Ketika Santai dan Waspada Jadi Satu di Tambang Freeport
Pekerja tambang bawah tanah terbayang-bayang dengan banyak risiko yang mengancam nyawa, seperti gempa, semburan gas beracun. Kepatuhan pada protokol keselamatan dan komunikasi dengan petugas darat menjadi kuncinya.
Ribuan insinyur, dan pekerja pada umumnya, tiap hari beraktivitas dalam terowongan bawah tanah di kompleks pertambangan PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Dengan mitigasi yang memadai, mereka bekerja dengan santai tetapi tetap selalu waspada.
Setelah meletakkan empat gelas kopi di meja, Leroy Manogar (41) dengan bersemangat menawarkan kopi. “Ayo, kita ngopi. Santai saja,” ujar pengawas perawatan lokomotif elektrik pengangkut material tambang di salah satu terowongan tambang bawah tanah kompleks Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI), Tembagapura, Mimika, Rabu (1/6/2022).
Roy, demikian pria dari Jakarta itu disapa, semringah ketika orang yang diajaknya menyeruput kopi mengambil gelas-gelas tersebut.
Roy adalah insinyur yang bekerja di tambang bawah tanah. Ia bersama dengan tiga staf mengontrol dan merawat lokomotif elektrik. Roy bertanggungjawab merawat 10 lokomotif elektrik yang setiap saat mengangkut material tambang. Selain itu, dia juga memastikan 11 rangkaian pada setiap lokomotif tetap berfungsi normal untuk mengangkut material tambang.
Perawatan lokomotif dan rangkaian kereta tersebut dilakukan setiap bulan. “Tentu kami tetap mengawasi lokomotif dan rangkaian kereta setiap hari agar berfungsi baik,” ujarnya, yang sudah 12 tahun bekerja di PTFI.
Baca juga: Pengelolaan Tambang PT Freeport Indonesia
Roy sudah dua tahun bekerja di tambang bawah tanah GBC. Ia berangkat untuk masuk ke “perut gunung” sekitar pukul 05.20 WIT. Saat itu mentari pagi masih di balik deretan pegunungan di sisi timur. Ia baru pulang ke mess pada pukul 18.00 WIT saat matahari hilang ditelan menjulangnya pegunungan sisi barat. “Hari berganti seperti tidak terasa,” tutur alumnus teknik mesin Universitas Trisakti, Jakarta, itu.
Saat istirahat, menikmati kopi sambil duduk santai di pinggir terowongan jadi bagian dari aktivitas Roy. Kopi menenangkannya sekaligus “melupakan” sesaat dia berada di tambang bawah tanah.
Dari pagi hingga jelang malam, Roy di salah satu terowongan tambang bawah tanah (underground mine) GBC. Tambang tersebut merupakan yang terbesar di antara tiga tambang bawah tanah lainnya yang dikelola oleh PTFI. Dua areal tambang lainnya Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.
GBC dan areal tambang bawah tanah lainnya berelevasi sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut. Ketiga areal tambang berada di bawah tambang permukaan Grasberg yang sangat fenomenal dengan alur tambang yang melingkar dan mengerucut ke dalam tanah. Jika diukur dari permukaan Grasberg, GBC berkedalaman 1.200 meter. Tambang Grasberg ditutup atau selesai beroperasi pada 2019 sehingga perusahaan yang saat ini bernaung di bawah PT Inalum (Persero) fokus ke tambang bawah tanah.
Meskipun berada di dalam tanah sepintas kantor Roy seperti di dalam gedung. Lampu terang benderang, ada ruang kerja beserta meja dan perlengkapannya, serta terdapat ruang rapat. Papan informasi juga menempel di dinding batuan terowongan. Meja yang berada di pinggir terowongan di luar ruang kerja ditempatkan untuk bersantai, termasuk untuk menikmati kopi.
Baca juga: Konser Mini Sandhy Sondoro di Tambang Bawah Tanah
Di areal tersebut, dasar terowongan dibuat dari beton. Lebar terowongan sekitar 10 meter dengan tinggi tak kurang dari 8 meter. Kondisi tersebut bisa membuat Roy dan karyawan pekerja tambang bawah tanah lainnya bisa santai sama halnya berada di kantor di darat.
Udara di terowongan normal seperti udara di permukaan. Itu karena areal tambang bawah tanah dilengkapi banyak ventilasi yang dibor dari tebing gunung dan dipasok ke dalam terowongan dengan perangkat teknologi. Suhu udara pun tidak terlalu dingin, juga tidak panas.
Namun, sesantai-santainya dan bahkan senyaman-nyamannya kondisi kerja, tetap saja ada potensi ancaman karena alam. Hal itu menghantui Roy. Yang paling ditakutinya gempa (seismic). Gempa menjadi salah satu ancaman bekerja di tambang bawah tanah PTFI. Gempa dapat memicu semburan batuan yang bisa melindas pekerja atau menutup dan meruntuhkan terowongan.
Salah satu gempa yang dirasakan Roy terjadi pada April 2022 dengan kekuatan M1,6. Ada getaran di dalam terowongan, tetapi gempa tak berdampak merusak.
Untuk mengetahui secara pasti ancaman risiko tersebut, Roy dan semua pekerja bawah tanah berkomunikasi intensif dengan petugas di permukaan atau biasa disebut di darat. Petugas di darat menginformasikan kekuatan gempa, titik gempa berada, dan kemungkinan terburuk termasuk penyiapkan evakuasi.
Terowongan PTFI pun dilengkapi sensor dan alat yang mendeteksi gempa serta memberikan sinyal peringatan di titik mana ketegangan batuan mulai terdeteksi agar pekerja bisa menghindarinya.
Setiap pekerja bawah tanah juga dilengkapi radio dan alat deteksi yang ditempatkan di dalam lampu di bagian depan helm untuk mengetahui posisi di terowongan. Perlengkapan keselamatan tersebut di luar alat perlindungan diri (APD), seperti sepatu tahan air, helm, kaca mata khusus, dan rompi.
Roy menyadari setiap pekerjaan memiliki risiko, apalagi di dalam terowongan di dalam tanah. Selain kepatuhan pada standar keamanan dengan selalu mengenakan APD, komunikasi dengan petugas di darat menjadi kunci.
“Kami selalu menjaga komunikasi dengan petugas di darat. Semua hal dikomunikasikan, apalagi terkait ancaman. Syukurlah semuanya berjalan dengan baik selama ini,” ujarnya.
Selain ancaman gempa, paparan gas beracun, seperti hidrogen sulfida (H2S) dan belerang dioksida (SO2). juga menjadi bahaya lainnya di dalam terowongan tambang bawah tanah. Hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Muhammad Irfan Azwanto (37), insinyur tambang lainnya. Meskipun frekuensinya ke tambang bawah tanah dalam setahun terakhir hanya sekali seminggu untuk memeriksa kondisi kereta pengangkutan material tambang.
Pada April 2022, lanjut Azwanto, pernah terjadi semburan gas beracun. Kejadian tersebut menimpa operator loader. “Dia mual dan pingsan. Beruntung hal itu tak berujung fatal,” ujar tamatan jurusan teknik elektro Universitas Muhammadiyah, Jakarta, itu, yang saat ini bekerja di ruang kontrol yang antara lain mengoperasikan kereta pengangkut tambang jarak jauh (remote).
Seperti Roy, bagi Azwanto komunikasi dengan petugas darat menjadi kunci saat menghadapi ancaman di terowongan. Sejauh ini, komunikasi berjalan lancar.
Untuk mengatasi situasi darurat, baik karena gempa, semburan gas, dan lainnya, simulasi menjadi salah satu kegiatan rutin. Semua petugas di tambang bawah tanah berkesempatan untuk mengikuti simulasi yang digelar setiap bulan untuk memitigasi berbagai ancaman.
Roy dan Azwanto adalah dua dari sekitar 5.000 karyawan yang masuk dan keluar terowongan serta berurusan secara tak langsung dengan tambang bawah tanah setiap hari. Mereka bekerja dengan risiko tinggi. Namun, mereka tetap tenang di tengah ancaman berbagai bahaya dengan berpedoman pada protokol keselamatan.
Hiburan
Seperti karyawan di Indonesia dan lingkungan PTFI pada umumnya, pekerja bawah tanah berhak mendapatkan cuti dan lepas atau bebas piket (off day). Untuk cuti, pada umumnya ada dua skema yang berlaku, yakni cuti dengan total 45 hari setahun dan cuti 2 minggu dalam 6 bulan bekerja. Sementara untuk bebas piket, diatur 5 hari kerja dan 2 hari bebas piket untuk yang kebagian kerja pagi hari. Untuk yang bekerja pada malam hari, mereka punya tiga hari lepas piket setelah 5 hari kerja.
Cuti dan lepas piket dimanfaatkan para karyawan untuk bertemu keluarga, menjaga kebugaran, mengusir penat, menyalur hobi, atau menjaga keseimbangan hidup. “Bertemu keluarga sejenak dari rutinitas kerja di tambang bawah tanah memberikan kekuatan tersendiri. Dukungan dari mereka sangat penting,” tutur Azwanto yang memiliki dua anak.
Insinyur yang sudah 12 tahun bekerja di PTFI itu memanfaatkan waktu lepas piket untuk berolahraga dan menyalurkan hobi di mes perusahaan, terutama memasak. Ia biasa melakukannya bersama sejumlah teman.
Fasilitas olahraga melengkapi usaha para pekerja tambang bawah tanah mengusir kesuntukan. Di mes yang ditempati para pekerja tambang bawah tanah di Mile Post (MP) 72 yang berjarak sekitar 7 kilometer dari tambang bawah tanah, terdapat fasilitas olahraga di dalam gedung, seperti pusat kebugaran, lapangan bulu tangkis, dan trek lari.
Selain itu, ada sarana hiburan, yakni bioskop dan tempat karoke. Bioskop dan karaoke ini hanya ada di kompleks mess pekerja tambang bawah tanah. Dua fasilitas tersebut tak ada di mes karyawan untuk pegawai kantor (nonlapangan) di MP 68 yang berjarak sekitar 8 km dari mes pekerja lapangan (tambang bawah tanah). Semua fasilitas dinikmati gratis.
Dengan intensifnya pekerjaan, sarana olahraga dan hiburan penting untuk menjaga kebugaran, konsentrasi, dan keseimbangan. “Mereka bisa menikmati fasilitas tersebut pada saat tidak piket atau off day,” ujar Superintendent Media Relation PTFI Karel Luntungan.
Pekerja tambang bawah tanah PTFI bergelut dengan rutinitas yang tak biasa untuk sebagian besar dari kita. Selalu waspada dan patuh protokol keselamatan menjadi kuncinya dengan tetap tak kehilangan selera santai guna mengusir kebosanan.