Ikhtiar Mengentaskan Labuan Bajo dari Krisis Air Bersih
Kekurangan air bersih menjadi persoalan menahun yang tak kunjung rampung di Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Bank Mandiri berupaya membantu menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara membangun sentra desalinasi.
Matahari di atas langit Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis (16/6/2022), bersinar cukup terik. Panasnya cuaca siang itu tak menyurutkan aktivitas masyarakat pesisir di Tempat Pelelangan Ikan Labuan Bajo. Aktivitas di tempat itu sudah dimulai sebelum matahari terbit.
Mikel (59), warga setempat, berulang kali mengusap dahinya yang basah karena keringat dengan ujung lengan kausnya. Topi yang ia kenakan berulang kali dikipaskan ke arah badannya untuk mengusir gerah.
Cuaca terik siang itu membuat botol air mineral 1,5 liter yang ia bawa dari rumah tinggal terisi seperempatnya. Padahal, pria yang sudah puluhan tahun menjadi nelayan itu masih harus menunggu pembeli di tempat pelelangan ikan tersebut hingga beberapa jam ke depan. Hal itu membuatnya minum sedikit demi sedikit. Meski tak cukup untuk meredakan dahaga, setidaknya tetesan air itu bisa membasahi kerongkongannya.
”Di sini memang dekat dengan laut, tapi mau cari air susahnya setengah mati. Jadi harus dihemat-hemat minumnya,” ujar Mikel sambil tersenyum, seolah sudah berdamai dengan keadaan.
Setiap hari, Mikel selalu membawa bekal air mineral sekitar 1,5 liter dari rumah. Alasannya agar ia tak perlu mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air minum.
Baca juga : Sumur Pejuang Setelah Dua Dekade
Selama ini, Mikel dan warga pesisir Labuan Bajo lainnya mengaku kesulitan mengakses air bersih. Sumur bor di pesisir airnya asin dan tidak layak dikonsumsi sehingga ia dan warga lain harus membeli air minum dalam kemasan galon. Isi airnya sekitar 19 liter.
Di rumah Mikel, tinggal sebanyak empat orang, termasuk dirinya. Dalam sehari, Mikel membeli satu galon air untuk mencukupi kebutuhan konsumsi di rumahnya. Harga setiap galon sekitar Rp 8.000.
Selain membeli air untuk minum, Mikel juga harus membeli air untuk membuat es batu. Es batu disebut Mikel sangat penting untuk menjaga kesegaran ikan yang ia tangkap. Setiap hari, Mikel harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp 70.000 untuk membeli air yang akan dibuatnya menjadi es batu. ”Kebutuhan air untuk membuat es batu kira-kira satu tandon air ukuran 1.000 liter,” ucapnya.
Berdasarkan pantauan, mobil-mobil tangki air terparkir di sejumlah sudut jalan di wilayah pesisir Labuan Bajo. Kendaraan itu sedang mengisi tandon-tandon air di depan rumah sejumlah warga. Menurut warga, mobil-mobil itu menyuplai air bersih dari Ruteng di Kabupaten Manggarai.
Tak hanya menjadi persoalan di wilayah pesisir, kesulitan menjangkau air bersih juga dikeluhkan masyarakat di Desa Warloka, baik yang berada di pesisir maupun di bukan pesisir. Yanto (45), warga Desa Warloka yang tinggal di daerah bukan pesisir, juga mengaku sulit mendapatkan air. Ia dan warga lain pernah mencoba mengebor tanah untuk mencari air. Hasilnya nihil.
”Kami sudah berupaya mengebor air sampai kedalaman belasan meter, hasilnya tidak ada air sama sekali. Padahal, kami sudah mengeluarkan hingga Rp 20 juta untuk pengeboran tersebut,” ucap Yanto.
Yanto yang sehari-hari bekerja sebagai ojek kapal di Labuan Bajo mengaku selalu membeli air bersih untuk keperluan konsumsi. Sama dengan di pesisir Labuan Bajo, air bersih di wilayah Warloka juga disalurkan menggunakan mobil-mobil tangki.
Dengan adanya sarana desalinasi ini, air yang diragukan kandungannya itu bisa diolah, dinetralkan, kemudian dikonsumsi seperti halnya air tawar.
Sebenarnya, di Kabupaten Manggarai Barat sudah ada perusahaan daerah air minum (PDAM), yakni PDAM Wae Mbeliling. Berdasarkan data PDAM Wae Mbeliling tahun 2017, perusahaan milik pemerintah daerah itu telah menyuplai hingga 6.237 kelompok pelanggan. Namun, PDAM Wae Mbeliling belum sepenuhnya dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada pelanggan karena kurangnya sosialisasi kondisi pelayanan PDAM dan belum terbentuknya forum komunikasi pelanggan. Selain itu, sistem produksi dan distribusi juga disebut warga sering bermasalah akibat bencana alam.
Hal ini berkesesuaian dengan data Statistik Kesejahteraan Provinsi NTT tahun 2020. Dalam data itu disebutkan, baru sekitar 64,32 persen penduduk di Kabupaten Manggarai Barat yang bisa mengakses air minum bersih. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang untuk akses air bersih perlu dilakukan.
Desalinasi air
Melihat adanya keterbatasan warga dalam mengakses air membuat Bank Mandiri tergerak membantu. Salah satu upaya mereka adalah menyediakan sarana desalinasi air laut. Melalui proses desalinasi, air laut diolah sedemikian rupa agar kadar garamnya berkurang sehingga bisa dimanfaatkan seperti air tawar.
Dengan nilai investasi sebesar Rp 2 miliar, Bank Mandiri membangun sarana desalinasi air di empat titik di Kabupaten Manggarai Barat. Empat titik itu berada di Tempat Pelelangan Ikan Labuan Bajo, Macang Tanggar, Warloka pesisir, dan Warloka bukan pesisir. Proyek pembangunan sarana desalinasi itu diharapkan rampung dalam dua bulan ke depan dan bisa segera dimanfaatkan masyarakat.
”Di empat wilayah ini, masyarakat sekitar menggunakan air laut atau air sumur yang belum diketahui kandungannya. Artinya, kita semua belum tahu apakah air itu layak dikonsumsi atau tidak. Dengan adanya sarana desalinasi ini, air yang diragukan kandungannya itu bisa diolah, dinetralkan, kemudian dikonsumsi seperti halnya air tawar,” kata Kepala Cabang Bank Mandiri Labuan Bajo I Made Runarta.
Pengolahan air laut menjadi air tawar itu dilakukan melalui sejumlah tahap. Air laut disedot dengan pompa khusus yang ada di luar ruangan desalinasi dan diarahkan ke pompa dalam. Setelah sampai di pompa dalam, air akan masuk ke sebuah alat yang disebut multimedia filter, karbon, catridge, dan membran. Jika sudah sampai di membran, air dipastikan sudah berubah menjadi air tawar. Adapun air asin yang telah dipisahkan akan dikeluarkan kembali ke laut melalui pipa pembuangan.
Menurut Runarta, ruangan desalinasi air itu nantinya akan diaktifkan selama 24 jam penuh sehingga sedikitnya 14 ton air tawar dapat diproduksi dalam waktu sehari. Air laut yang sudah menjadi tawar tersebut akan dijual kepada masyarakat dengan harga lebih murah dibandingkan harga air bersih di pasaran. Kemungkinan, harga jualnya sekitar Rp 1.500 per galon atau sekitar 19 liter. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai ongkos operasional mesin desalinasi dan membayar upah pekerja di tempat desalinasi tersebut.
Baca juga : Air Tanah Solusi Krisis Air Bersih Perkotaan
”Jadi, nanti akan tersedia empat keran di mana empat keran itu akan disambungkan dengan sistem tapping uang elektronik Bank Mandiri. Pembayarannya akan dilakukan menggunakan kartu uang elektronik. Dengan teknologi ini, kami bisa memonitor penggunaan mesinnya, volume air sesuai kebutuhan masyarakat, hingga jumlah air tawar yang diproduksi,” tuturnya.
Runarta menambahkan, jika sudah selesai dibangun, empat unit alat desalinasi milik Bank Mandiri akan diserahkan kepada Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Manggarai Barat untuk dikelola. Pengelolaan nantinya akan dilakukan perusahaan umum daerah setempat.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Manggarai Barat, Mengayung menyambut antusias rencana Bank Mandiri menyerahkan pengelolaan mesin desalinasi air kepada pemerintah daerah. Menurut Mengayung, desalinasi merupakan cara paling efektif menyelesaikan persoalan kekurangan air di wilayahnya.
”Kalau alat ini bekerja maksimal, persoalan kita rampung. Masyarakat tidak akan kekurangan air lagi karena air laut tidak mungkin habis. Cara ini juga lebih ramah lingkungan daripada harus mengebor tanah dan membuat permukaan tanah terus menurun,” ucapnya.