hanya kami komunikasikan dan koordinasikan ke daerah. Kalau bicara soal bullying (perundungan), kami di kementerian tidak bisa bekerja sendiri. Kami tidak bisa menyelesaikan (masalah) yang ada di hilir saja, tidak hanya menjadi pemadam kebakaran,” kata Bintang.
Bintang menyatakan, kementerian yang ia pimpin akan berfokus pada upaya pencegahan melalui koordinasi berkelanjutan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menyasar satuan pendidikan yang dibawahkannya. Kementerian Agama juga menjadi mitra untuk menjangkau madrasah-madrasah.
Sepanjang 2022, Kotamobagu yang menyandang gelar Kota Layak Anak 2021 telah memberikan pendampingan dalam 62 kasus hukum dan kekerasan yang menimpa anak dan perempuan. Sebanyak 44 kasus di antaranya melibatkan anak-anak, entah sebagai saksi dalam proses hukum atau korban kekerasan seksual, penelantaran, dan sebagainya.
Susilawaty, Kepala UPTD PPA Kotamobagu, menyatakan telah menugaskan pendamping kepada keluarga selama proses hukum berlangsung. Pendamping ini mencakup agamawan dan psikolog.