Angin Perubahan Baik Berembus di Aik Mual, Lombok Barat
Wajah Dusun Aik Mual, Desa Sekotong Timur, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, perlahan berubah ketika tersedia fasilitas pendidikan, kesehatan, dan air bersih sejak 2016. Kini, perkawinan anak juga coba dikikis habis.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Warga Dusun Aik Mual dan desa sekitarnya di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, kini tidak perlu lagi menempuh perjalanan selama empat jam ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya. Hal itu karena sudah ada AFC Health Center alias Puskesmas Pembantu Plus Bakti Nusantara Aik Mual.
Selain dilengkapi peralatan medis, di puskesmas ini terpasang instalasi listrik tenaga surya sehingga pelayanan tak akan terganggu jika listrik padam. Tersedia pula sumur, tandon air, dan toilet komunal yang sangat membantu kebutuhan dasar warga.
”Alhamdulillah sekarang tak jauh lagi ambil air. Warga dusun lain juga bisa ke sini. Jalan sudah ada, paling lama 5-10 menit (naik sepeda motor) sudah dapat air bersih. Kalau mau berobat sudah dekat, turun bukit jalan kaki paling 15-30 menit sampai. Ini membantu dan jadi mudah sekarang,” kata Muainah (38), Jumat (24/6/2022).
Pembangunan berbagai fasilitas publik di Aik Mual dan beberapa dusun lain itu dimotori oleh Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) bersama Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Kepolisian Daerah NTB, dan didukung TNI.
Berdasarkan data dari YTBN, dari lima dusun di Desa Sekotong Timur, yaitu Aik Mual, Memomang, Aik Mual Utara, Bunleleng, dan Bunleleng Selatan, ada 286 keluarga dari 345 keluarga (82,89 persen) yang belum memiliki akses terhadap jamban bersih. Hal ini diperparah sulitnya mendapatkan akses air bersih dan fasilitas kesehatan. Masalah itu berdampak pada kesehatan warga, seperti banyaknya kasus anemia remaja, gizi buruk, serta kematian ibu dan bayi.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menegaskan akan melanjutkan program yang digagas bersama YTBN. Salah satunya, menyalurkan atau membuat penampungan air bersih di sejumlah dusun sekitar. Tantangan itu tentu tak mudah karena kondisi geografis Desa Sekontong Timur merupakan perbukitan.
”Harus tetap berlanjut, kami siap bangun lagi instalasi air ke dusun lain. Begitu pula dengan puskesmas, dipastikan pula perawat dan dokter hadir,” kata Fauzan.
Di bidang pendidikan, kemajuan dirasakan berkat adanya sekolah, di antaranya Madrasah Ibtidaiyah Al Hidayah Tarbiyah Islamiyyah (setingkat sekolah dasar) dan Madrasah Tsanawiyah Al Hidayah Tarbiyah Islamiyyah (setingkat sekolah menengah pertama).
Asri (37), warga Aik Mual yang juga ayah tiga anak, menghargai adanya sekolah-sekolah itu. Namun, ia mendorong pemerintah dan semua pihak yang dapat membantu untuk melengkapi sarana-prasarana pendidikan setidaknya sampai setingkat SMA di desanya.
Perkawinan anak
Perubahan di Dusun Aik Mual serta kawasan Desa Sekotong Timur juga terlihat dari pola pikir warganya. Kepala Dusun Aik Mual Mudtazam (30) mengatakan, sebelum ada program pembangunan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) dan program pembelajaran serta penyuluhan dari YTBN, ia dan warganya sangat tertutup.
Perubahan di Dusun Aik Mual serta kawasan Desa Sekotong Timur juga terlihat dari pola pikir warganya.
Mudtazam berbagi cerita tentang dirinya yang juga pelaku perkawinan anak. Menikah pada usia di bawah 15 tahun merupakan hal biasa di dusunnya.
Berdasarkan data, dari total 64 keluarga di Dusun Aik Mual, hampir 70 persen warga melakukan pernikahan di rentang usia 12-15 tahun. Hal itu tergambar di lima dusun lain. Namun, pada 2016-2022, angka pernikahan rata-rata di usia 16 tahun.
Penetrasi pembangunan mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga akses air bersih serta perjumpaan yang intens dengan sukarelawan YTBN ataupun petugas pemerintah daerah, polisi, dan TNI membuka cakrawala warga.
”Tahun ini masih ada perkawinan anak (usia 12 tahun). Ada satu kasus. Tapi, jika dilihat sudah berubah ke usia 16 tahun. Pola ini berubah sejak 2016,” lanjut Mudtazam.
Namun, masih ada anak-anak di daerah itu yang merasa menikah adalah masa depannya. Hanif (11), misalnya, mengaku sudah memilih calon istrinya kelak.
Jawaban Hanif tersebut, menurut Ketua YTBN Teguh Dwi Nugroho, bukan semata jawaban polos dan jujur, melainkan juga karena mereka terpengaruh lingkungan sekitar. Mengubah pola pikir tak hanya perlu ditanamkan ke anak-anak, tetapi juga setiap orang dewasa di Aik Mual dan semua desa di tempat itu.
”Para sukarelawan yang ikut dari berbagai latar belakang profesi. Salah satu tujuannya agar anak-anak mendapatkan gambaran ada banyak profesi selain guru dan petani. (Di sisi lain) Anak-anak belum siap fisik dan mental. Organ reproduksi mereka belum matang. Itu kita harus edukasi, kita bersama putus pernikahan dini,” ujar Teguh yang juga berprofesi sebagai dokter itu.
Setelah lebih dari lima tahun memaparkan perubahan baik, anak-anak Aik Mual mulai memiliki cita-cita tinggi.
”Aku mau jadi kayak kakak itu, merawat dan obati orang sakit,” kata Lia (10), murid kelas IV MI Al Hidayah Tarbiyah Islamiyyah, satu dari banyak anak di Desa Sekontong Timur yang mulai tersentuh perubahan pola pikir.
Sejumlah fasilitas layanan sudah dibangun di Desa Sekotong Timur. Namun, bukan berarti pekerjaan rumah sudah selesai. Program pembangunan oleh pemerintah, didukung kerja tak putus dari berbagai kelompok masyarakat, mesti dipastikan berlanjut.