Lebih dari dua dekade menderita krisis air bersih, warga eks Timor Timur kini menikmati sumber air baru. Telah dibangun 16 sumur bor untuk mereka.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Juana Lafu (42) memutar keran, segeralah air bersih mengucur deras dari bak penampung yang berdiri di halaman rumahnya, sebuah perkampungan di pedalaman Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Warga eks Timor Timur itu merasa telah merdeka dari krisis air bersih yang membelenggu mereka selama lebih dari dua dekade terakhir.
Air dari bak penampung itu tidak sebatas untuk minum dan masak. Dengan pasokan yang kini berlimpah, mereka bisa gunakan untuk mandi, cuci, bahkan menyirami sayuran di pekarangan rumah. ”Tidak irit air seperti dulu. Tidak takut air habis,” kata Juana di Kampung Oebkin, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Rabu (8/6/2022).
Bak itu menampung air bersih hingga 15.000 liter. Air disedot dari sumur bor berkedalaman 72 meter. Debit air yang dialirkan dari sumur ke dalam bak mencapai 54 liter per menit. Volume air ini tergolong deras untuk ukuran wilayah minim sumber air. Kampung itu termasuk sering mengalami kekeringan ekstrem.
Setelah diresmikan pada awal 2022, sebanyak 186 keluarga di Kampung Oebkin mulai memanfaatkannya. Proses pengambilannya dibagi berdasarkan sebaran tempat tinggal. Selain sumur dan bak, ada juga fasilitas mandi cuci kakus dekat bak penampung. ”Kami merasakan benar-benar merdeka setelah bertahun-tahun kami susah air,” ucap Juana.
Krisantus Kefi (47), tokoh masyarakat setempat, menuturkan, mereka pertama kali menempati kampung itu pada tahun 2000. Mereka datang sebagai warga pengungsian dari Oeccuse, Timor Timur. Permukiman itu dibangun pemerintah untuk warga eks Timor Timur. Kala itu, pasokan air bersih didatangkan dengan mobil tangki dari Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara, yang berjarak sekitar 19 kilometer.
Mereka dari luar sudah datang bantu buat sumur dan bak, jadi selanjutnya ini menjadi tugas pemerintah desa. Desa atur pemeliharaan dengan iuran dari masyarakat.
Lantaran kondisi jalan yang rusak parah, bahkan sampai saat ini, mobil tangki hanya beroperasi tidak lebih dari enam bulan. Selebihnya warga mencari sumber air sendiri. Beruntung sekitar satu kilometer dari kampung itu terdapat sebuah kali. Warga mengambil air dari sana dipakai untuk minum dan masak. Mandi dan cuci langsung di kali.
Namun, debit air di kali selalu berkurang pada saat musim kemarau panjang mulai Agustus sampai Desember, bahkan Januari. Mereka mencari genangan air yang masih tersisa di sepanjang alirannya. Kondisi itu membuat banyak warga eks Timor Timur kecewa dengan pemerintah sehingga mereka pun kembali bergabung dengan Timor Leste.
Krisantus kembali menegaskan, mereka sudah merdeka dari krisis air bersih. ”Makanya kami berterima kasih kepada mereka yang membuat sumur ini. Dulu kami rencana mau patungan buat sumur bor tetapi harganya sampai Rp 60 juta. Kami di sini rata-rata miskin. Tidak mungkin bisa,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah desa setempat berencana membangun jaringan perpipaan dari bak penampung ke rumah warga mulai tahun depan. Anggarannya bersumber dari dana desa. ”Mereka dari luar sudah datang bantu buat sumur dan bak, jadi selanjutnya ini menjadi tugas pemerintah desa. Desa atur pemeliharaan dengan iuran dari masyarakat,” katanya.
Sumur pejuang
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Maruli Simanjuntak mengatakan, sumur bor di Kampung Oebkin itu merupakan satu dari total 16 sumur bor yang dibangun selama lebih kurang tujuh bulan terakhir.
Sasaran penggunanya adalah1.674 keluarga atau 10.522 jiwa warga eks Timor Timur yang selama lebih dari 20 tahun kesulitan mengakses air bersih. Program ini disebut ”Sumur Pejuang” untuk mereka yang telah berjuang memilih Merah Putih.
Program ini merupakan kolaborasi ide antara Letnan Jenderal (Purn) Doni Monardo, purnawirawan TNI AD, dengan Arsjad Rasjid dari Indika Energy Grup. Pengerjaannya oleh prajurit Kodam IX/Udayana mulai Desember 2021 yang saat itu dipimpin Maruli. Sumur bor tersebar di lima kabupaten di Pulau Timor, mulai dari Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, dan Belu.
Secara terpisah, Doni Monardo lewat sambungan telepon mengatakan, krisis air bersih yang dialami warga eks Timor Timur dan masyarakat NTT pada umumnya menarik keprihatinan dirinya. Daerah itu selalu mengalami krisis air bersih setiap tahun. Selain sumber air yang minim, musim hujan juga berlangsung singkat, yakni dari Desember hingga Maret.
”Dulu waktu masih taruna tahun 1985, saya bertugas di Pulau Timor sehingga saya tahu kondisi itu. Agustus tahun 2021, saya mendapat informasi dari media yang menyorot nasib warga eks Timor Timur termasuk masalah air bersih. Bersama Pak Arsjad Rasjid, kami mulai melakukan hal ini,” tutur Doni yang dulu pernah bertugas di Timor Timur.
Menurut Doni, persoalan air bersih menjadi pangkal berbagai masalah kesehatan di NTT seperti tengkes atau stunting. Tengkes adalah anak dengan pertumbuhan tidak normal, baik berat maupun tinggi. Selain persoalan gizi, sanitasi masyarakat juga menjadi faktor penentu kesehatan anak. Sanitasi yang baik harus didukung dengan ketersediaan air bersih yang mencukupi.
Menurut Studi Status Gizi Indonesia 2021, NTT menjadi daerah dengan prevalensi tengkes tertinggi nasional. Dari 22 kabupaten/kota, 15 di antaranya berada pada zona merah (prevalensi di atas 30 persen) dan 7 lainnya berada pada zona kuning (20-30 persen). Tak ada satu pun kabupaten/kota di NTT masuk zona hijau (10-20 persen), apalagi zona biru (di bawah 10 persen).
Daerah dengan prevalensi tengkes tertinggi adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, yakni 48,3 persen. Artinya, 48 dari 100 balita di daerah itu mengalami tengkes. Daerah itu memuncaki nomor satu tertinggi dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi yang menjadi prioritas penanganan secara nasional. Angka itu lebih dua kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menoleransi pada kisaran 20 persen.
Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan Group CEO Indika Energy menambahkan, pembangunan sumur bor selaras dengan komitmen Indika Energy dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dimana air bersih dan sanitasi menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan. Ia berharap agar semua pihak dapat bergotong royong membantu meringankan beban masyarakat se-Tanah Air, termasuk warga NTT.
”Kami juga berupaya untuk memberdayakan masyarakat setempat dengan menyediakan lebih dari 2.500 ayam broiler dan infrastruktur yang diperlukan untuk lima desa setempat, demi membantu membangun penghidupan yang berkelanjutan,” katanya.
Arthur Ximenes (45), tokoh muda asal Timor Timur yang kini menjadi Kepala Desa Manusak di Kabupaten Kupang, mengapresiasi bantuan sumur bor bagi warga eks Timor Timur.
”Bantuan air bersih itu adalah bagian dari kepedulian mereka pada kemanusiaan,” ujarnya. Bantuan datang setelah lebih dari dua dekade mereka memilih Merah Putih. Mereka sangat mensyukurinya.