Jumlah Vaksin Masih Terbatas, PMK di Jatim Belum Juga Terkendali
Jumlah kasus PMK di 38 kabupaten dan kota di Jatim sampai dengan 24 Juni 2022 mencapai 111.503 kasus. Jumlah vaksin pun terbatas.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas menyuntikkan vaksin penyakit kuku dan mulut (PMK) ke sapi perah di Kelurahan Bendul Merisi, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/6/2022).
PONOROGO, KOMPAS — Penularan penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak di Jawa Timur belum bisa dikendalikan. Jumlah kasusnya terus bertambah setiap hari. Selain pengobatan terhadap gejala simtomatiknya, upaya untuk menekan laju sebaran virus ditempuh dengan jalan vaksinasi. Namun, pasokan vaksin ini masih sangat terbatas.
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Ponorogo Masun mengatakan, pihaknya menerima 8.000 dosis vaksin untuk menanggulangi penyakit mulut dan kuku yang kini meresahkan peternak. Namun, jumlah vaksin itu masih jauh dari kebutuhan karena populasi sapi di wilayahnya mencapai 80.000 ekor.
Dia memperkirakan, kebutuhan vaksin untuk sapi mencapai lebih dari 72.000 ekor. Dasarnya adalah jumlah populasi ternak dikurangi dengan jumlah sapi yang terpapar PMK. Adapun jumlah sapi terpapar PMK sampai 24 Juni 2022 mencapai 7.393 ekor.
”Sebanyak 8.000 dosis vaksin diterima pada Jumat (24/6/2022). Sementara itu, vaksinasi ditargetkan mulai berjalan awal pekan depan. Tenaga vaksinatornya sudah disiapkan,” ujar Masun, Sabtu (25/6/2022).
Vaksinasi untuk penyakit mulut dan kuku ini akan menyasar hewan ternak yang sehat. Dari total 8.000 dosis vaksin, sebanyak 7.000 dosis akan disuntikkan pada sapi perah, sedangkan 1.000 dosis diberikan pada sapi potong yang dikhususkan pada aktivitas pembibitan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas menyiapkan alat suntik otomatis saat vaksinasi penyakit kuku dan mulut (PMK) ke sapi perah di Kelurahan Bendul Merisi, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/6/2022).
Masun menambahkan, situasi PMK di wilayahnya masih mengkhawatirkan. Dari 7.393 sapi yang terpapar, sebanyak 131 ekor merupakan kasus baru. Hal itu menunjukkan penambahan kasus harian masih tinggi. Selain itu, sebanyak 6.824 ekor ternak masih dalam kondisi sakit.
Angka kematian ternak akibat penyakit PMK di Ponorogo juga tinggi, yakni total sebanyak 201 ekor dan sebanyak 330 ekor dipotong paksa. Dalam sehari terdapat penambahan enam ekor ternak mati dan 16 ekor yang dipotong paksa. Angka kematian ternak d Ponorogo ini merupakan yang tertinggi di Provinsi Jatim.
Penambahan kasus baru disebabkan oleh penularan yang cepat. Penularan ini terjadi karena mayoritas peternak mengelola kandang dengan sistem komunal sehingga apabila terdapat satu ternak sakit, potensi menularkan pada ternak lainnya sangat tinggi, yakni mencapai 90 persen.
Faktor lain, lokasi kandang sapi yang berdekatan antara satu dan lainnya. Masun mengatakan, dari total populasi sapi 80.000 ekor, sebanyak 12.000 ekor terdapat di Kecamatan Pudak. Lokasi peternakan sapi ini sangat berdekatan sehingga risiko penularan penyakitnya tinggi.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo berharap ada percepatan distribusi vaksin untuk mengatasi sebaran laju PMK. Selain itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko meminta pemerintah pusat memikirkan nasib peternak yang sapinya mati dan dipotong paksa. Dia berharap peternak mendapatkan uang penggantian Rp 10 juta per ekor.
”Rata-rata peternak meminta kompensasi atas ternaknya yang mati dan dipotong paksa karena PMK. Kompensasi itu untuk meringankan dampak kerugian mengingat rata-rata sapi yang mati ini harganya Rp 25 juta,” ucap Sugiri Sancoko.
Dalam lingkup regional, penularan penyakit mulut dan kuku di Provinsi Jatim belum bisa dikendalikan. Jumlah kasus PMK di 38 kabupaten dan kota di Jatim sampai dengan 24 Juni 2022 mencapai 111.503 kasus. Terdapat penambahan sebanyak 3.629 ekor kasus baru dalam sehari.
Penambahan kasus baru harian terbanyak berasal dari Malang, yakni 487 kasus, Blitar sebanyak 442 kasus, Jember sebanyak 395 kasus, dan Pasuruan sebanyak 372 kasus.
Rata-rata peternak meminta kompensasi atas ternaknya yang mati dan dipotong paksa karena PMK. Kompensasi itu untuk meringankan dampak kerugian mengingat rata-rata sapi yang mati ini harganya Rp 25 juta.
Sementara itu, dari total 111.503 kasus PMK, baru 16,80 persen yang dinyatakan sembuh atau 18.735 ekor ternak. Sebanyak 91.295 ekor ternak masih dalam kondisi sakit atau 81,87 persen. Selain itu, 616 ekor ternak atau 0,55 persen mati dan 857 ekor ternak atau 0,76 persen dipotong paksa.
Kasus PMK terbanyak ditemukan di Kabupaten Probolinggo, yakni 11.407 ekor, Malang sebanyak 8.476 ekor, Lumajang 7.780 ekor, dan Ponorogo sebanyak 7.393 ekor. Adapun kematian tertinggi di Ponorogo, yakni 201 ekor, dan Kota Batu sebanyak 105 ekor.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, vaksin untuk PMK menjadi kebutuhan yang sangat mendesak saat ini. Hal itu karena vaksin dinilai mampu meningkatkan kekebalan ternak sehingga tidak mudah terserang virus penyebab PMK. Namun, jumlah vaksin yang tersedia hingga saat ini masih sangat terbatas.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas menyiapkan vaksin penyakit kuku dan mulut (PMK) ke sapi perah dengan suntikan manual di Kelurahan Bendul Merisi, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/6/2022).
”Jatim sudah mengajukan permintaan 1,5 juta dosis vaksin ke Kementerian Pertanian RI untuk mengatasi PMK,” ujar Khofifah.
Permintaan vaksin PMK sebanyak 1,5 juta dosis itu sebenarnya masih jauh dari kondisi ideal. Hal itu karena populasi sapi perah dan potong di Jatim mencapai 5,2 juta ekor. Selain sapi, vaksin untuk PMK juga diperlukan bagi hewan ternak berkuku belah lainnya, seperti kambing, domba, dan kerbau.
Dari Sidoarjo dilaporkan, penjualan hewan kurban mulai dibuka pada Sabtu. Para pedagang yang menetap dan pedagang musiman mulai menggelar lapak di sejumlah lokasi, seperti Jalan Raya Lingkar Timur dan Jalan Sarirogo. Di Sarirogo, lokasi penjualan dipusatkan di dekat kantor balai desa dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
”Semua tempat penjualan hewan kurban ini harus mengantongi izin dari Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo. Ternak yang dijual juga harus dipastikan sehat dengan mengantongi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal,” ucap Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Tony Hartono.