Kematian Ternak akibat PMK di Jatim Bertambah, Penyebab Masih Diteliti
Penyakit mulut dan kuku di Jawa Timur semakin mengkhawatirkan. Selain jumlah hewan ternak yang terpapar terus bertambah secara harian, di sejumlah daerah tingkat kematiannya juga tinggi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
PONOROGO, KOMPAS — Kasus kematian ternak akibat penyakit mulut dan kuku di Jawa Timur terus bertambah. Peternak masih menunggu realisasi penggantian sapi yang dipotong paksa untuk meringankan beban ekonomi mereka.
Berdasarkan data Posko Terpadu Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Pemerintah Provinsi Jatim, Kamis (23/6/2022), 591 ekor ternak mati atau naik 20 kasus dalam sehari. Total kasus kematian signifikan terjadi di Kabupaten Ponorogo dengan 195 ekor dan Kota Batu dengan 105 ekor. Sebagian besar adalah sapi perah.
Adapun total kasus PMK mencapai 107.874 di 38 kota/kabupaten atau bertambah 4.210 kasus hanya dalam sehari. Penambahan kasus harian tinggi terjadi di Kabupaten Jember dengan 585 kasus, Pamekasan (514 ), Sumenep (324 ), Jombang (256), Blitar dan Pasuruan masing-masing mencapai 251 ekor.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ponorogo Masun mengatakan, jumlah ternak terpapar PMK sampai Kamis sebanyak 7.262 ekor dari total populasi sapi sedikitnya 80.000 ekor. Jumlah itu bertambah 215 ekor dalam sehari. Dari data itu, ternak yang masih sakit sebanyak 6.715 ekor, mati (195) dan dipotong paksa (314).
”PMK menyebar di 19 kecamatan. Kasus terbanyak di Pudak, sentra sapi perah. Populasinya sekitar 12.000 ekor,” ujar Masun, Jumat (24/6).
Menurut Masun, mayoritas ternak mati tidak dalam kondisi sakit parah, tetapi dalam masa pemulihan kesehatan. Ternak tengah menjalani pengobatan simtomatik dan selesai diberi antibiotik, analgesik, bahkan vitamin. Bahkan, ternak sudah bisa berdiri dan makan dengan lahap.
”Akan tetapi, ternak tiba-tiba kejang dan langsung mati. Penyebab kematiannya sedang diteliti,” kata Masun.
Dia mengatakan, tim kesehatan hewan dari Pusat Veteriner Kementerian Pertanian kini telah memeriksa ternak mati dan mengambil sampel organ tubuhnya untuk diteliti di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan di tiga desa di Pudak. ”Hasilnya akan menjadi dasar pemda menyusun strategi penanganan yang tepat sehingga kasus kematian sapi bisa ditekan,” ujarnya.
Sementara itu, terkait rencana pemerintah memberikan ganti rugi Rp 10 juta per ekor untuk ternak yang terpaksa dimusnahkan, Pemkab Ponorogo menyambut antusias. Hal itu diharapkan mempercepat penanganan wabah dan meringankan beban peternak.
”Kami masih menunggu mekanismenya. Sosialisasi terhadap peternak juga sudah dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan,” ucap Masun.
Camat Pudak Suwardi mengatakan, empat hingga lima ekor sapi per hari mati karena PMK. Bangkai ternak dikubur peternak dan warga.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko berharap perbankan mengucurkan kredit kepada peternak. Dia juga ingin perbankan memberikan kelonggaran bagi peternak yang memiliki tanggungan pembayaran angsuran kredit.
”Kelonggaran atau semacam restrukturisasi pembayaran angsuran ini penting karena mayoritas peternak terdampak PMK. Meski sapinya sudah sembuh, produksi susu turun drastis sehingga peternak nyaris tidak berpenghasilan,” tutur Sugiri.