Kasus DBD di Cirebon Tinggi, 1.099 Terjangkit dan 8 Meninggal
Penyakit demam berdarah dengue mengancam warga Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dalam enam bulan terakhir kasus DBD mencapai 1.099 orang, delapan di antaranya meninggal dunia.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kasus demam berdarah dengue di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mencapai 1.099 kejadian dalam enam bulan terakhir. Bahkan, delapan orang di antaranya meninggal dunia. Dinas Kesehatan Cirebon memprediksi penularan demam berdarah masih akan terus terjadi seiring tingginya curah hujan dan belum optimalnya pemberantasan sarang nyamuk.
Hingga Kamis (23/6/2022), dinkes setempat mencatat 1.099 kasus demam berdarah dengue (DBD) dan 8 orang di antaranya, sebagian besar anak-anak, meninggal. Plumbon menjadi kecamatan dengan kejadian terbanyak, yakni 123 kasus dan 2 kematian, diikuti Plered (119 kasus), Weru (99 kasus), Palimanan (56 kasus), dan Tengah Tani (55 kasus).
”Dibandingkan dengan tahun lalu, tren saat ini jauh meningkat. Sepanjang 2021, ada 820 kasus DBD. Kami lihat, pemicunya curah hujan yang tinggi dan (kurangnya) PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat),” ujar Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Cirebon Lukman Denianto.
Curah hujan tinggi, lanjutnya, menyebabkan genangan di permukiman, seperti di bak sampah dan kandang burung. Apalagi, sejumlah warga tidak membersihkan lingkungannya. Kondisi memicu munculnya jentik nyamuk Aedes aegypti, yang menjelma vektor virus dengue. Penularan terjadi ketika nyamuk yang membawa virus tersebut menggigit warga.
Lonjakan kasus mulai terjadi sejak awal 2022. Pada Januari, misalnya, DBD menjangkiti 346 orang atau melonjak dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 35 kasus.
”Makanya, dari awal tahun kami sudah mengeluarkan surat edaran terkait kewaspadaan dini ke masyarakat. Kami juga sudah sosialisasi bahaya DBD dan memberdayakan warga,” ujarnya.
Pihaknya telah merekrut 77 kader juru pemantau jentik nyamuk (jumantik) di sejumlah desa. Tugasnya, mengingatkan warga mengenai ancaman DBD dan mengecek potensi penularannya, seperti di bak mandi. Hingga kini, lanjutnya, petugas telah memeriksa 160.839 rumah. Meski demikian, upaya yang dilakukan petugas belum cukup.
”Seharusnya setiap kepala keluarga menjadi jumantik. Kami sedang menggalakkan satu rumah satu jumantik. Apalagi, kalau curah hujan masih tinggi dan PHBS masyarakat belum berubah, kemungkinan masih naik (kasusnya),” ungkap Lukman.
Dinkes setempat juga melakukan pengasapan atau fogging di daerah yang kasusnya tinggi. Pada Kamis pagi, pengasapan berlangsung di Desa Pangkalan, Kecamatan Plered. Petugas menyasar kamar mandi, saluran drainase, hingga tumpukan kayu di permukiman warga. Petugas juga membuang genangan air di wadah hingga kandang burung milik warga.
Kepala Puskesmas Pangkalan Masriti mengatakan, terdapat 32 kasus DBD di beberapa desa di Plered. Dari jumlah itu, Desa Pangkalan tercatat memiliki kasus terbanyak, yakni 14 orang. ”Sebenarnya, fogging kurang efektif mengatasi DBD. Harusnya PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Kami sudah laksanakan bersih-bersih di hari Sabtu,” ungkap Masriti.
Amanah (40), warga setempat, mengatakan, anaknya yang berusia 13 tahun sempat dirawat di rumah sakit akibat DBD. Anaknya mengalami gejala demam, linu, pusing, hingga bintik merah di kulit. Ia telah berusaha mencegah munculnya sarang nyamuk dengan membersihkan ember kamar mandi setiap hari.
”Tetapi, kali di belakang rumah memang tersumbat,” ucapnya.